Kamis, Januari 19, 2012

Shalat Diwaktu Rapat

peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha’. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ (QS Al Baqarah: 238)”

Shalat adalah kewajiban bagi setiap muslim setelah kita bersyahadat. Dalam keseharian dan dengan alas an berbagai kesibukan dunia, seringkali dalam melaksanakan shalat kita terkesan sekedar melaksanakan kewajiban, bukan memelihara shalat.

Perintah “peliharalah segala shalat(mu)” mengindikasikan adanya kecenderungan kita untuk tidak shalat dengan benar. Memelihara shalat mestinya kita maknai bahwa kita mempersiapkan diri dengan baik sebelum menjalankan shalat. Sebelum shalat kita laksanakan, maka kita menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada pengabaian menuju shalat.

Persiapan dan menjaga diri yang paling berat adalah disaat siang dan sore hari karena waktu tersebut adalah waktu yang paling sibuk bagi manusia untuk urusan dunia.

Waktu shalat Dhuhur dan Ashar sering terabaikan dengan segala kesibukan. Jangankan mempersiapkan, bahkan sering kali terlewatkan atau setidaknya kita melaksanakan shalat dengan tergesa-gesa. Saat waktu shalat datang, kadang rapat sedang seru-serunya sehingga tidak mungkin ditinggalkan. Seringkali ketika terdengar kumandang adzan, rapat dihentikan sejenak dan saat adzan usai kegiatan berlangsung kembali dan bukannya mengerjakan shalat.

Tentunya akan lebih nikmat jika saat terdengar adzan berkumandang, rapat dihentikan untuk mempersiapkan shalat berjamaah dan setelah itu rapat dapat dilangsungkan kembali. Andai cara ini dilakukan mungkin kita kita akan semakin memahami “berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk”karena seluruh peserta rapat ikut berjamaan dan masuk kembali dengan kecerahan hati.

Mampukan kita memelihara shalat dan berdiri dengan khusyuk disaat kita sibuk sehingga kita mamapu memelihara shalat Wusthaa?

Hanya hati dan kemauan diri kita yang harus menjawab.

Semoga kita mampu memelihara shalat dan tidak sekedar mengerjakan shalat

Mohon maaf jika ada salah dalam memahaminya, karena ini memang bukan tafsir tapi mencoba memahami ayat-ayar Al Qur’an dari hidup keseharian.

Senin, Januari 09, 2012

3. Al Ghaniy (Maha kaya) dan Al Haliim (Maha Penyantun)

Al Ghaniy (Maha kaya) dan Al Haliim (Maha Penyantun)

Firman Allah SWT dalam Al Qur’an surah Al Baqarah 263:

"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik darisedekah yang diiringi sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerima). Allah Maha kaya lagi Maha Penyantun"

Sifat Allah Maha Kaya dan maha Penyantun terangkai sekaligus dalam ayat ini, suatu yang mestinya ada pada diri orang-orang yang memperoleh kelebihan dari Allah SWT. Penggabungan dua sifat yang sangat indah.

Allah Maha Kayak arena Allah lah yang memiliki langit dan bumi dengan segala isinya. Kita diberi kesempatan oleh Allah sebagai makhluk yang mulia agar mampu mengolah sumberdaya alam yang disediakan Allah untuk kita semua.

Kemampuan manusia untuk mengolah alam sering menjadikan manusia serakah, seakan semua yang ia usahakan adalah hasil perjuangannya sehingga ia anggap aneh jika orang lain harus mendapatkan dari jerih payahnya.

Ia lupa bahwa semua yang ada di bumi dan langit adalah milik Allah SWT. Bahkan sebenranya ia juga tak akan dapat memperoleh sesuatu tanpa adanya campur tangan orang-orang disekelilingnya baik secara langsung atau tidak langsung.

Oleh sebab itu, sifat penyantun menjadi hal yang penting untuk kita miliki.

Sifat penyantun dapat diartikan sebagai sifat yang andap asor, sifat yang tidak menonjolkan diri, sifat yang menghormati dan menghargai orang lain. Seorang yang santun umumnya disenangi dan disegani orang lain.

Kata menyantuni diarikan memberikan sesuatu kepada yang lain dengan penuh kasih. Menyantuni sering diartikan memberikan sesuatu kepada kelompok yang sering kita anggap lebih rendah posisinya misal menyantuni anak yatim , menyantuni fakir miskin dan sebagainya. Oleh sebab itu sedekah yang diiringin dengan kata-kata yang menyakitkan tidak dapat dikatakan menyantuni dan bukan perbuatan santun jauh dari sifat santun. Sehingga amatlah tepat ketika ayat ini dimulai dengan “Perkataan yang baik dan pemberian maaf (dua sifat yang menunjukkan jiwa yang santun) lebih baik dari sedekah ( pemberian dari orang yang memeiliki kelebihan/kaya) yang diiringi sesuatu yang menyakitkan ( bentuk lain kesombongan, suatu sikaf yang dibenci Allah).

Semoga Allah member kita sifat santun sehingga kita menjadi santun dalam perbuatan dan mampu menyantuni dengan harta yang diamanahkan kepada kita.

Ya Allah hanya kepada-Mu lah kami memohon.