Oleh Kompas Cyber Media
Sejak diperkenalkan bangsa Mesir Kuno dan Romawi sebagai bahan pemisah emas dari batuan tambang, penggunaan merkuri kian luas di industri.
Bahkan pada zaman modern air raksa ini masuk ke dalam produk-produk yang digunakan dalam rumah tangga seperti batu baterai, termometer, dan kosmetik. Ancaman bagi manusia semakin besar ketika bahan beracun itu tersimpan dalam mulut manusia sebagai amalgam-penambal gigi.
Pencemarannya ke lingkungan terjadi bukan hanya pada pemakaiannya di industri dan penggunaan dalam kehidupan sehari-hari, tapi juga pada limbah dari produk yang mengandung merkuri, mulai dari limbah pertambangan, industri hingga batu baterai bekas sebagai limbah rumah tangga.
Sejak awal abad ke-20 banyak pabrik berdiri dan jumlah kendaraan bermotor meningkat pesat. Hal ini menyebabkan lapisan udara sangat terpolusi partikel logam berat seperti kadmium, arsen, plumbum atau timbel, krom, termasuk juga merkuri. Merkuri bercampur dengan partikel tersebut dalam bentuk gas atau uap yang dibuang secara besar-besaran oleh industri atau pabrik serta kendaraan bermotor.
Belakangan ini unsur yang mematikan ini semakin besar mengancam kehidupan di bumi, dengan terjadinya lubang ozon akibat pencemaran gas rumah kaca di atmosfer.
Bagaimana hal itu dapat terjadi ?
Menurut Prof Dr Lilik Hendrajaya, guru besar ITB, akibat adanya lubang ozon sinar ultraviolet matahari tanpa halangan akan memapar permukaan bumi. Selain itu sinar X dan partikel berbahaya lainnya hasil proses peluluhan radioaktif matahari juga dengan leluasa masuk ke bumi.
Sinar ultra ungu yang merupakan bergelombang pendek elektromagnetik berdaya mengubah reaksi redoks menjadi reaksi radikal pada partikel atau senyawa sensitizer. Sensitizer adalah senyawa yang mampu menyimpan energi yang berasal dari sinar itu lalu memindahkannya ke molekul lain bila ada faktor pemicu.
Dengan masuknya sinar ultraviolet ke bumi maka manusia yang di dalam tubuhnya terkandung senyawa sensitizer tinggi seperti merkuri, antibiotik, dan zat warna tertentu akan mengalami gangguan kesehatan. Karena merkuri, antibiotik, dan zat warna mampu menyerap sinar elektromagnetik bergelombang pendek dengan sangat cepat.
Merkuri pada amalgam penambal gigi misalnya, akan menyerap energi dari sinar ultraviolet kemudian melepasnya dalam bentuk uap merkuri (Hg). Bila tertelan maka unsur ini akan terserap dan terdeposit dalam ginjal serta organ lainnya hingga menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan juga masuk ke dalam janin.
Reaksi �liar� yang berasal dari partikel sensitizer akibat pemaparan sinar ultraviolet itu dapat menyebabkan kerusakan DNA dan protein dalam tubuh manusia. Berbagai penelitian di antaranya dilakukan oleh Barry Halliwell menunjukkan ada sekitar 30 macam penyakit yang disebabkan oleh merkuri, penyakit-penyakit itu tergolong degeneratif, imun, rematoid.
Bila seseorang memiliki sensitizer dalam tubuhnya maka senyawa tersebut tetap ada bahkan bisa bertambah melalui konsumsi makanan dan obat-obatan dan menghirup udara yang terpolusi gas merkuri. Akumulasi merkuri dalam tubuh ini lebih lanjut dapat mengakibatkan lahirnya anak dengan gangguan autis.
Banyaknya partikel atau uap Hg pada janin akan menyebabkan bayi lahir dengan kandungan logam merkuri yang berlebihan, sehingga mengakibatkan lahirnya anak cacat seperti autis dan cerebral palsy.
Hampir semua anak autis diketahui memiliki kandungan merkuri dan logam berat lainnya dalam jumlah banyak. Penelitian menunjukkan anak-anak autis mempunyai kandungan merkuri dalam darah sangat tinggi, 3 hingga 10 kali di atas angka normal. Hal ini berkorelasi dengan hiperaktivitas anak tersebut.
Hipotesis tentang merkuri sebagai penyebab autis telah diteliti oleh Dr Jill James pakar dari AS beberapa bulan lalu. Selanjutnya hipotesis tentang sensitizer merkuri sebagai penyebab autis dibuktikan oleh Dr Gretha Zahar pakar dari ITB.
Penelitian juga menunjukkan orangtua anak autis umumnya memiliki gigi yang ditambal dengan amalgam, banyak mengonsumsi makanan yang mengandung kadar merkuri tinggi bisa terdapat pada makanan dari laut seperti ikan. Diketahui mereka pada umumnya tinggal di daerah industri yang terpolusi atau di daerah lingkungan bengkel otomotif yang tercemar merkuri.
Pada bulan Desember dengan beredarnya sinar matahari di belahan selatan, tambah Lilik, pemaparan sinar ultraviolet lebih besar di wilayah Indonesia. Karena itu ancaman gangguan kesehatan akibat merkuri akan lebih besar pada masyarakat di negeri ini.
Penanggulangan
Pada kondisi lingkungan yang tercemar merkuri, upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah penyehatan kembali lingkungan.
Caranya dengan memindahkan sedimen yang mengandung merkurium tinggi kemudian diisolasi di suatu tempat yang aman. Hal ini pernah dilakukan Jepang terhadap kawasan Minamata, yang tercemar merkuri yang berasal dari limbah pabrik.
Alternatif remediasi dapat dilakukan secara biologis yang disebut fitoremediasi. Caranya dengan menggunakan tumbuhan yang dapat menyerap metil merkuri. Dibandingkan dengan yang lain, cara ini relatif murah dan memungkinkan sumber pencemar didaur ulang. Proses alami ini sayangnya relatif lambat dalam mereduksi polutan.
Mengatasi pencemaran merkuri dengan bakteri juga dimungkinkan karena diketahui ada bakteri yang dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang mengandung merkuri dalam jumlah tinggi. Bakteri itu adalah Pseudomonas fluorescens, Staphylococcus aureus, dan Bacillus sp. Hal ini menginspirasi ahli biologi molekuler untuk memadukan fungsi gen beberapa bakteri hingga menghasilkan strain unggul untuk mengatasi pencemaran merkuri secara cepat dan efektif.
Lalu upaya medis yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan akibat merkuri adalah dengan metode balur. Dengan balur dapat mengeluarkan uap gas radikal bebas dan merkuri. Dengan menganalisis aktivasi neutron produk uap hasil baluran pada tubuh pasien yang mengkristal di tempat pasien dibalur maka akan ditemukan mekanisme reaksinya.
Metode balur adalah pengembangan dari metode kerikan, pilisan, atau baluran dengan cuka aren dicampur bawang. Balur itu bertujuan untuk detoksifikasi gas atau proses pengeluaran racun yang berupa radikal bebas dan gas merkuri melalui kulit.
Setelah dibalur, tubuh pasien dibaringkan di atas lempeng tembaga lalu ditutup dengan pembungkus aluminium. Karena itu ketika radikal bebas keluar dari tubuh karena �ditarik� oleh bahan pembalur, maka unsur ini akan menumbuk lempeng tembaga. Muatan energinya kemudian mengalir sebagai arus listrik ke bumi.
Loncatan radikal bebas ini bersifat diskrit, menghasilkan medan elektromagnet kejut. Sedangkan partikel netral radikal ini akan menempel pada lempeng tembaga membentuk endapan membulir atau mengkristal.
Selama ini untuk mengurangi hiperaktivitas anak autis dilakukan dengan diet ketat, misalnya menyantap gluten, gula dan susu. Sebaliknya dengan metode balur justru melarang diet akan tetapi meluluhkan hiperaktif dengan pemberian konsumsi asam amino yang tepat dan selektif. Pada metode balur juga terjadi proses khelasi yaitu pemutusan radikal bebas dan logam beramalgam yang terikat dengan asam amino aromatis dan struktur DNA.
Pengurangan kadar merkuri dalam tubuh, jelas Lilik, akan mengurangi risiko gangguan kesehatan akibat merkuri. Pembaluran ini juga dapat meminimalisasi bahkan menghilangkan ciri autis pada anak dibawah lima tahun. Penyembuhan tercapai setelah menjalani pembaluran selama satu hingga 4 bulan. Selanjutnya maka anak autis akan dapat mengejar segala ketinggalan mereka dalam berbagai aspek. (Yuni Ikawati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar