Senin, April 28, 2008

MANAJEMEN BISNIS : Pemasaran Kecap Sedaap

KR. 22/04/2008 05:31:02
http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=160471&actmenu=44

WINGSFOOD dalam beberapa minggu ini sedang gencar-gencarnya mempromosikan produk kecap merek Sedaap. Kelihatannya Wingsfood ingin mendulang ulang sukses memasarkan Mie Sedaap yang mengguncang dominasi produk mi yang dihasilkan Indofood, misalnya Indomie. Masuknya Kecap Sedaap di pasaran kita, tentunya menambah daftar panjang merek kecap yang telah ada. Brand extension yang dilakukan Wingsfood cukup berani mengingat diferensiasi produk kecap cukup sulit, karena rasa dan warna kecap hampir sama. Tetapi sebagai pemain baru di produk kecap, tentunya manajemen Wingsfood sudah berhitung matang dalam menghasilkan, mendistribusikan, dan memenangkan persaingan dalam pemasaran Kecap Sedaap ini.
Jika dilihat dari merek (brand)-nya, kecap ini memakai merek Sedaap yang sudah digunakan oleh produk mi yang dihasilkannya. Pertimbangan efisiensi dan efektivitas manajemen bisnis Wingsfood dalam memilih merek Sedaap sangat kuat. Sebab merek Sedaap yang diusung Mie Sedaap sudah cukup kuat 'menancap' di benak konsumen. Sehingga kalau produk baru kecap menggunakan merek Sedaap, pertimbangan manajemen adalah tidak perlu waktu lama bagi konsumen untuk mengenali Kecap Sedaap ini sebagai produk Wingsfood.
Sebagai produk pelengkap bagi kebutuhan memasak (termasuk memasak Mie Sedaap), maka Kecap Sedaap tidak akan merusak merek Sedaap, justru akan memperkuat merek Sedaap yang sudah dipakai Mie Sedaap. Keselarasan penggunaan merek Sedaap bagi produk mi dan kecap dari Wingsfood 'memenuhi syarat' karena antara kedua produk tersebut dalam satu kategori produk. Untuk memperkuat positioning Kecap Sedaap ini, Wingsfood menggunakan tagline 'Lebih Hitam, Gurih, Kental'. Produk kecap dengan bahan dasar utama kedelai hitam dan gula merah memang identik dengan warna hitam, gurih dan kental. Tambahan kata 'lebih' adalah positioning Kecap Sedaap dibandingkan kecap-kecap lain yang sudah ada di pasaran yang sama-sama hitam, gurih dan kental. Artinya Kecap Sedaap memiliki kelebihan dalam mutu produk serta product benefit melalui 'indikator' lebih hitam, lebih gurih dan lebih kental dibandingkan kecap merek lain.
Dalam promosinya di televisi, Kecap Sedaap menggunakan celebrity endorser Maudy Koesnaedy. Harapannya konsumen tertarik dan memperhatikan iklan ini karena ada Maudy Koesnaedy yang juga sudah dikenal luas. Dalam benak konsumen diharapkan iklan tersebut memiliki positioning yang lebih kuat dibandingkan iklan kecap yang sudah ada dan memiliki pembeda yang jelas. Misalnya iklan Kecap ABC yang juga gencar ditayangkan di televisi. Iklan Kecap ABC lebih menekankan pada alur cerita, bukan endorsernya yang sudah dikenal. Sedang iklan Kecap Sedaap dengan testimonial dari Maudy Koesnaedy yang sudah terkenal sebagai selebriti, lebih menekankan pada kepuasan dalam menggunakan Kecap Sedaap karena kualitas dan rasa sedapnya yang lebih baik dibandingkan merek lain.
Pemasaran head to head Wingsfood dalam memasuki pasar kecap masih butuh waktu untuk melihat keberhasilannya. Apakah akan sesukses Mie Sedaap nantinya di pasar kecap kita? Melalui pendanaan yang kuat dan distribusi yang merata karena mendompleng distribusi Mie Sedaap, maka Kecap Sedaap diharapkan dapat lebih mudah masuk ke pasar dan merebut hati konsumen sehingga konsumen kemudian melakukan brand switching dari merek kecap lain. q - m
Drs Nur Feriyanto MSi,
Staf Pengajar Pascasarjana Ekonomi UII Yogyakarta.

Jumat, April 25, 2008

Buang Limbah ke Sungai, Haram! Fatwa MUI Jatim


 

suarasurabaya.net http://www.suarasurabaya.net/v05/kelanakota/?id=628854c7006150ef125c072629f1b0ac200851424

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim mengeluarkan Fatwa sementara, haram untuk membuang limbah industri dan domestik ke sungai tanpa melalui pengolahan.

Fatwa haram ini dikeluarkan MUI Jatim setelah menggelar rapat konsultasi bersama sejumlah instansi seperti PDAM Surabaya, Bappelda Propinsi Jatim, Dinas Kesehatan dan para ahli di kantor MUI Jatim, Kamis (24/04).

Selain fatwa haram pembuangan limbah industri dan domestik ke sungai, MUI Jatim merekomendasikan pada Pemerintah Propinsi Jatim dan kabupaten/kota untuk menindak tegas industri dan oknum yang membuang limbah tanpa pengolahan ke sungai. Lembaga legislatif juga diminta menetapkan aturan yang tegas untuk menjaga kualitas sungai.

KH ABDUSSOMAD BUCHORI Ketua MUI Jatim pada suarasurabaya.net mengatakan, meskipun fatwa ini menyebut terminologi sungai namun substansi pembahasan fatwa sebenarnya mengacu pada Kali Surabaya.

Fatwa ini tegas ABDUSSOMAD merupakan kesimpulan sementara yang dihasilkan dan perlu ada penajaman dengan mengundang instansi lain untuk meneliti masalah-masalah yang ada.

"Dalam pembahasan fatwa ini memang ada beberapa hal yang agak rumit karena kondisi air Kali Surabaya di setiap titik tidak sama. Untuk itu diperlukan kajian dengan informasi yang lengkap sehingga fatwa bisa dikeluarkan demi kemaslahatan umat," ujarnya.

Ditanya mengenai konsekuensi mengenai fatwa sementara ini, ABDUSSOMAD menjelaskanm secara agama membuang limbah tanpa diolah ke sungai itu dosa. "Ini soal pertanggungjawaban pada Allah SWT," jelas ABDUSSOMAD.

Apakah dengan fatwa ini Kali Surabaya najis menurut agama Islam, ABDUSSOMAD mengatakan, pihaknya tidak ingin gegabah karena suatu benda yang suci terkena najis dalam fikiq disebut mutanajis dan itu bisa disucikan kembali. Namun tegasnya, soal itu perlu kajian lebih lanjut.(edy/ipg/ipg)

Selasa, April 22, 2008

Semiloka Energi dan Linngkungan

Pada tanggal 22 dan 23 April 2008 Bu sri Suhartini mengikuti Semiloka di Semarang (UNDIP). beliau membawakan makalah yangn berjudul : Potensi penerapan cleaner production pada industri kecil sebagai upaya efisiensi energi dan pengurangan limbah"
selamat berseminar. kita tunggu oleh-olehnya.
lab

Selasa, April 15, 2008

Biopestisida

RAHMI YULIFIANTI (alumni TIP – FTP – UB)


 

Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur). Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida dan herbisida biologi telah banyak diteliti, tetapi belum banyak dipakai.


 

Jenis-jenis Biopestisida

Jenis-jenis biopestisida, antara lain :

  1. Insektisida biologi (Bioinsektisida)

Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya (Sastroutomo, 1992).

    Pada saat ini hanya beberapa insektisida biologi yang sudah digunakan dan diperdagangkan secara luas. Mikroba patogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis (Khetan, 2001). Bacillus thuringiensis var. kurstaki telah diproduksi sebagai insektisida biologi dan diperdagangkan dalam berbagai nama seperti Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan dan Bactospeine. Bacillus thuringiensis var. Israelensis diperdagangkan dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. Jenis insektisida ini efektif untuk membasmi larva nyamuk dan lalat (Sastroutomo, 1992).

    Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa, Nosema locustae, yang telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jengkerik. Nama dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper. Cacing yang pertama kali didaftarkan sebagai insektisida ialah Neoplectana carpocapsae, yang diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield. Insektisida ini digunakan untuk membunuh semua bentuk rayap (Sastroutomo, 1992).

  1. Herbisida biologi (Bioherbisida)

    Termasuk dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine yang berasal dari Phytophthora palmivora yang digunakan untuk mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. Bioherbisida yang kedua dengan menggunakan Colletotrichum gloeosporioides yang diperdagangkan dengan nama Collego dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika (Sastroutomo, 1992).

  1. Fungisida biologi (Biofungisida)

    Biofungisida menyediakan alternatif yang dipakai untuk mengendalikan penyakit jamur. Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah spora Trichoderma sp. digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu fusarium pada cabai.Merek dagangnya ialah Saco P dan Biotri P (Novizan, 2002).

    Biofungisida lainnya menurut Novizan (2002), yaitu Gliocladium spesies G. roseum dan G. virens. Produk komersialnya sudah dapat dijumpai di Indonesia dengan merek dagang Ganodium P yang direkomendasikan untuk mengendalikan busuk akar pada cabai akibat serangan jamur Sclerotium Rolfsii.

    Bacillus subtilis yang merupakan bakteri saprofit mampu mengendalikan serangan jamur Fusarium sp. pada tanaman tomat. Bakteri ini telah diproduksi secara masal dengan merek dagang Emva dan Harmoni BS (Novizan, 2002).

Senin, April 14, 2008

Ampas Tebu

Syaiful Anwar (Alumni TIP – FTP – UB)

Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim, 2007e).

Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Husin (2007) menambahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan
(Husin, 2007).

Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin (Husin, 2007).

Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel 2. berikut:

Tabel 2. Komposisi kimia ampas tebu

Kandungan

Kadar (%)

Abu

Lignin

Selulosa

Sari

Pentosan

SiO2

3,82

22,09

37,65

1,81

27,97

3,01



Pada umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar bagi pabrik yang bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut mengalami pengeringan. Disamping untuk bahan bakar, ampas tebu juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas, particleboard, fibreboard, dan lain-lain (Indriani dan Sumiarsih, 1992).

Daftar Pustaka

----------. 2007b. Hasil Giling 57 Pabrik Gula Capai 1,43 Juta Ton. http://suaramerdeka.com/ cybernews/ harian/ 0709/17/ nas22 .htm. Diakses Tanggal 2 Oktober 2007.

----------. 2007c. Particleboard. http://www.pbmdf.com/ AboutCPA/index. asp?bid=528. Diakses tanggal 1 Februari 2007.

Husin, A. A. 2007. Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan. http://www.kimpraswil.go.id/balitbang/puskim/Homepage%20Modul%202003/modulc1/MAKALAH%20C1_3.pdf . Diakses tanggal 1 Februari 2007

Indriyani, Y. H. dan E. Sumiarsih. 1992. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta

Kamis, April 10, 2008

HASIL KUISONER PBM PERANCANGAN PRODUK

    
       

NO

PERTANYAAN

NIL 1

NIL 2

NIL 3

NIL 4

RERATA

1

Pemahaman materi kuliah

0

3

45

23

3.28

2

Kesesuaian materi dg GBPP

0

2

43

26

3.34

3

variasi contoh

0

1

25

45

3.62

4

tugas

3

3

18

47

3.54

5

kesempatan bertanya

  

1

12

58

3.80

6

suasana pembelajaran

  

6

37

28

3.31

7

efektifitas perkuliahan

  

3

37

31

3.39

8

motivasi

  

3

47

21

3.25

9

RERATA

0.38

2.75

33.00

34.88

3.44

10

PERSENTASE

0.53

3.87

46.48

49.12

  

1 = Sangat tidak …… 4 = sangat setuju

Hasil dari 71 responden (skala nilai 1 s/d 4)

  1. Rerata PBM = 3,44 dengan nilai terendah pada pemberian motivasi (3,25) an tertinggi pada kesempatan bertanya (3,80)
  2. Kurangnya motivasi disebabkan klas yang besar sehingga tidak dapat menjangkau seluruh mahasiswa, bahkan ada yang ngantuk.
  3. Kesempatan bertanya cukup luas hal ini disebabkan pertanyaan dapat dilakukan di kelas, lewat blog atau email.
  4. Beberapa kondisi yang masih perlu diperbaiki adalah: pemberian motivasi (3,25), agar kuliah lebih mudah dipahami (3,28). Hal ini harus didukung suasana pembelajaran yang kondusif (3,31) dengan penyesuaian materi dengan GBPP (3,34) sehingga tercapai efektivias perkuliahan (3,39).

Rabu, April 09, 2008

Payung Penelitian skripsi

Pada hari rabu tanggal 9 April 2008 telah dilakukan rapat staf lab yang mengambil keputusan:
  1. Payung penelitian skripsi: "Bioenergi dan Penanganan Limbah"
  2. Bidang keahlian staf
  • WJT (limbah cair, bioegradasi, bakteri)
  • NHT (jamur, limbah, bio-energi)
  • IRN (limbah, bakteri, bioindustri)
  • NAF (bakteri, bioindustri, limbah)
  • SSH (limbah, energi, produksi bersih)
bagi mahasiswa yang merencanakan memiloih pembimbing 2 dapat menyesuaikan keahlian dosen yang ada. semoga hasil ini mempermudah mahasiswa dalam menyelesaikan studi/skripsi

Selasa, April 08, 2008

Fermentasi Etanol dari Tetes (molasse)

Purwani (Alumni TIP – FTP – UB)    

Menurut Judoamidjojo, dkk.(1992) tetes merupakan hasil samping proses pembuatan gula. Tetes mengandung sejumlah besar gula, baik sukrosa maupun gula pereduksi. Total kandungan gula berkisar 48-56% dan pHnya sekitar 5,5-5,6 (Sa'id, 1987). Dua bentuk molase kedua-duanya adalah hasil samping industri gula tebu, seringkali digunakan dalam proses fermentasi. Pertama adalah molase hitam yang mengandung residu merupakan hasil samping setelah dilakukan operasi kristalisasi gula tebu (cairan gula). Molase hitam mengandung 50% bobot gula yang terdiri dari 60-70% sukrosa dan gula invert. Bentuk kedua adalah molase pekat yaitu cairan gula yang diuapkan sehingga mengandung 70-80% gula yang terdiri dari 70% gula invert (Sailah dan Noor, 1989).

    Untuk pembuatan etanol, tetes harus mendapat perlakuan pendahuluan. Hal tersebut disebabkan karena tetes bersifat kental, kadar gula dan pH-nya masih terlalu tinggi serta nutrisi yang dibutuhkan khamir belum mencukupi dalam tetes ini. Dalam pembuatan etanol tersebut, mula-mula tetes diencerkan dengan air sehingga konsentrasi gulanya menjadi 14-18 persen. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi akan berakibat buruk pada khamir yang digunakan atau alkohol yang dihasilkan akan menghambat aktivitas khamir. Akibat lain jika konsentrasi gula terlalu tinggi maka waktu fermentasinya lebih lama dan sebagian gula tidak terkonversi (Sa'id, 1987).

    Dibandingkan dengan medium padat, medium cair mempunyai beberapa kelebihan, yaitu antara lain jenis dan konsentrasi komponen-komponen medium dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan, dapat memberikan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan dan pemakaian medium lebih efisien. Fermentasi medium cair dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch culture), fermentasi kontinyu dan fermentasi fed-batch (Rahman, 1992).

Kamis, April 03, 2008

Selamat menempuh Hidup Baru

Kami staf Laboratorium Bioindustri mengucapkan selamat menempuh hidup baru kepada Richarde Gama STP dan Sika Anggita Prama A, STP, MP semoga menjadi keluarga yang sakinah dan jadikan keluarga sebagai syurga duniamu.

Kami yang turut berbahagia.

Keluarga besar laboratorium Bioindustri.

Selasa, April 01, 2008

Yoghurt

ROS WANDANSARI (Alumni TIP)

Yoghurt merupakan probiotik yaitu suplemen berupa organisme hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan di dalam usus. Organisme probiotik yang digunakan untuk konsumsi manusia umumnya adalah penghasil asam laktat Lactobacillus delbrueckii sub spesies bulgaricus dan Streptococcus salivarius sub spesies thermophilus (Rohdiana, 2007). Dimana memiliki keunggulan sebagai sumber probiotik karena mengandung asam amino pendek yang mampu menurunkan tekanan darah, komponen yang dapat meningkatkan kekebalan, dan zat yang mampu menghambat kerja enzim pembentuk kolesterol sehingga menurunkan kolesterol dalam tubuh (Silalahi, 2006), selain itu juga mudah untuk dicerna karena sebagian komponennya telah dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana, misalnya glukosa, galaktosa, dan asam amino (Anonim, 1995).

Semakin meningkat dan berkembangnya peranan jaminan mutu atau standarisasi mutu yoghurt di masyarakat internasional, maka penerapan standardisasi semakin dituntut untuk melaksanakan standar mutu ISO 9001:2000 sehingga mampu bersaing di pasar negara maju. Syarat mutu yoghurt menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2981-1992 ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu yoghurt menurut SNI (01-2981-1992)

Kriteria Uji 

Satuan 

Persyaratan 

1. Keadaan 

  
  1. Kenampakan
 

Cairan kental-semi padat 

  1. Bau
 

Normal/khas 

  1. Rasa
 

Asam/khas 

  1. Konsistensi
 

Homogen 

2. Lemak

% b/b 

Max. 3,8 

3. Bahan kering tanpa lemak 

% b/b 

Min. 8,2 

4. Protein 

% b/b 

Min. 3,5 

5. Abu 

% b/b 

Max. 1 

6. Jumlah asam

% b/b 

0,5-2 

7. Cemaran/logam 

  
  1. Timbal (Pb)

mg/kg 

Max. 0,3

  1. Tembaga (Cu)

mg/kg 

Max. 20

  1. Timah (Sn)

mg/kg 

Max. 40 

  1. Raksa (Hg)

mg/kg 

Max. 0,03 

  1. Arsen (As)

mg/kg 

Max. 0,1 

8. Cemaran mikrobiologi 

  
  1. Bakteri koliform

cfu/gr 

Max. 10 

  1. Escheria coli

cfu/gr 

<3

  1. TPC (Total Plate Count)

juta/ml 

10-30 

  1. Salmonella
 

negatif 

9. pH 

% 

4-4,5 

Sumber : Anonim (1992)


 

2.3.1 Proses Pembuatan Yoghurt Kacang Tunggak Instan

    Proses pembuatan yoghurt kacang tunggak instan adalah sebagai berikut:

  1. Kacang disortasi untuk memperoleh kacang yang baik. Kacang direndam pada air selama 12 jam kemudian diblender, dengan perbandingan air : kacang (2 : 1). Susu disaring menggunakan saringan kain tipis. Filtrat ditambah gula 10% dan didihkan sambil diaduk. Dilakukan penambahan susu skim 2% diaduk selama 5 menit pada api kecil. (Chen et al., 1983).
  2. Susu kacang dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 15 menit agar tidak terjadi denaturasi protein (Mann, 2003), kemudian didinginkan sampai suhu 370 C supaya starter yang akan diinokulasikan dapat tumbuh dengan optimum (Laval, 1980). Media susu kacang dimasukkan ke dalam fermentor steril. Starter sebanyak 2-5% diinokulasikan ke dalam fermentor. Fermentasi dilaksanakan selama 24 jam pada suhu ruang (Widowati dan Misgiyarta, 2007).
  3. Yoghurt kacang tunggak dikeringkan dengan oven vakum/ oven/ pengering maka jadilah yoghurt instant (Anonim, 2007).