Kamis, September 25, 2008

Fermentasi Wine

Kelompok 6

Keanekaragaman pangan yang ada di nusantara ini tidak terlepas dari kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia yang plural. Kalau diperhatikan dengan seksama tidak sedikit dari produk pangan yang dikembangkan merupakan hasil dari fermentasi. Salah satu jenis mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi adalah yeast(khamir).

Salah satu contoh proses fermentasi yaitu pada proses pembuatan wine. Wine dibuat dengan bioproses traditional dan modern. Anggur merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan wine karena memiliki kandungan glukosa yang tinggi yaitu 75-150 mg/ml. Dalam proses fermentasinya khamir yang biasa digunakan yaitu saccharomyces cerevisiae.

Pada pembuatan wine tedapat tahapan-tahapan proses:

  1. Penghancuran dan perlakuan anggur sebelum fermentasi

Proses pertamakali yang dilakukan adalah menghancurkan anggur. Untuk wine putih kulit dari anggur dihilangkan, sedangkan wine merah dihancurkan beserta kulitnya. Setelah itu dilakukan pendinginan pada suhu 5 – 10 o C dalam waktu 24 – 48 jam dengan bantuan enzim pectolitic untuk menghancurkan material anggur.

  1. Fermentasi alkohol

Secara tradisional fermantasi dari anggur dilakukan di dalam tangki kayu yang besar atau tangki beton, tetapi kebanyakan wine modern sekarang menggunakan tangki stainless steel yang canggih
dengan fasilitas pengontrol suhu, alat pembersih dan lainnya. Anggur putih secara umum difermentasi pada suhu 10-18 derajat celcius untuk 7-14 hari atau lebih, sedangkan Anggur merah difermentasi antara 7 hari dengan suhu antara 20-30oC. Pada fermentasi ini yeast yang digunakan yaitu saccharomyces
cerevisiae
yang diinokulasi dalam jus dengan populasi 106-107 cells/ml.

  1. Fermentasi Malolactic

Fermentasi ini terjadi alami 2 sampai 3 minggu setelah fermentasi alkohol selesai, dan berakhir 2 sampai 4 minggu
Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5. Penurunan kadar keasaman dengan fermentasi ini membuat wine lebih lembut, rasa yang matang dan rasa yang lebih menarik. Tidak semua jenis wine memerlukan proses fermentasi malolactic.

  1. Proses setelah fermentasi

Kebanyakan wine putih tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama setelah fermentasi alkohol atau fermentasi malolactic selesai. Pada wine merah yang sudah tua antara 1 sampai 2 tahun disimpan dalam tangki kayu (biasanya kayu oak). Selama ini, reaksi kimia ini memberikan kontribusi pada perkembangan rasa antara wine dan ekstrak komponen dari tangki kayu. Poin yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan penuaan adalah pengeluaran oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas antara 20 sampai 25 μg/ml. Sebelum pengemasan, wine mungkin disimpan di tempat yang bersuhu dingin antara 5-10oC untuk mengendapkan kotoran.

  1. Citarasa wine

Wine memiliki cita rasa tersendiri yang berasal dari anggur dan proses operasinya yang termasuk fermentasi alkohol, fermentasi malolactic dan penuaan. Kontribusi anggur dari banyak komponen yang mudah menguap (misal terpenes) itu memberikan wine variasi rasa.

    

    Setelah melalui tahapan-tahapn tersebut wine bias langsung dikemas dan dipasarkan atau dikonsumsi.


 

KHAMIR GENUS CANDIDA UNTUK BIOREMEDIASI LINGKUNGAN TERCEMAR HIDROKARBON

Dewasa ini pencemaran lingkungan di muka bumi semakin meningkat. Pencemaran lingkungan oleh senyawa hidrokarbon minyak terus mengalami peningkatan dan telah menimbulkan dampak yang berarti bagi kesehatan organisme hidup.Hal ini dikarenakan keegoisan manusia dalam memanfaatkan potensi alam tanpa memperdulikan akibat yang ditimbulkan dari hasil eksploitasi. Salah satu pencemaran tersebut adalah pencemaran yang ditimbulkan dari banyaknya tumpahan-tumpahan minyak bumi di lautan.

Minyak bumi kasar atau baru keluar dari sumur eksplorasi mengandung ribuan zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik.

Tumpahan minyak bumi merupakan salah satu jenis polutan laut, yang kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).

Polutan tersebut mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut tersebut dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia.

Mikroba yang digunakan dalam mendegradasi minyak yang telah mencemari air laut adalah mikroba dari genus Candida. Cara yang digunakan isolat Candida dalam mendegradasi minyak dengan memanfaatkan hidrokarbon minyak untuk pertumbuhan dengan memotong hidrokarbon alifatik dan aromatic (Nurhariyati dkk, 2006).

1. Pendegradasian Hidrokarbon Alifatik jenuh oleh mikroorganisme meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.

2. Pendegradasian Hidrokarbon Aromatik oleh mikroorganisme yaitu metabolisme senyawa ini oleh mikroorganisme diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.

Secara umum, proses pendegradasian minyak bumi yaitu: Pada saat isolat candida melakukan biodegradasi pada hidrokarbon, candida memproduksi biosurfaktan (Nurhariyati, 2004). Biosurfaktan adalah surfaktan yang disintesis oleh mikroorganisme, terutama jika mereka ditumbuhkan pada substrat yang tidak larut dalam air. Dengan adanya surfakatan yang disintesis oleh mikroorganisme, minyak yang mencemari air laut dapat larut dalam air, dikarenakan surfaktan dapat mereduksi tegangan permukaan dan membentuk emulsi. (aQi, 2008)

Penelitian pertumbuhan isolate candida telah dilakukan oleh Nurhariyati (2004) dengan menumbuhkan dua isolat Candida sp. (Candida sp. B dan Candida sp. F ) pada media cair selektif yang berisi air laut sintetis dan substrat heksadekana (20 g/l) sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Kultur diinkubasikan pada shaker inkubator pada suhu 30° C dan agitasi 100 rpm selama 14 hari. Jumlah Candida yang telah dikembangkan pada laboratorium digunakan untuk bioremediasi laut.

Pembuatan Artikel ini telah didapat dari beberapa sumber referensi, diharapkan dapat menambah ilmu kita dalam memperbaiki lingkungan yang mulai tercemar. Pada artikel ini khususnya pencemaran yang ada di laut dengan memanfaatkan mikroba sebagai pendegradasi tumpahan minyak, Semoga Bermanfaat.

Crew penyusun :

Nova Alemina S 0711033009

Lailia Zulfa 0711033017

Dian Fitrohtin 0711030011

Ariesta Windi A 0711030013

Dwi Putri P 0711030021

Norma Eka Sari N 0711030023

Rindha Ayu R 0711030033

Fia Birtha A 0711030043

Lia Ristiyana 0711030061

Selasa, September 16, 2008

Pestisida alami pembasmi jentik nyamuk

Kelompok 9

Seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di bidang pertanian, kini insektisida tidak lagi bersifat kimia yang menyebabkan resisten bila digunakan dalam jangka waktu tertentu. Insektisida yang saat ini digunakan berasal dari mikroorganisme yaitu mikroba yang bersifat spesifik, yang hanya menyerang serangga tertentu dan tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang biasa disebut bioinsektisida..

    Salah satu penggunaannya saat ini adalah dalam pembasmian jentik-jentik nyamuk. Bakteri yang digunakan sebagai vector adalah Bacilus thuringiensis
israelensis strain H-14 (Bti). Bakteri ini memproduksi Delta endotoksin yang merupakan bahan aktif yang bersifat patogen apabila dimakan oleh jentik nyamuk. Dalam waktu kurang dari 24 jam, jentik nyamuk akan mati. Bacillus thuringiensis var. Israelensis diperdagangkan dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. (Lahulima, 2008).

    Bakteri ini dapat memiliki kemampuan untuk membentuk kristal (tubuh paraspora) bersamaan dengan pembentukan spora. Kristal ini merupakan senyawa mengandung toksin (Delta endotoksin) yang tersusun atas subunit-subunit protein yang berbentuk batang atau halter, yang mempunyai berat molekul 130-140 kDa yang berupa protoksin. Ketika kristal protoksin ini masuk ke dalam tubuh serangga, oleh aktivitas proteolisis dalam system pencernaan serangga dapat diubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (dengan berat molekul 27-149 kDa) dan bersifat toksin.

    Di dalam saluran pencernaan serangga toksin akan aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga. Toksin Bt ini menyebabkan terbentuknya pori-pori (lubang yang sangat kecil) di sel membrane pada saluran pencernaan. Hal ini mengganggu keseimbangan osmotic sel-sel serangga tersebut. Bila keseimbangan osmotic terganggu, sel akan menjadi bengkak dan pecah, yang akhirnya akan menyebabkan matinya serangga (Hofte dan Whiteley, 1989)

Bila sasaran dari bioinsektisida adalah jentik nyamuk Anopheles, maka spora tersebut harus mengapung. Sebaliknya, bila sasarannya jentik nyamuk Aedes aegypti maka spora tersebut harus berada di dasar. Dengan demikian, bila bioinsektisida akan digunakan untuk mengendalikan jentik-jentik Anopheles dan Aedes aegypti, bahannya harus dibuat sedemikian rupa sesuai dengan perilaku jentik-jentik nyamuk tersebut.

    Perbanyakan bakteri ini dapat menggunakan pemanfaatan air kelapa, yang merupakan limbah pada pembuatan Virgin Coconut Oil atau menggunakan air rendaman kedelai, yang juga limbah pada pembuatan tahu dan tempe yang belum termanfaatkan (R.A Yuniarti, 2005)

Air kelapa dapat dijadikan media hidup bakteri Bacillus thuringiensis karena mengandung karbohidrat sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, sorbitol, inositol, dan lain-lain. Unsur nitrogen berupa protein, tersusun dari asam amino, seperti alin, arginin, alanin, sistin, dan serin. Selain karbohidrat dan protein, air kelapa juga mengandung unsur mikro berupa mineral yang dibutuhkan tubuh. Mineral tersebut di antaranya Kalium (K), natirum (Na), kalsium (Ca), magnesium (Mg), ferum (Fe), cuprum (Cu), fosfor (P), dan sulfur (S). Jika diteliti lagi, dalam air kelapa juga terdapat berbagai vitamin. Sebut saja vitamin C, asam nikotinat, asam pantotenat, asam folat, biotin, riboflavin, dan sebagainya.

    
 

        

Bakteri Geobacter sebagai Microbial Fuel Cell


 

Oleh kelompok 4:

  •  

Agung Rahmat S.

Dwi Agus

Fazlurrahman Faris

Firdha Anggasta

Febrina Grace

Palmira Ayu C.

Rheysa Permatasari

Yulvi Nizar N.

 

Bakteri Geobacter

Geobacter termasuk dalam genus proteobacteria. Geobacter yang pertama ditemukan di tambang batu bara di Sungai Potomac, Washington D.C. 1987. Bakteri ini bersifat anaerob, yaitu hidup pada tempat yang tidak ada oksigen. Geobacter ditemukan sebagai organisme pertama dengan kemampuan mengoksidasi komponen organik dan metal, termasuk besi, metal radioaktif dan komponen petroleum yang termasuk dalam lingkungan karbon dioksida yang tidak berbahaya saat menggerakkan besi oksida atau metal lain yang tersedia sebagai elektron penerima. Materi metabolisme geobacter dihasilkan dari 'pili' yang berukuran antara 3-5 nanometer seperti satuan yang melepas electron diantara makanan dan tubuh geobacter. Kemampuan ini menjadikan bakteri geobacter, mampu menguraikan limbah sekaligus menghasilkan listrik.


Spesies geobacter pertama dikenal dengan Geobacter metallireucens, merupakan organisme pertama yang ditemukan mengoksidasi komponen organik menjadi carbon dioksida dengan besi oksida sebagai penerima electron. Dengan kata lain, keuntungan energi Geobacter metallireducens dengan menggunakan besi oksida (karat-sepeti mineral) sama dengan kasus penggunaan oksigen pada manusia. Sebagai garis besar, Geobacter metallireducens dan spesies geobacter lain yang telah diisolasi sebagai model dari transforasi besi pada modem tanah akan menjelaskan fenomena geological, seperti akumulasi besar dari magnetite dalam formasi besi kuno.

Microbial Fuel Cell (Sel Bahan Bakar Mikroba)

Menciptakan kondisi alami, memicu peneliti menemukan suatu jenis bahan bakar baru, yaitu microbial fuel cell (sel bahan bakar mikroba). Semua jenis sel bahan bakar menghasilkan listrik, dengan memproduksi dan mengendalikan suatu arus elektron. Sel-sel konvensional, termasuk menggunakan pintalan dan dalam beberapa mobil prototipe, memperoleh elektron dengan melepaskan atom hidrogen. Dalam melakukan itu, sel-sel bahan bakar ini harus diberi persediaan hidrogen secara tetap. Sel bahan bakar mikroba memperoleh elektron dari limbah organik. Bakteri hidup dengan limbah sebagai bagian dari proses pencernaan mereka. Geobacter, menurut peneliti ini dapat `dibujuk` untuk menyampaikan elektron secara langsung kepada elektroda sel bahan bakar ke dalam suatu sirkuit. Ketika elektron dialirkan sepanjang sirkuit, mereka menghasilkan listrik. Sel bahan-bakar mikroba ini telah dicoba untuk menghasilkan listrik pada saat proses memurnikan limbah cair domestik.

Namun masih ditemukan beberapa kendala mekanisme, pemindahan elektroda oleh geobacter yang masih lambat. Peneliti masih harus mengetahui bagaimana membuat mekanisme ini lebih cepat dan menghasilkan tenaga yang lebih kuat. Sampai sejauh ini peneliti memiliki banyak gagasan, termasuk kemungkinan faktor voltase pada elektroda. Model pembangkit listrik Geobacter metallireucens itu dalam uji coba di laboratorium, saat ini baru mampu mengisi baterai telefon seluler dan kalkulator atau menyalakan satu lampu LED. Daya listrik yang dibangkitkan memang masih terlalu kecil, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, namun sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang paling mendasar di zaman teknologi komunikasi yang semakin maju.

Senin, September 15, 2008

Bakteri Thiobacillus ferrooxidans sebagai penanganan limbah pertambangan (Batu Bara)

Disusun oleh kelompok 7

Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.

Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.

Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batu bara. Pembakaran batu bara merupakan metode pemanfaatan batu bara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah yang muncul sebagai akibat pembakaran langsung batu bara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur yang terdapat dalam batu bara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan.

Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan oleh oksida-oksida belerang yang timbul akibat pembakaran batubara tersebut sehingga mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma masakan atau minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan).

Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi, dan biologis. Penyingkiran sulfur secara biologis atau biodesulfurisasi adalah metode penyingkiran sulfur dengan menggunakan mikroba yang paling murah dan paling sederhana. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu: temperatur, pH, medium nutrisi, konsentrasi sel, konsentrasi batu bara, ukuran partikel, komposisi medium, kecepatan aerasi COÌ, penambahan partikulat dan surfaktan, serta interaksi dengan mikroorganisme lain. Cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasan clean coal combustion melalui desulfurisasi batubara.
Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.

Dalam proses penanganan limbah pertambangan secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.



 

Gambar Bakteri Thiobacillus ferrooxidans


 

Adanya oksidasi pirit merupakan penyebab utama munculnya permasalahan di lahan sulfat masam. Menurut Dent (1986); Alloway dan Ayres (1997) proses oksidasi pirit pada tanah sulfat masam terjadi dalam beberapa tahap dan melibatkan proses kimia serta mikrobiologi. Mula-mula oksigen terlarut dalam air tanah bereaksi lambat dengan pirit, menghasilkan besi fero (Fe2+) dan sulfat atau unsur belerang. Reaksi tersebut adalah sebagai berikut :

FeS2 + ½ O2 + 2 H+ à Fe2+ + 2 S + H2O

Oksidasi belerang oleh oksigen terjadi sangat lambat, tetapi dengan bantuan bakteri autotrop yang berperan sebagai katalisator, proses berjalan dengan reaksi sebagai berikut:

S + 3/2 O2 + H2O à SO42- + 2 H+

Menurut Anonim (2002b), bakteri tersebut adalah Thiobacillus thiooxidans dan merupakan bakteri chemolithotrophs yang menggunakan S yang tereduksi sebagai sumber energi. Asam sulfat merupakan hasil akhir dari reaksi tersebut dan menyebabkan pH lingkungan disekitarnya 2 atau kurang. Menurut Anonim (2002a) beberapa bakteri pengoksidasi yang toleran terhadap kemasaman adalah Thiobacillus ferrooxidans, Thiobacillus thiooxidans pada pH 2-3, dan Thiobacillus acidophilus pada pH 1,4.

Menurut Breemen (1993), kecepatan penurunan pH akibat oksidasi pirit ditentukan oleh jumlah pirit, kecepatan oksidasi, kecepatan perubahan hasil oksidasi, dan kapasitas netralisasi.


Gambar. Penguraian pada FeS2

Dari uraian proses oksidasi senyawa pirit diatas terlihat bahwa mikroorganisma (bakteri pengoksidasi) sangat berperan sekali dalam proses oksidasi senyawa pirit, baik sebagai pengoksidasi sulfat maupun besi. Tanpa adanya bakteri sebagai katalisator proses oksidasi secara kimia berjalan sangat lambat. Berdasarkan perhitungan, oksidasi yang disebabkan oleh mikroba beberapa ratus kali lipat lebih besar dibanding oksidasi secara kimia.

Proses oksidasi senyawa pirit dan reduksi dari ion atau senyawa yang dihasilkannya terjadi secara kimia dan biologi.Dalam proses penanganan limbah pertambangan secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.

Kamis, September 11, 2008

Keluarga Baru Lab Bioindustri

Pada Hari Selasa 10 September 2008, mbak Yuli Laboran Bioindustri melahirkan putra pertamanya di Melati Husada jl kawi Malang. Putra pertama tersebut diberi nama RAHARDIAN AL FARIZI
semoga menjadi anak yang shaleh dan membahagiakan orang tua.
kami keluarga besar bioindustri turut berbahagia
atas nama seluruh warga Bioindustri
tertanda
ketua
Nur Hidayat

Senin, September 08, 2008

Menghitung Biaya produksi dan Pemasaran Jamur Tiram Segar

Dalam budidaya jamur tiram, maka fakto pemasaran dan penentuan harga jual produk menjadi penting untuk diperhatikan. Berapa harga yang harus ditentukan agar kita tidak rugi. Berapa persentase tiap komponen yang perlu diperhitungkan agar layak tidaknya usaha kita dapat diperkirakan. Disini akan kami coba paparkan secara sederhana perhitungan biaya produksi dengan contoh rupiah dan persentase. Contoh rupiah untuk memudahkan. Namun karena harga bahan baku ataupun yang lain serta harga pasar berfluktuasi maka angka persen diharapkan akan mempermudah perhitungan. Angka-angka yang ada akan mudah dikembangkan jika diolah dengan worksheet seperti excel dsb. Komponen yang dilibatkan jug dapat ditambah, persentase dapt diubah dan sebagainya sesuai kondisi yang ada.

Pada tulisan ini dibuat singkat karena terbatasnya ruang. Silahkan dikembangkan sendiri.

Diasumsikan(berdasar hitungan yang dilakukan oleh usaha yang sedang dijalankan) biaya produksi per kg jamur adalah Rp 4.460,-. Perajin/Petani dapat mengambil untung sebesar (60 %) yaitu Rp 2.740,- sehingga harga jual per kg jamur adalah Rp 7.200,- Ingat harga ini adalah harga ditingkat petani atau harga tangan pertama yaitu di tempat panen. Untuk mencapai harga sebenarnya masih banyak yang harus diperhitungkan.

Biaya produksi ditingkat petani (Rp 4.460,-) dihitung berdasarkan biaya tidak tetap (82,20%) dari total biaya produksi dan biaya tetap 13,70%. Biaya tidak tetap mencakup: jerami, bekatul, kapur, pembibitan, polibag, pupuk, kompos dan sebagainya yang umum digunakan. Biaya tetap mencakup depresiasi alat dan kombong serta tenaga kerja. Tenaga kerja dapat dihitung sebagai biaya tetap atau tidak tetap tergantung pelaksanaan di temapt usaha. Pada industry kecil sering masuk biaya tidak tetap karena mereka bekerja sesuai pekerjaan saat proses produksi yang dibayar harian.

Hitung total biaya produksi anda (misal Rp 7.045.200,-), hitung total pendapatan anda yaitu jumlah jamur yang dihasilkan dikalikan harga jual tingkat petani (missal Rp 11.376.000,-), lalu bagilah total biaya produksi dengan total pendapatan jika diperoleh 1: 1,61 (0,62 atau lebih besar dari 0,60) maka usaha anda ini layak untuk dilakukan. Jika kurang harap diperhitungkan kembali beberapa factor biaya dan juga harga jual yang anda tetapkan.

Pada penjualan jamur segar petani dapat menggunakan penjualan sendiri namun cara ini kurang efektif jika hasil cukup banyak dan semakin besar sehingga mau tidak mau kiat menggunakan jasa pedagang grosir atau pedagang eceran dalam bentuk pasar, rook atau supermarket. Tentunya masing-masing tingkat pedagang ingin memperoleh keuntungan. Semakin panjang rantai penjualan sampai ke konsumen maka beda dengan harga jual di tingkat petani akan semakin besar. Biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan pula dengan pajak dan transportasi. Umumnya harga jual ditingkat petani adalah 60% dari harga jual ke konsumen. Artinya harga jual yang kita tetapkan maksimum adalah 60 % dari harga yang berlaku di pasar.

Penambahan biaya sebesar 40 % meliputi: biaya pemasaran sampai ke tingkat pedagang eceran sebesar 8,33% (besar kecilnya ini tergantung daerah dan panjang pendeknya jalur) sehingga harga sampi ke pengecer menajdi Rp 8.100,-. Pengecer harus mengambil untuk untuk penjualananya (biasanya sebesar 20 %, disini dianggap mengambil untung 31,67%) maka harga di tingkat pengecer menjadi Rp 12.000,- per kg. apakah harga ini dapat anda capai. Harga jual ke konsumen sebesar Rp 12.000,- adalah harga perkiraan anda untuk melihat apakah lebih tinggi atau lebih rendah dari harga yang sesungguhnya ada. Agar anda tahu untung tidak usaha yang akan kita lakukan jika menggunakan jasa orang lain (rantai distribusi). Biasanya setiap rantai menentukan biaya sendiri sehingga persentase yang ditulis bukanlah harga mati jadi dapat diubah sesuai dengan situasi di sekitar tempat usaha.

Produk jamur tiran yang dijual di pasar sering telah mengalami proses lebih lanjut missal pengemasan dan pendinginan. Penjualan dengan cara ini jug akan menambah biaya dn harga jualnya. Macam kemasan akan mempengaruhi harga jualnya. Jika produk ini yang anda pakai maka ada penambahan biaya lagi harga ditingkat petani bisa tidak lagi 60% tapi dapat turun sampai menjadi 20% jika produk dikemas dalam kaleng dan sebaginya.

Jadi saat anda menentukan harga jual maka lihat harga jual di tingkat konsumen, kemudian tarik mundur apakah harga yang anda tetapkan dapat bersaing. Jug untuk menentukan harga minimal yang harus anda tetapkan apabila produk anda akan dibeli oleh distributor (apakah anada harus mengantar produk ke distributor atau distributor yang akan mengambil sendiri)

Selamat mencoba menghitung usaha anda, agar anda tidak rugi dalam melakukan usaha budidaya jamur. Semoga sukses selalu menyertai anda. Amiin.

Selasa, September 02, 2008

Kuliah Bioindustri

berikut materi kuliah Bioindustri Minggu ke 2 tentang Bakteri dapat di download disini:
http://w1.uploadmb.com/dw.php?id=1220777308&/bakteri.ppt

untuk bakteri yang penting dlam industri:
http://www.ziddu.com/download/2075981/Bakterindustri.pdf.html

4.kuliah03-jamur