Tidak seperti operasi minuman beralkohol, fermentasi etanol untuk bahan bakar tidak dirancang pada kondisi kultur murni. Oleh sebab itu kemungkinan terjadinya kontaminasi cukuplah besar. Oleh sebab itu penggunaan kultur yang baik yang dapat berkompetisi dalam penggunaan sumber karbon dengan kontaminan sangatlah perlu. Bakteri-bakteri yang sering menjadi kontaminan adalah bakteri asam laktat dan bakteri asetat.
Umuna diyakini bahwa kontaminan utama adalah bakteri asam laktat. Pada fasilitas produksi harus secara rutin dilakukan monitporing terhadap konsentrasi bakteri asam laktat dan asetat ini agar ambang batas amanya dapat tetap terjaga. Hasil survey di Korea yang menggunakan tapioca dan barley menunjukkan bahwa bakteri yang ada adalah: Lactobacillus fermentum, L. salivarius, dan L. casei.
Adanya bakteri asam laktat adan asetat menyebabkan meningkatnya keasaman media dan menurunkan produksi etanol serta pertumbuhan khamir. Tergantung dari spesiesnya, jumlah bakteri 105 – 109 akan menyebabkan penurunan produksi etanol.
Berbagai bahan telah digunakan untuk mengendalikan bakteri pada fermentasi alcohol. Bahan-bahan antispetik yang pernah diujikan adalah hydrogen preoksida, potassium metabisulfit, dan 3,4,4-triklorokarbanilid, dan antibitotika seperti penisilin, tertrasiklin, monensin dan virginiamisin. Saat ini yang secara komersial digunakan adalah Penisilin dan virginiamisin.
Sumber:.
Kelly A. Skinner and Timothy D. Leathers. Bacterial contaminants of fuel ethanol production. J Ind Microbiol Biotechnol (2004) 31: 401–408.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar