Senin, September 15, 2008

Bakteri Thiobacillus ferrooxidans sebagai penanganan limbah pertambangan (Batu Bara)

Disusun oleh kelompok 7

Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.

Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.

Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batu bara. Pembakaran batu bara merupakan metode pemanfaatan batu bara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah yang muncul sebagai akibat pembakaran langsung batu bara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur yang terdapat dalam batu bara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan.

Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan oleh oksida-oksida belerang yang timbul akibat pembakaran batubara tersebut sehingga mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma masakan atau minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan).

Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi, dan biologis. Penyingkiran sulfur secara biologis atau biodesulfurisasi adalah metode penyingkiran sulfur dengan menggunakan mikroba yang paling murah dan paling sederhana. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu: temperatur, pH, medium nutrisi, konsentrasi sel, konsentrasi batu bara, ukuran partikel, komposisi medium, kecepatan aerasi COÌ, penambahan partikulat dan surfaktan, serta interaksi dengan mikroorganisme lain. Cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasan clean coal combustion melalui desulfurisasi batubara.
Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.

Dalam proses penanganan limbah pertambangan secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.



 

Gambar Bakteri Thiobacillus ferrooxidans


 

Adanya oksidasi pirit merupakan penyebab utama munculnya permasalahan di lahan sulfat masam. Menurut Dent (1986); Alloway dan Ayres (1997) proses oksidasi pirit pada tanah sulfat masam terjadi dalam beberapa tahap dan melibatkan proses kimia serta mikrobiologi. Mula-mula oksigen terlarut dalam air tanah bereaksi lambat dengan pirit, menghasilkan besi fero (Fe2+) dan sulfat atau unsur belerang. Reaksi tersebut adalah sebagai berikut :

FeS2 + ½ O2 + 2 H+ à Fe2+ + 2 S + H2O

Oksidasi belerang oleh oksigen terjadi sangat lambat, tetapi dengan bantuan bakteri autotrop yang berperan sebagai katalisator, proses berjalan dengan reaksi sebagai berikut:

S + 3/2 O2 + H2O à SO42- + 2 H+

Menurut Anonim (2002b), bakteri tersebut adalah Thiobacillus thiooxidans dan merupakan bakteri chemolithotrophs yang menggunakan S yang tereduksi sebagai sumber energi. Asam sulfat merupakan hasil akhir dari reaksi tersebut dan menyebabkan pH lingkungan disekitarnya 2 atau kurang. Menurut Anonim (2002a) beberapa bakteri pengoksidasi yang toleran terhadap kemasaman adalah Thiobacillus ferrooxidans, Thiobacillus thiooxidans pada pH 2-3, dan Thiobacillus acidophilus pada pH 1,4.

Menurut Breemen (1993), kecepatan penurunan pH akibat oksidasi pirit ditentukan oleh jumlah pirit, kecepatan oksidasi, kecepatan perubahan hasil oksidasi, dan kapasitas netralisasi.


Gambar. Penguraian pada FeS2

Dari uraian proses oksidasi senyawa pirit diatas terlihat bahwa mikroorganisma (bakteri pengoksidasi) sangat berperan sekali dalam proses oksidasi senyawa pirit, baik sebagai pengoksidasi sulfat maupun besi. Tanpa adanya bakteri sebagai katalisator proses oksidasi secara kimia berjalan sangat lambat. Berdasarkan perhitungan, oksidasi yang disebabkan oleh mikroba beberapa ratus kali lipat lebih besar dibanding oksidasi secara kimia.

Proses oksidasi senyawa pirit dan reduksi dari ion atau senyawa yang dihasilkannya terjadi secara kimia dan biologi.Dalam proses penanganan limbah pertambangan secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.

9 komentar:

Anonim mengatakan...

Assalamu'alaikum wr wb
artikel klompok anda sangat menarik dan bermanfaat bagi para pembaca, terlebih dapat menambah pengetahuan baru mengenai peranan pentimg bakteri dalam kaitannya sebagai desulfurisasi.Yang ingin saya tanyakan tentang penjelasan "beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu: temperatur, pH, medium nutrisi, konsentrasi sel, konsentrasi batu bara, ukuran partikel, komposisi medium, kecepatan aerasi COÌ, penambahan partikulat dan surfaktan, serta interaksi dengan mikroorganisme lain"kemudian dijelaskan Cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasan clean coal combustion melalui desulfurisasi batubara.
Mohon dijelaskan pengertian dari "clean coal combustion"itu sendiri dan bagaimana cara kerjanya sehingga dapat mengatasi faktor2 yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi?
Syukron ^_^

Anonim mengatakan...

assalamualaikum wr wb.
sebelumnya artikel dari kelompok 7 ini sangat bermanfaat sekali,dalam penanganan batu bara.
yang ingin saya tanyakan pada penjelasan di atas yaitu, ada 2 bakteri dalam desulfurrisasi, dan di situ di jelaskan bahwa mengkombinasi ke 2 bakteri dapat lebih mengoptimalkan desulfurisasi. ke 2 bakteri tersebut itu mengoptimalkan proses desulfurisasi yang mana?karena dalam proses desulfurisasi tersebut terdapat banyak sub.proses. trima kasih

Anonim mengatakan...

untuk tambahan yang di atas.
tolong jelaskan desulfurisasi secara detail karena banyak hal yang tidak jelas dalm sub.prosesnya.

ernita delliami (0711030041)

Bagus^_^ mengatakan...

FROM: SATRIA BAGUS P. (0711030017)

Di dalam artikel anda disebutkan bahwa Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur. Mungkin bisa dijelaskan, apakah Thiobacillus itu sndiri punya enzim khusus/mengeluarkan senyawa apa gitu sampai bisa mengoksidasi besi dan sulfur?

Anonim mengatakan...

assalamu'alaikum...
artikel yang anda tulis sangat inovativ untuk menangani limbah pertambangan batu bara.
Namun. ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan pertama : Dalam artikel anda di sebutkan faktor2 yang mempengaruhi bidesulfurisasi beberapa diantaranya adalah temperatur dan pH... memang berapa Temperatur dan ph yang harus di penuhi agar proses ini berjalan dengan lancar???
yang kedua : Di sebutkan pula menurut breemen kecepatan penurunan oh akibat oksidasi pirit ditentukan oleh jumlah pirit dan kapasitas netralisasi??? berpa jumlah pirit yang dibutuhkan beserta prosesnya? lalu apa yang dimakasud kapasitas netralisasi dan untuk apa??? berapa yang dibutuhkan?
Lalu untuk sekedar pengetahuan penyingkiran sulfur batu bara kan ada secara biologi, fisika, dan kimia... yang fisika dan kimia bagaimana caranya?
trima kasih...


dwi putri pratiwi / 0711030021

Anonim mengatakan...

Saya Pak Rusdi dari Malaysia.

Saya berminat dengan artikel ini. Saya mahu tanya dimanakan kita boleh dapatkan bacteria thiobacillus ini?

Kepada sesiapa yang tahu, boleh hubungi saya di alamat email: chrusdi@yahoo.com.

Anonim mengatakan...

M. IMAM SYATIBI (0711030095)

Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.
Lalu peran Thiobacillus thiooxidans disini untuk apa, dan kelebihannya selain mampu tumbuh pada sulfur?

Anonim mengatakan...

Saya juga tertarik dengan thiobacillus ferrooxidans,dan saya ingin sekali mengetahui dimana dan bagaimana cara mendapatkannya.
Apabila ada yang tahu,tolong beritahu saya di jago_52@yahoo.co.id

Anonim mengatakan...

Horass ..
Saya Agung P. Sinaga, salah satu Mahasiswa Negri di Bogor. Saya sangat tertarik membaca artikel Saudari dan saya ingin bertanya lebih rinci lagi tentang Biodesulfurisasi Batubara karena berhubungan dengan penelitian saya. Dimana saya bisa menhubungi Saudari untuk mendiskusikan hal ini lagi?
Atas perhatian Saudari, saya ucapkan Terimakasih banyak.
Mohon Tanggapannya.