Senin, April 26, 2010

Bacillus thuringiensis

nur hidayat

Bacillus thuringiensis telah diisolasi pada awal abad ke-20 di Jepang dari penyakit ulat sutra dan di Jerman dari penyakit “mealmoth”. Bakteri ini bermanfaat sebagai agen pengontrol bagi pertumbuhan Lepidoptera yang kemudian diketahui lebih lanjut setelahnya, dan baru dikembangkan secara komersial 40 tahun kemudian. Bacillus juga merupakan sumber antibiotik, penghasil flavor seperti nukleosida purin, surfaktan dan beberapa produk lainnya (Rehm, et. al, 1999).

Bacillus thuringiensis termasuk ke dalam grup Bacillus substilis yang memiliki karakteristik diantaranya: memproduksi asam dari berbagai jenis gula bahkan glukosa, organisme fakultatif an aerob, dapat tumbuh dengan cukup baik jika terdapat nitrat, sporanya berbentuk elips dan tidak dapat memperbesar diri, serta dapat menghasilkan enzim ekstraseluler seperti amylase, β-glukonase, dan protease (Rehm, et. al, 1999).

Bacillus thuringiensis tidak hanya digunakan sebagai pengontrol Lepidoptera, tapi juga dapat digunakan untuk membasmi larva koleoptera atau diptera (lalat, nyamuk). Produk ini digunakan pada tanaman atau lingkungan lainnya dimana terdapat larva insekta. Beberapa gen racunnya juga telah dikulturkan ke dalam beberapa tanaman pangan (Deacon, 2000).

Sel vegetatif Bacillus thuringiensis memiliki lebar 1 mikron dan panjang 5 mikron, dan bergerak. Bacillus thuringiensis digunakan sebagai pengendali hama karena sifatnya yang spesifik terhadap hama dan tidak berbahaya bagi manusia, ikan, burung, anijng, babi, tikus, dll atau hama-hama tanaman lainnya, juga tidak bersifat karsinogenik. Kemampuannya sebagai pengendali hama disebabkan oleh kristal protein yang diproduksinya. Produk Bt komersial mengandung spora Bt sebesar 2.5 x 1011 spora / gram. Produk Bt berkurang efektifvitasnya jika disimpan lebih dari enam bulan (Annonymous, 2005a).

Bacillus thuringiensis secara langsung dapat menyebabkan kematian pada insekta, dan isolasi racun dari beberapa strain menberikan pengaruh yang berbeda-beda. Bt memiliki pengaruh yang besar dalam pertanian. Pada tahun 1997, Bt digunakan untuk tanaman kapas, jagung dan kentang di Amerika ( Neppl, 2000).

Bacillus thuringiensis menghasilkan dua macam racun,. Racun yang utama disebut Cry (kristal) toksin, dikodekan dengan gen cry yang berbeda, dan inilah yang mendasari pengklasifikasian Bt. Tipe kedua adalah Cyt (cytolytic) toksin yang dapat menambah Cry toksin untuk mengontrol insekta (Deacon, 2000). Cry toksin hanya mengenali daerah tertentu dari insekta. Gen cyt dapat menyerang diptera dan koleptera, dan dapat juga menyerang hemiptera dan diktioptera (Frutos et al, 1999). Cyt toksin tidak seperti cry toksin karena tidak dapat mengenali daerah secara khusus (Lereclus et al, 1993).

Mekanisme kerja racun Bt adalah setelah Bt masuk ke dalam perut larva, maka kristalnya akan masuk kedalam usus larva. Kemudian enzim dalam usus akan memecah kristal dan mengaktivkan komponen insktisida Bt yang disebut δ-endotoksin. Delta endotoksin berikatan dengan sel yang menempel pada dinding membran usus dan membentuk lubang pada membrane, dan mengganggu keseimbangan ion dalam usus. Insekta akan berhenti makan dan kelaparan kemudain mati. Jika insekta tidak terpengaruh secara langsung oleh kerja δ-endotoksin, kematian pada insekta terjadi setelah pertumbuhan vegetatif Bt di dalam usus insekta. Spora tumbuh setelah dinding usus hancur, dann kemudian memproduksi semakin banyak spora. Infeksi yang semakin meluas pada tubuh ensekta menyebabkan kematian pada insekta tersebut (Swadener, 1994).

Lebih dari 40 tahun formula Bt dan δ-endotksin-nya telah diproduksi secara komersial. Beberapa diantaranya telah banyak diaplikasikan dalam pertanian untuk mengendalikan hama, tapi biayanya sangat tinggi terutama untuk Negara berkembang. Sehingga perlu memproduksi Bt dengan menggunakan bahan-bahan lokal yang tersedia dan menguntungkan (Pragabaran, et al., 2004)

Produksi Bt secara komersial sangat penting secara ekonomi dan dalam rangka meningkatkan produksinya dibutuhkan sumber daya manusia, teknologi alat produksi dan kontrol, bahan baku yang tersedia dan murah, mikroorganisme yang medah beradaptasi dan fasilitas bioassay. Hal tersebut akan mengurangi biaya produksi dan meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan sehingga dapat digunakan baik untuk kepentngan pertanian atau program kesehatan (Behle, et al, 1997; Kroeger, et al., 1995).

Bacillus thuringiensis sorovar israelensis (Bti) telah digunakan secara luas sejak tahun 1980 dalam beberapa program pengendalian lalat buah dan nyamuk . Hal ini disebabkab karena kemampuan sracunnya yang tinggi terhadap organisme sasaran (spesifik) dan aman bagi lingkungan (Regis and Nielson-Leroux, 2000).

Bti adalah strain bakteri yang memproduksi kristal protein yang beracun bagi larva nyamuk dan lalat buah. Kristal ini berfungsi sebagai racun di dalam perut karena diaktivasi oleh enzim pencernaan alkalin yang terdapat dalam usus larva nyamuk. Binding usus akan pecah beberapa jam setelah Bti masuk ke dalamnya dan setelah 24 sampai 48 jam, larva nyamuk akan mati (Annoymous, 2005b).

Bti memproduksi kristal protein insektisida (ICPs) yang memiliki kemampuan membasmi larva beberapa jenis dari ordo Diptera seperti lalat dan nyamuk. Hidrolisis ICP dalam usus larva akan menghasilkan empat protein utama dengan berat molekul 27, 65, 128 dan 135 kDa. Daya racunnya disebabkan karena interaksi sinergisme antara protein 25-kDa dan satu/lebih dari protein lainnya (Lee, et al., 2003).

Bti mengandung sedikitnya lima polipeptida yang menghasilkan kristal paraspora (δ-endotoksin) yang dikodekan dengan gen-gen respektif yang banyak dihasilkan pada masa sporulasi (Federici, et al., 1990; Porter, et al., 1993).

Bti (sorovar H14) adalah bakteri yang khusus memproduksi δ-endotoksin. Oleh karena itu Bti (sorovar H14) merupakan salah satu agen pengontrol biologi yang terbaik (de Barjac, and Sutherland, 1990). Kemampuannya dalam membasmi nyamuk terdapat dalam lima polipeptida yang terdapat dalam tubuh kristalin paraspora (δ-endotoksin) (Hofte and Whiteley, 1989; Margalit, et al., 1995).

Meskipun kemampuan racunnya terhadap larva nyamuk sangat bagus, tapi kemampuan Bti di lapang sangat terbatas karena partikel-partikelnya akan mengndap dengan cepat seiring dengan waktu pertumbuhan larva. Salah satu upaya untuk mengatasi keterbatasan ini adalah dengan kloning gen Bti pada organisme yang hidup di daerah perkembangbiakan nyamuk dan menggunakannya sebagai sumber makanan (Boussiba, and Wu, 1995; Thiery et al., 1991). Cyanobakteri dapat dipegunakan sebagai organismen yang cocok untuk tujuan ini (Zaritsky, 1995; Boussiba, and Wu, 1995; Boussiba, and Zaritsky, 1992).

Untuk mengontrol larva nyamuk, Bti ditempatkan di daerah denangan air dimana larva hidup sepeti selokan dan danau yang dangkal. Bakteri ini menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan larva nyamuk dan menyebabkan kematian jika dimakan olehnya. Racun Bti dapat terbiodegradasi dengan cepat pada lingkungan karena pengaruh sinar matahari dan mikroorganisme sehingga aman bagi lingkungan (Annonymous, 2004).

Rabu, April 14, 2010

Pati Ganyong Potensi Lokal yang Belum Termanfaatkan

Sumber: Majalah Kulinologi Indonesia edisi Maret 2010
link: http://www.kulinologi.biz/preview.php?view&id=264

Oleh Nur Hidayat

Saatnya lebih memanfaatkan potensi lokal. Peluang besar menanti Anda. Jangan takut berinovasi!

Gandum sebagai bahan dasar tepung terigu bukanlah tanaman lokal Indonesia. Makanya, untuk memenuhi pasokannya kita masih harus mengimpor.
Ide untuk menggantikan, atau paling tidak mengurangi ketergantungan pada tepung terigu untuk produk-produk bakery sebenarnya sudah lama tercetus. Singkong dan ubijalar pernah dicoba. Sayangnya, singkong dan ubijalar ketika digunakan untuk membuat roti, memiliki kemampuan mengembang yang rendah sehingga dianggap tidak layak digunakan, meskipun kini telah berkembang tepung modifikasinya.

Belakangan muncul lagi pemain baru, yaitu tanaman ganyong. Ganyong merupakan tanaman semusim yang dibudidayakan masyarakat dengan cara yang sederhana. Di Malang misalnya, tanaman ganyong ditanam ketika memasuki musim penghujan dan setelah 7 – 10 bulan kemudian dilakukan pemanenan. Selama penanaman tidak dilakukan pemupukan. Produksi umbi ganyong dapat mencapai 2,5 -2,84 kg/ tanaman. Satu hektar lahan bisa menghasilkan umbi kurang lebih 30 ton.

Tepung ganyong sangat mudah dicerna sehingga bisa dipakai untuk makanan bayi, dimanfaatkan untuk bahan kue ataupun makanan pokok. Tepung pati ganyong memiliki karakteristik yang cukup baik untuk dikembangkan dalam industri bakery.

Ganyong memiliki tekstur dan rasa mirip ubijalar. Hanya, kelemahan ganyong jika dikonsumsi langsung adalah banyaknya kandungan serat di dalamnya, sedang bentuk patinya akan membentuk gel ketika dimasak. Masyarakat demikian, beberapa uji coba sudah membuktikan bahwa untuk produksi cookies, tepung ganyong dapat diandalkan sebagai pengganti tepung terigu, hingga 100%. Pada pembuatan cookies, jumlah pati ganyong yang diperlukan bahkan hanya 1/3 dari jumlah terigu yang biasa dipakai. Pembuatan kue dapat dilakukan dengan 100% pati ganyong, misalnya pada kue ganyong pandan dan kue ulat sutera. Sedangkan dalam pembuatan biskuit dapat dilakukan dengan mencampur 50% tepung atau pati ganyong dan 50% tepung terigu. Pada pembuatan kue sus, tepung atau pati ganyong dapat digunakan untuk membuat kulitnya dengan umumnya mengkonsumsi bentuk gel ini bersama dengan larutan gula encer dicampur jahe dan dikonsumsi untuk menghangatkan badan di suhu yang dingin.

Tepung ganyong selama ini oleh petani dijual langsung ke tengkulak karena ketidaktahuan mereka mengenai pemanfatannya. Tengkulak umumnya menyetor tepung ganyong ke produsen soun karena sifat gelatinisasinya yang bagus.

Penelitian-penelitian tentang pemanfaatan tepung ganyong menjadi produk roti belum banyak dilakukan sehingga tidak diketahui aplikasinya. Namun demikian, beberapa uji coba sudah membuktikan bahwa untuk produksi cookies, tepung ganyong dapat diandalkan sebagai pengganti tepung terigu, hingga 100%. Pada pembuatan cookies, jumlah pati ganyong yang diperlukan bahkan hanya 1/3 dari jumlah terigu yang biasa dipakai. Pembuatan kue dapat dilakukan dengan 100% pati ganyong, misalnya pada kue ganyong pandan dan kue ulat sutera. Sedangkan dalam pembuatan biskuit dapat dilakukan dengan mencampur 50% tepung atau pati ganyong dan 50% tepung terigu. Pada pembuatan kue sus, tepung atau pati ganyong dapat digunakan untuk membuat kulitnya dengan jumlah separuh dari tepung terigu.

Kajian tentang sifat-sifat fisiko kimia menunjukkan bahwa pati ganyong memiliki potensi yang bagus untuk produk bakery karena memiliki viskositas yang tinggi, gel yang kuat dan tinggi kandungan fosfornya. Produk bakery yang dibuat dari pati ganyong lebih cerah, lebih crispy dan lebih berasa dibandingkan yang dibuat dari gandum. Kelebihan ganyong dibandingkan dengan gandum adalah ganyong bebas gluten. Gluten merupakan salah satu substansi allergen yang banyak dijumpai di tepung terutama gandum.

Modifikasi tepung ganyong
Potensi ganyong di Indonesia cukup tinggi. Kini banyak daerah yang mengembangkan ganyong karena mudahnya cara budidaya. Sentra yang kini dikembangkan untuk ganyong mencakup Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo, dan Purworejo), Jawa Timur (Malang dan Pasuruan), Daerah Istimewa Yogyakarta, Jambi, Lampung, dan Jawa Barat (Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Lebak, Subang, dan Karawang). Daerah Papua sebenarnya merupakan daerah yang potensial untuk produksi ganyong,

Pati alami dapat diperbaiki sifat-sifatnya agar sesuai dengan harapan, melalui modifikasi pati. Di Indonesia produk pati modifikasi yang sudah dikenal adalah MOCAF (MOCAL) dari singkong melalui fermentasi menggunakan bakteri asam laktat. Pada dasarnya terdapat beberapa tipe modifikasi, diantaranya adalah secara fisik, kimia dan enzimatis. Contoh proses modifikasi adalah oksidasi, benzilasi, etoksilasi, dan karboksimetilasi. Karboksimetilasi umumnya menggunakan sodium monochloroacetate (SMCA) dan dihasilkan produk carboxymethyl starch (CMS).

Pati ganyong termodifikasi ini memiliki sifat yang beda dengan yang bentuk alaminya, yaitu mudah larut dalam air dingin, sehingga cocok untuk berbagai keperluan seperti pembuatan kertas, tekstil, absorben, farmasi dan medis. Untuk keperluan produk bakery pati ganyong modifikasi belum diuji coba. Seperti halnya aplikasi singkong dan ubijalar, pemanfatan pati ganyong dalam pembuatan kue memang perlu disosialisasikan lebih terpadu. Pengenalan jenis-jenis olahan pati ganyong akan sangat mendukung petani untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Pelatihan pembuatan produk bakery langsung ke petani atau ibu rumah tangga mestinya secara intensif dilakukan agar masyarakat terbiasa dan menyukai produk bakery dari bahan lokal.

Kreativitas masyarakat dalam mengembangkan produk dan kemampuan marketing yang baik akan meningkatkan rasa cinta terhadap produk bakery dari bahan lokal.

Nur Hidayat Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

Senin, April 05, 2010

Dr. Tan Shoat Yen : “Obat BUKAN JAWABAN”

( Dari Majalah “PESONA” Maret 2010, Halaman 80 -- 82 )

Ia mendidik pasiennya agar mengubah gaya hidup, tak tergantung pada obat dan tidak dibohongin dokter. Prinsipnya, pasien harus punya otonomi terhadap tubuh sendiri.

Cobalah berkunjung ke klinik dr. Tan Shot Yen di wilayah Bumi Serpong Damai pada pukul 11 di hari kerja. Anda akan melihat dr. Tan menghadapi beberapa pasien. Sekilas, Anda mungkin berpikir dokter sedang marah - marah. Padahal ia sedang menjelaskan tentang gaya hidup sehat pada pasien barunya. Pasalnya, memang begitu gaya dr. Tan, menjelaskan dengan suara keras. Bila kita simak ucapannya, semua yang dijelaskannya sangat penting dan membukakan mata.

“Kesalahan pasien dalam berobat hanyalah mencari tahu ‘bagaimana’. Bagaimana caranya menurunkan tensi, menurunkan kadar gula, menguruskan badan, menghilangkan senewen atau sakit di jemari. Jika Anda cuma tanya ‘bagaimana’, Anda akan jatuh menjadi sekadar konsumen. Pertanyaan terpenting adalah mengapa Anda sampai sakit ?” urainya.

Wanita 45 tahun ini memang tak mau punya pasien yang mengharapkan pil atau tongkat ajaib untuk membereskan tubuhnya. “Saya mau pasien yang taking ownership of their own body. Itu badan anda. Buat apa dokter yang sok tahu menyuruh ini - itu ? Yang benar buat dokter belum tentu benar buat Anda.” Wah, dokter yang satu ini tampaknya memang lain dari yang lain.

Mendorong Gaya Hidup Sehat

Perbedaan mencolok dr. Tan dibanding dokter lain pada umumnya adalah ia tidak mudah memberi obat. Rata - rata pasien yang keluar dari ruang prakteknya tidak menggenggam resep. Kalaupun ada resep, biasanya hanya vitamin dan omega-3, tergantung kondisi pasien.

“Sampai kapan seseorang mau tergantung pada obat - obatan ? Apakah setelah mengonsumsi obat dia benar - benar sembuh ? Jawabannya tidak. Karena begitu obat berhenti, dia sakit lagi. Berapa banyak dokter hanya bertanya ‘sakit apa’ lalu berkata ‘ini obatnya’ ? Dia tidak memberikan pendidikan atau menjelaskan asal usul penyakit. Pasien juga bego, padahal dia harusnya memahami perannya dalam menciptakan penyakitnya,” jelas dr. Tan.

Sebagai ganti resep, dr. Tan memberikan pencerahan tentang gaya hidup sehat yang harus dijalani setiap orang. "Saya yakin semua dokter tahu bahwa diabetes, stroke, dan kanker adalah penyakit gaya hidup. Tapi pertanyaannya, seberapa jauh seorang dokter mau fight untuk memperbaiki gaya hidup pasiennya ? Karena, penanganan pertama pasien seharusnya perubahan gaya hidup. Bila gagal, baru obat - obatan boleh dicoba.”

Dr. Tan mencontohkan, pasien yang sakit lutut akan disuruh minum obat, dioperasi, atau diganti tempurung lututnya. Padahal, titik beratnya adalah bobot tubuhnya. Jika si Pasien mengubah pola makan dan gaya hidup, berat badannya susut dan keluhan lututnya akan hilang. “Ibaratnya, mobil Mercedes pasti turun mesin kalau diisi bensin bajaj. Coba ganti dengan bensin super, pasti larinya kencang.”

Perubahan pola makan yang dianjurkan dr. Tan mungkin terdengar ekstrem. Ia mengimbau pasiennya untuk berhenti mengonsumsi gula, terigu, nasi, dan pati ( singkong, kentang, ubi, jagung, talas ). Pasalnya, di dalam tubuh, jenis makanan ini akan diproses 100 % menjadi gula dalam waktu dua jam. Benar, manusia butuh gula untuk energi. Tapi kenaikan kadar gula darah akibat empat jenis makanan ini sangat cepat, mengakibatkan insulin melonjak untuk menekan
kenaikannya. Bersama insulin, keluar pula hormon eicosanoid buruk. Akibatnya, pembuluh darah menyempit, darah kental, daya tahan buruk, tubuh ‘memelihara’ bakteri, jamur, kista, tumor, dan kanker, serta timbul nyeri.

Sebagai ganti nasi, ia meresepkan : satu ikat selada mentah atau dua cangkir brokoli setengah matang, 2 putih telur rebus, 2 tomat, 2 mentimun, setengah avokad, apel, atau pear. Dengan makanan ini, tak ada sisa gula yang tersimpan menjadi lemak. Kadar gula darah sebelum dan sesudah makan pun rata - rata sama. Dan, hormon eicosanoid buruk takkan keluar sehingga tak mengundang penyakit. ‘Menu’ ini perlu dilengkapi lauk - pauk yang diolah dengan berbagai cara, asal tidak ditumis atau digoreng.

“Kita makan sayur bukan hanya demi seratnya. Sayur mentah mengandung enzim dengan life force energy yang penting buat tubuh. Inilah pola makan asal yang sesuai fitrah manusia. Siapa bilang tidak makan nasi jadi lemas ? Nenek moyang kita makan sayur dan buah tapi mereka kuat mendaki gunung dan berburu.”

Sakit adalah Introspeksi
Hal lain yang menarik dari dr. Tan adalah gelar M. Hum. Gelar itu didapat setelah ia mengambil pascasarjana filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, tahun lalu. Menurutnya, kuliah S2 filsafat membuatnya memahami manusia secara mendalam dan holistic. Ia juga jadi mengerti ‘dosa ilmu kedokteran’ tentang mekanisasi tubuh manusia.

“Akibat perkembangan ilmu kedokteran – terutama setelah ditemukannya alat pacu dan cangkok jantung, tubuh manusia yang tadinya holistic lalu dipecah - pecah. Kalau kepala sakit yang diobati, ya kepala saja. Kita terlepas dari tubuh, emosi dan kecerdasan spiritual. Tubuh manusia hanya jadi seperangkat mesin. Kalau ada yang salah, kita pergi ke bengkel. Dan, rumah sakitlah bengkel terbesarnya. Betul, badan manusia terlalu kompleks untuk dipegang satu ahli saja. Manusia boleh dipegang beberapa ahli, asal mereka sama - sama sadar bahwa manusia
diciptakan Tuhan. Masalahnya, dokter punya arogansi profesi. Seorang dokter biasanya susah dibilangin dan selalu merasa benar,” tuturnya lugas.

Dr. Tan juga menyanyangkan bila manusia zaman sekarang mati - matian melawan dan
menolak sakit. Padahal, sakit adalah jalan untuk lebih memahami bahwa manusia tak selamanya di posisi atas.

“Sakit adalah introspeksi. Ketika sakit, saya berhenti dan menoleh ke belakang. Apa yang ‘jalan’ dan ‘nggak jalan’ selama ini ? Nah, menjadi sembuh adalah keberhasilan introspeksi dan menemukan cara untuk lebih maju lagi. Tapi bagaimana pasien bisa introspeksi bila tak dibimbing menemukan kesembuhannya dan hanya dininabobokan oleh obat ? Dunia yang mati rasa dan tak mau mengalami sakit adalah dunia yang melarikan diri, mengingkari diri sendiri,” lanjutnya.

Menurut dr. Tan, kita memasuki era kebablasan mengonsumsi obat. Akhirnya, obat dijadikan demand. Setelah demand melambung tinggi, masyarakat digenjot untuk mendapatkan penghasilan lebih yang tak perlu, demi obat. Lihatlah berapa banyak orang yang harus berusaha mati - matian demi keperluan berobat salah satu anggota keluarga.

Selalu Ingin Jadi Dokter
Dr. Tan Shot Yen lahir di Beijing, 17 September 1964 dan dibesarkan di Jakarta.
Ia kuliah di Fakultas Kedokteran Universistas Tarumanegara dan lulus Profesi Kedokteran Negara FKUI pada tahun 1991. Sebagai siswi yang selalu mendapat nilai cemerlang dalam ilmu eksakta, menjadi dokter merupakan impiannya sejak dulu. Baginya, di bidang kedokteran, cara pikirnya yang eksakta bisa menemukan ‘kemanusiaannya’. Dalam diri pasien, ia menemukan benang merah antara fisik, emosi dan spiritual.
"Ketika baru menjadi dokter, saya juga ngaco. Sekadar memberi obat pada pasien.
Lama - lama saya pikir saya cuma perpanjangan pabrik obat,” kenangnya. Lalu ia pelan - pelan lebih menggunakan gaya hidup sehat. Perubahan ini dipicu oleh ayahnya, dr. Tan Tjiauw Liat, tokoh inspiratif yang membuatnya maju untuk melihat apa sebenarnya kebutuhan manusia.

Melihat begitu berapi - apinya dr. Tan saat memberikan pencerahan gaya hidup pada pasien, siapapun mungkin akan bertanya ‘apa tidak capek ?’. “Lebih capek mana dibandingkan dokter yang ditunggangi perusahaan obat dan makanan ? Saya mendapat energi bila melihat pasien sembuh. Mereka memegang kendali atas hidup mereka, tidak dibohongin dokter, dan tidak tergantung obat,” jawabnya.

Dr. Tan mengakui, sepak terjangnya kerap dipandang sebelah mata oleh koleganya.
“Ada yang bilang saya idealis, bahkan mission impossible. Tapi saya yakin, dalam hati kecil mereka mengatakan bahwa perubahan gaya hiduplah jawabannya.
Masalahnya, mereka sendiri tidak menjalani gaya hidup itu. Ini membuat saya sebal. Kalau mereka merasa tidak bisa menjalani gaya hidup sehat, jangan mengecilkan pasien dengan menganggap pasien juga takkan bisa. Pasien yang sudah parah dikasih obat apapun pasti mau. Apalagi cuma disuruh ganti nasi dengan sayur.”

Keluarga Terpengaruh
Pola makan asal yang meniadakan gula, terigu, nasi, pati dan susu yang dijalani dr. Tan juga dilakukan oleh suami – Henry Remanleh – dan anak tunggalnya, Cilla.
Menurut dr. Tan, mereka tidak menjalaninya karena terpaksa, tapi karena merasakan manfaatnya. “Putri saya 17 tahun, kadang terpengaruh pola makan temannya. Dia lalu mengeluh susah konsentrasi atau pencernaannya terganggu.
Setelah itu dia back on track. Dia sudah meengonsumsi raw food sejak SMP atas pilihan sendiri. Anak itu mencontoh orang tuanya. Jangan harap anak makan dengan baik kalau Anda sendiri amburadul.”

Suaminya, Henry, adalah kinesiologis yang berkutat dengan masalah gerak dan pengaruhnya terhadap aspek kehidupan manusia. Henry juga instruktur brain gym.
Ia berpraktek di tempat yang sama. Dr. Tan sangat menghargai pekerjaan suaminya karena memberdayakan masyarakat. “Brain gym terbukti bisa meningkatkan konsentrasi. Dengan pola makan sehat sejak kecil dan gerakan olahraga terstruktur, Anda tak perlu lagi minum obat,” katanya tegas.

Selain sibuk berpraktek dan menjadi pembicara talkshow, dr. Tan menjadi contributor untuk tabloid dan majalah kesehatan. Selain itu, ia mengisi waktunya dengan membaca dan membuka jalur continuing medical education melalui internet.
Karena itu, info dan data jurnal ilmiahnya selalu up to date – di samping buku - buku terbaru pemberian ayahnya.

Ia menjalani pilates, terkadang berenang, dan sesekali bermain piano. Kini ia sedang mengumpulkan kisah - kisah kamar praktek untuk dijadikan tulisan inspiratif agar para dokter memandang pasien lebih dari sekumpulan diagnosis.

Wah, sepertinya semangat dalam tubuh mungil ini seolah melonjak - lonjak dan tak
pernah padam. Maju terus dr. Tan !