Kamis, Oktober 22, 2009

Proses Pembuatan Minuman Probiotik Sari Ubi Jalar Oranye

  • Pemotongan

        Ubi jalar yang sudah dikupas dan dicuci kemudian dipotong kecil-kecil untuk memudahkan dalam penghancuran pada tahapan selanjutnya serta berguna pada saat proses blanching.

  • Blanching

    Blanching adalah pemanasan awal bahan baku yang bertujuan membunuh mikroba ikutan yang umumnya ada di permukaan bahan. Dilakukan pada suhu ±60-80°C selama 10 menit supaya tidak merusak kandungan beta karoten serta pati yang terdapat pada sari ubi jalar tidak mengalami pegendapan, hal ini kemungkinan terjadi gelatinisasi pati. Suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah (Winarno, 1991) serta dapat mencegah terjadinya browning.

  • Penghancuran

    Dilakukan menggunakan blender untuk mendapatkan sari ubi jalar dengan perbandingan ubi jalar : air = 1 : 2 agar mempermudah penyaringan.

  • Penyaringan

    Penyaringan dilakukan menggunakan kain saring untuk memisahkan ampas dengan sarinya.

  • Pengendapan

    Sari yang sudah didapatkan diendapkan menggunakan sentrifugator yang dapat memisahkan pati, supaya tidak merusak kualitas minuman probiotik yang dihasilkan, sehingga didapatkan filtrate / sari yang jernih.

  • Pemanasan

    Melalui pemanasan pada suhu ±80°C selama 10 menit, tujuannya untuk membunuh mikroba yang terikut selama proses sehingga dapat menjaga keawetan sari ubi jalar oranye.

  • Pencampuran

            Pada proses ini ditambahkan bahan tambahan seperti susu skim ke dalam sari ubi jalar oranye sebagai tambahan nutrisi bagi Bifidobacterium bifidum dan untuk menambah total padatan, membentuk tekstur yang bagus, membentuk aroma dan cita rasa, serta memperbaiki kualitas akhir produk probiotik yang dihasilkan. Pencampuran bertujuan agar bahan-bahan dapat larut dengan baik dan tidak menggumpal sehingga dapat memperbaiki kualitas akhir dan kenampakan produk.

  • Pemanasan

            Menurut Winarno (1991) pemanasan dilakukan pada suhu kurang dari 80°C selama 10 menit sebab bila dilakukan lebih dari itu dapat merusak kandungan nutrisi yang ada. Pemanasan akan menghilangkan oksigen, memacu pertumbuhan bakteri asam laktat, memecah beberapa zat dan memacu perubahan kimiawi yang menghasilkan faktor-faktor untuk pertumbuhan Bifidobacterium bifidum, serta dapat membunuh bakteri patogen.

  • Pendinginan

            Pendinginan dilakukan pada suhu ruang sampai suhu produk mencapai ±40°C agar sesuai untuk pertumbuhan Bifidobacterium bifidum.

    • Pengenceran

        Pengenceran dilakukan dengan tujuan menurunkan kandungan pati yang tidak dapat dipisahkan dengan cara disentrifugasi yang dapat merusak kualitas minuman probiotik seperti yang telah dijelaskan di atas. Pengenceran yaitu 0,5; 1; 1,5; 0,29 dan 0,71 (v/v air yang ditambahkan ke dalam sari ubi jalar oranye).

  • Inokulasi

            Inokulasi dilakukan dengan penambahan kultur starter sebanyak 2% (v/v) yang dilakukan secara aseptis, setelah itu dilakukan perhitungan jumlah Bifidobacterium bifidum dengan menggunakan haemacytometer sebagai jumlah bakteri awal yaitu sebanyak 103 log cfu/ml sebagai batas syarat tumbuh maksimal (Religinika, 2005).

  • Inkubasi

            Inkubasi dalam inkubator pada suhu yang disesuaikan dengan rancangan percobaan yaitu pada suhu 25; 35; 45; 21dan 49°C selama 15 jam.

Sabtu, Oktober 17, 2009

Biosurfaktan dari Rhodococcus erythropolis

Biossurfaktan adalah molekul amfipatik yang dapat dibedakan dalam senyawa dengan berat molekul rendah seperti glikolipid, fosfolipid dan lipopeptida dan surfaktan dengan berat molekul tinggi seperti polisakarida, protein, lipoprotein atau biopolymer kompleks lainnya (Rosenberg and Ron. 1990).

Biosurfaktan memiliki aplikasi yang menarik karena sifat-sifat fungsionalnya yang luas termasuk di dalamnya kemampuan dalam pembersihan, pembasahan, pembuihan, emulsifikasi, reduksi viskositas, pemisahan dan pelarutan. Kemampuan tersebut banyak dimanfaatkan dalam industri pembersih, pertanian, konstruksi, pangan, kertas, industri logam, tekstil, kosmetik, farmasi dan industri petrokimia termasuk dalam aplikasi di lingkungan untuk bioremediasi. Biosurfaktan memiliki kelebihan karena mudah didegradasi, toksisitasnya rendah, dan dapat dihasilkan dari substrat yang bernilai ekonomi rendah ataupun limbah (Banat, Makkar., and Cameotra. 2000).

Surfaktan dihasilkan oleh berbagai mikrobia (bakteri dan jamur), sebagai produk ekstraselular terutama jika ditumbuhkan pada n-alkana atau yang sejenis. Namun demikian, beberapa surfaktan microbial dapat dihasilkan pada substrat yang larut air (Fiechter. 1992).

Rhodococcus erythropolis mampu menghasilkan biosurfaktan saat ditumbuhkan pada gliserol dengan suhu 280C. Biosurfaktan yang dihasilkan setelah 51 jam penumbuhan adalah sebesar 1,7 g/L dengan tegangan muka sebesar 43 mN/m dan tegangan permukaan (dengan n-heksadekana) sebesar 15 mN/m, indeks emulsifikasi (E24), dan minyak yang dapat dihilangkan 94 %. Penggunaan gliserol lebih baik dalam produksi gliserol dibandingkan sumber karbon hidrofobik (Ciapina, et al. 2006).

Kamis, Oktober 01, 2009

Kontaminan Bakteri pada Produksi Bioethanol

Tidak seperti operasi minuman beralkohol, fermentasi etanol untuk bahan bakar tidak dirancang pada kondisi kultur murni. Oleh sebab itu kemungkinan terjadinya kontaminasi cukuplah besar. Oleh sebab itu penggunaan kultur yang baik yang dapat berkompetisi dalam penggunaan sumber karbon dengan kontaminan sangatlah perlu. Bakteri-bakteri yang sering menjadi kontaminan adalah bakteri asam laktat dan bakteri asetat.

Umuna diyakini bahwa kontaminan utama adalah bakteri asam laktat. Pada fasilitas produksi harus secara rutin dilakukan monitporing terhadap konsentrasi bakteri asam laktat dan asetat ini agar ambang batas amanya dapat tetap terjaga. Hasil survey di Korea yang menggunakan tapioca dan barley menunjukkan bahwa bakteri yang ada adalah: Lactobacillus fermentum, L. salivarius, dan L. casei.

Adanya bakteri asam laktat adan asetat menyebabkan meningkatnya keasaman media dan menurunkan produksi etanol serta pertumbuhan khamir. Tergantung dari spesiesnya, jumlah bakteri 105 – 109 akan menyebabkan penurunan produksi etanol.

Berbagai bahan telah digunakan untuk mengendalikan bakteri pada fermentasi alcohol. Bahan-bahan antispetik yang pernah diujikan adalah hydrogen preoksida, potassium metabisulfit, dan 3,4,4-triklorokarbanilid, dan antibitotika seperti penisilin, tertrasiklin, monensin dan virginiamisin. Saat ini yang secara komersial digunakan adalah Penisilin dan virginiamisin.

Sumber:.

Kelly A. Skinner and Timothy D. Leathers. Bacterial contaminants of fuel ethanol production. J Ind Microbiol Biotechnol (2004) 31: 401–408.