Minggu, Desember 25, 2011

Pertumbuhan bakteri

Bakteri menunjukkan keragaman yang besar dalam aktivitas metabolisme, tetapi semuanya memiliki struktur seluler dan mekanisme reproduksi yang serupa dan diklasifikasikan sebagai organisme prokariot. Berbagai genus bakteri ada keterkaitan secara silsilah. Namun demikian, melalui evolusi, struktural dan fisologikal yang substansial mengalami perkembangan yang berbeda. Pada sel Gram-positif bentuk murein polisakarida lebih dari 30 lapisan molekular, sedang dalam sel Gram-negatif hanya memiliki lapisan murein tunggal sedang polisakarida dan lipoprotein merupakan komponen utama dinding selnya. Prokariot juga tidak memiliki membran inti atau organel-organel intraseluler lainnya.

Bakteri umumnya melakukan proses reproduksi dengan cara pembelahan biner menghasilkan dua sel anakan dengan ukuran sama. Waktu yang diperlukan untuk membelah diri disebut waktu generasi. Waktu generasi tidak selalu tetap tetapi tergantung pada faktor-faktor dalam medium, spesies dan umur bakteri. Sel yang tumbuh akan berkembang ukurannya. Selama tumbuh, komponen-komponen sel seperti protein, RNA dan sebagainya akan bertambah sampai siap membelah. Pembelahan sel diawali dengan pertumbuhan dinding sel ke arah dalam membentuk septa. Proses pemisahan dengan membelah sekat sehingga terbentuk dua sel anakan.

Ada perbedaan antara bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dalam pembelahan. Bakteri Gram-positif mensintesis dinding sel baru dalam zona equatorial sepanjang axis sedang bakteri Gram-negatif mensintesis dinding sel dengan interkolasi sepanjang dinding utuh. Pemisahan yang tidak sempurna dari septa akan menghasilkan bentuk rantai seperti yang terjadi pada Streptococci. Kehilangan kemampuan membelah septa ini juga dapat membuat struktur sel yang memanjang pada bakteri.

Konsentrasi komponen-komponen sel seperti RNA, enzim, metabolit-metabolit, dan sebagainya pada masing-masing sel anakan akan sama dengan sel induknya. Namun demikian, dalam perkembangannya akan dipengaruhi oleh lingkungan sehingga dimungkinkan terjadi perbedaan. Beberapa bakteri terutama dari familia Bacilliaceae dan beberapa bakteri menggelincir mampu membentuk spora untuk pertahanan hidupnya.

Pengukuran pertumbuhan atau perbanyakan bakteri dapat dilakukan dengan mengukur pertambahan berat (berat kering) bakteri atau perhitungan jumlah bakteri.

Pengukuran berdasar berat kering biasanya digunakan untuk penentuan jumlah jamur benang misalnya dalam industri mikrobiologi. Kenaikan berat kering suatu mikroorganisme berarti juga kenaikan sintesis dan volume sel yang dapat dipakai untuk menentukan jumlah mikroorganisme. Cara lainnya adalah dengan menggunakan sentrifus, 10 ml biakan cair mikroorganisme disentrifus dengan menggunakan sentrifus yang biasa digunakan untuk menentukan jumlah butir-butir darah. Supaya hasilnya dapat dipertanggungjawabkan maka kecepatan dan waktu sentrifus harus diperhatikan. Setelah diketahui volume mikroorganisme keseluruhan maka dapat dipakai untuk menentukan jumlah sel-sel mikroorganisme tiap ml, yaitu dengan membagi volume mikroorganisme keseluruhan dengan volume rata-rata sel mikroorganisme.

Penentuan dengan menggunakan jumlah mikroorganisme biasanya dengan cara menghitung jumlah koloni yang hidup dalam suatu medium. Berdasar atas jumlah koloni dan faktor pengencerannya maka dapat dihitung jumlah bakterinya (Cara yang lebih jelas dapat dilihat pada petunjuk praktikum).

Analisis pertumbuhan mikroorganisme merupakan aspek yang penting dalam mikrobiologi pada umumnya. Monod adalah orang yang pertama kali menyampaikan dasar-dasar dinamika pertumbuhan mikroorganisme, dan ini dikaitkan dengan dasar-dasar metodologi dalam mikrobiologi. Pada kultur murni menunjukkan bahwa komposisi dasar makromolekul pada organisme tergantung pada laju pertumbuhannya dan kondisi alami tempat tumbuh terutama pengaruh dari keterbatasan substrat. Banyak mikroorganisme memperlihatkan kondisi fenotipnya sebagai respon dari kondisi lingkungan yang berbeda di mana dalam beberapa kasus terjadi perbedaan morfologi yang nyata. Mikroorganisme dapat memiliki lebih dari satu jalur metabolisme di mana pengoperasiannya tergantung pada kondisi pertumbuhannya. Sebagai contoh: Klebsiella pneumoniae.

Kamis, Desember 08, 2011

Bioetanol

Bioetanol adalah bahan bakar yang dihasilkan memalui proses fermentasi, meskipun dapat dihasilkan secara kimia melalui rekasi etilen dengan uap air. Sumber utama yang dibutuhkan adalah gula yang berasal dari tanaman. Tanaman yang dapat digunakan untuk sumber energy ini antara lain jagung, singkong, gandum, sorgum, tebu dan sebagainya. Selain hasil dari tanaman dapat pula dipergunakan limbah seperti: jerami, serbuk gergaji, molase, limbah rumah tangga dan sebagainya.

Etanol atau etil alcohol (C2H5OH) adlah cairan jernih tidak berwarna, mudah dirombak, daya toksiknya rendah dan hanya sedikit mengakibatkan pencemaran lingkungan. Jika etanol dibakar akan menghasilkan karbon dioksida dan air. Etanol memiliki oktan yang tinggi sehingga dapat menggantikan timbal sebagai peningkat oktan pada bensin. Dengan mencampur etanol dan bensin maka akan terjadi oksigenasi pada campuran bahan bakar dan menjadikan pembakaran lebih sempurna sehingga mengurangi emisi polusi. Campuran etanol dengan bensin telah lama dijual di Amerika serikat dengan campuran umumnya mengandung 10 % etanol atau yang disebut E10. Indonesia baru mengenalkan bio-premium yang mengandung etanol 5 %.

Bio-etanol memiliki sejumlah keuntungan dibandingkan bahan bakar konvensional. Etanol menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharuiseperti tanaman dan tanaman tersebut dapat dari tanaman local. Bioetanol memiliki cemaran lebih rendah daripada bahan bakar konvensional. Bio-etanol juga dapat meningkatkan perekonomian pedesaan melalui pola kemitraan yaitu masyarakat menyediakan bahan baku berupa hasil tanaman dan pengusaha atau pemerintah mengolahnya menjadi bio-etanol. Bio-etanol mudah dirombak dan tidak setoksik bensin serta dapat memperpanjang umur mesin dan mengurangi produksi karbon monoksida.

Produksi Bioetanol

Etanol dapat dihasilkan dari biomassa melalui proses hidrolisis dan fermentasi gula. Limbah biomassa menandung campuran polimer karbohidrat yang kompleks dari dinding sel tanaman yang dikenal sebagai selulosa, hemisellosa dan lignin. Untuk menghasilkan gula dari biomassa, maka biomassa harus diberi perlakuan pendahuluan dengan asam atau enzim untuk mereduksi ukuran dan struktur polimernya.

Selulosa dan hemiselulosa adalah bagian yang harus dipecah (hidrolisis) oleh enzim atau larutan asam menjadi gula sukrosa yang kemudian difementasi menjadi etanol. Lignin yang juga terdapat dalam biomassa umumnya digunakan sebagai bahan bakar boiler pada produksi etanol. Terdapat tiga prinsip dalam ekstraksi gula dari biomasas yaitu: hidrolisis dengan asam pekat, hidrolisis dengan larutan asamdan hidrolisis enzimatik.

Rabu, November 16, 2011

ANTARA BANTAHAN DAN GHIBAH

Oleh :

Abu Abdirrahman bin Thayib, Lc.

Sering kita mendengar perkataan sebagian orang jika dia menyaksikan seseorang membantah/menyingkap kesesatan kelompok-kelompok/dai-dai yang menyelisihi al-Qur’an dan Sunnah serta manhaj salaf (ahli sunnah wal jama’ah), dia mengatakan (entah dimimbar-mimbar jum’at atau dimajlis-majlisnya) : “Jagalah lisanmu, janganlah engkau mengghibah (ngrasani) saudaramu sendiri sesama muslim, bukankah Allah berfirman : ‘Janganlah sebagian kamu menghibah (menggunjing) sebagian yang lain sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?’”. (QS. Al-Hujurat : 12).

Apakah benar perkataan mereka ini??? Mari kita simak bersama sebagian ucapan-ucapan emas (penjelasan) para ulama ahlus sunnah dalam masalah ini. Selamat menikmati -semoga Allah menampakkan yang benar itu benar dan memberi kita kekuatan untuk mengikutinya dan semoga Allah menampakkan yang batil itu batil serta memberi kita kekuatan untuk menjauhinya- :

1. Imam Nawawi v (salah seorang ulama madzhab Syafi’i yang meninggal tahun 676 H) mengatakan dalam kitabnya “Riyadhus Shalihin” bab “penjelasan ghibah yang dibolehkan” :

“Ketahuilah bahwa ghibah dibolehkan untuk tujuan yang benar dan disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan ghibah tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara :

a. Mengajukan kedzaliman orang lain. Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili sidzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.

b. Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran. Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat kejahatan ini dan itu, maka nasehati dia/dan larang dia berbuat jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah kemungkaran/kejahatan, jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah tersebut haram.

c. Meminta fatwa. Orang itu mengatakan kepada sang pemberi fatwa : ayahku atau saudaraku atau suamiku telah mendzalimi diriku, apakah hal ini boleh? Bagaimana jalan keluarnya? dll. Ghibah seperti ini boleh karena suatu kebutuhan/tujuan (yang syar’i-pent). Tapi yang lebih utama tidak disebutkan (personnya/namanya) semisal: Bagaimana pendapat Syaikh tentang seorang suami atau ayah yang begini dan begitu? Hal ini juga bisa dilakukan dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan meskipun tanpa menyebut nama/personnya. Tapi menyebutkan nama/personnya dalam hal ini hukumnya boleh seperti yang akan disebutkan dalam hasits Hindun -insya Allah-

d. Memperingatkan kaum Muslimin dari bahaya kesesatan (seseorang/kelompok-pent) dan sekaligus dalam rangka saling menasehati. Yang demikian itu mencakup beberapa hal:

- Mencela para perawi-perawi (hadits) atau para saksi yang tidak memenuhi syarat. Hal ini dibolehkan secara ijma’ kaum muslimin bahkan bisa jadi hal tersebut wajib hukumnya.

- Meminta pendapat/musyawarah orang lain dalam hal menikahi seseorang atau bergaul dengannya atau meninggalkannya atau dalam hal bermuamalah dengannya dll. Maka wajib bagi yang diajak bermusyawarah untuk tidak menyembunyikan sesuatupun tentang keadaan orang tersebut bahkan dia harus menyebutkan semua kejelekannya dengan niat saling menasehati.

- Apabila seseorang melihat penuntut ilmu sering berkunjung kepada ahli bid’ah (dai penyesat-pent) atau fasik untuk mengambil ilmu darinya dan dia khawatir si penuntut ilmu itu akan terkena racun kesesatan orang tersebut maka wajib baginya untuk menasehati si penuntut ilmu dengan menjelaskan hakekat (kesesatan) sang guru/dai penyesat itu dengan syarat tujuannya untuk menasehati. Dalam hal ini ada sebagian orang yang salah mempraktekkannya, dia tujuannya bukan untuk menasehati tapi karena hasad/dengki dengan orang yang ditahdzir (dighibahi itu), yang telah dihiasi oleh syaitan seolah-olah dia menasehati tapi hakekatnya dia hasad dan dengki.

- Seseorang yang memiliki tanggung jawab/tugas tapi dia tidak menjalankannya dengan baik atau dia itu fasik dan lalai dll. Maka boleh bagi yang mengetahuinya untuk menyebutkan keadaan orang tersebut kepada atasannya agar memecatnya dan menggantinya dengan yang lebih baik atau agar hanya diketahui keadaannya saja lalu diambil tindakan hingga atasannya tidak tertipu dengannya atau agar atasannya tersebut menasehatinya kepada kebaikan

e. Menyebutkan aib orang yang menampakkan kefasikan dan bid’ahnya seperti orang yang bangga meminum khomer, menganiaya orang lain, merampas harta dan melakukan hal-hal yang batil. Boleh bagi orang yang mengetahui keadaan orang diatas untuk menyebutkan aib-aibnya (agar orang lain berhati-hati darinya-pent)

f. Mengenalkan orang lain dengan menyebut gelar (laqob) nya yang sudah terkenal misalnya Al-A’masy (yang cacat matanya), Al-A’raj (yang pincang), Al-Ashom (yang tuli) dan selainnya. Boleh mengenalkan dengan julukan-julukan diatas tapi tidak untuk mencela/mengejeknya dan seandainya mengenalkan tanpa menyebutkan julukan-julukan tersebut ini lebih baik.

Minggu, November 13, 2011

Bangsa Wirausaha

HD. Iriyanto

(Inspirator Metamorphosis; Dosen STMIK AMIKOM Yogyakarta)

Salam Metamorfosa, Salam Perubahan…

Sabtu malam, 29 Oktober 2011. Bertempat di MT. Haryono Square Jakarta, saya dan beberapa rekan lain dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, diundang untuk menerima anugerah dari PT. Cordova Indonesia. Di backdrop yang berwarna merah putih terpampang tulisan yang menggugah, ‘We Are Entrepreneur Nation.’ Iringan musik yang disajikan sebelum acara dimulai, kental dengan nuansa nusantara. Ada irama Melayu, Sunda, Jawa, dan lain-lain.

Malam itu memang terasa Indonesia banget. Lagu Indonesia Raya berkumandang mengawali acara. Begitu pula lagu-lagu wajib selalu mengiringi acara penganugerahan, saat satu persatu peserta dipanggil untuk tampil di panggung menerima penyematan pin dan karangan bunga. Dalam kata sambutannya, Presiden Direktur PT. Cordova Indonesia, mengungkapkan bahwa apa yang sedang kami lakukan bukanlah sekedar menjalankan bisnis. Tetapi sedang bersama-sama membangun karakter. Yakni membangun karakter sebagai bangsa pengusaha.

Para pembaca yang siap berubah menjadi lebih baik…

Mentransformasi karakter diri sebagai bangsa wirausaha, yang lebih kreatif, lebih ulet dan lebih produktif, memang terasa menjadi kian mendesak. Bukan saja karena rasio jumlah wirausaha dengan jumlah penduduk masih sangat minim, tetapi juga karena selama ini kita terus terlena dan terninabobokkan sebagai bangsa konsumtif. Akibatnya kita terus-terusan menjadi pasar dan sasaran tembak yang empuk bagi produk-produk asing.

Proses transformasi karakter dari pembeli ke penjual, dari konsumtif ke produktif, tentu saja tidak seperti membalik telapak tangan. Ia selalu membutuhkan waktu. Tetapi berusaha untuk meningkatkan akselerasi juga menjadi sebuah pilihan yang mungkin saja kita lakukan. Lalu dari mana proses akselerasi itu kita mulai?

Pertama, tentu saja dari lingkungan keluarga. Mental dan jiwa wirausaha harus terus diajarkan dan diajakkan oleh setiap orangtua kepada anak-anaknya. Sehingga orangtua tidak perlu malu jika, misalnya, anaknya pergi ke sekolah sambil berjualan sesuatu.

Yang kedua adalah lingkungan pendidikan, baik formal maupun non formal. Ini berarti sejak PAUD hingga Perguruan Tinggi, sejak sekolah umum sampai dengan sekolah alternatif, sama-sama memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan karakter anak didik sebagai bangsa wirausaha. Dari aspek kurikulum maupun praktek pembelajaran, harus saling menguatkan, agar mental dan jiwa wirausaha menjadi kian dimiliki oleh peserta didik.

Dan yang ketiga harus ditumbuhsuburkan di lingkungan birokrasi pemerintahan dan dunia perbankan. Dukungan dalam bentuk kebijakan atau peraturan yang memberi kemudahan akses permodalan dan pemasaran produk/jasa kepada para wirausaha, harus terus diperkuat secara sungguh-sungguh. Khususnya kepada para wirausaha yang secara riil berupaya untuk mengangkat daya saing produk lokal terhadap produk-produk asing. Dengan demikian, ketika Presiden meminta jajaran TNI untuk melengkapi alutsista (alat utama sistem senjata) dengan produk-produk bangsa sendiri saat berkunjung ke PT. Dirgantara Indonesia, pantas untuk kita beri dukungan sepenuhnya. Keep spirit & be better.

Kamis, November 10, 2011

cara menyiasati bau tajam mengkudu

Buah ini adalah buah yang paling laris untuk pengobatan. Konon, mengkudu memiliki khasiat untuk menyembuhkan bermacam-macam penyakit, di antaranya adalah penyakit darah rendah, darah tinggi, arthritis, alergi, kanker, diabetes, stroke, jantung koroner, dan lain-lain.

Buah ini biasa bertekstur padat dan keras, berwarna putih kekuningan saat masih mentah, dan akan berubah menjadi kekuningan saat sudah mulai tua. Semakin tua, buah ini akan menimbulkan aroma tidak sedap yang tajam yang disebabkan oleh campuran antara bau asam kaproat dan bau asam kaprik.

Karena itulah banyak orang merasa enggan untuk mengkonsumsinya karena baunya yang tidak enak.

Untuk mengurangi bau yang tidak enak saat dibuat jus, pilihlah buah mengkudu yang sudah masak tetapi masih berwarna hijau. Buah mengkudu yang seperti itu memiliki kandungan bioaktif yang paling tinggi, namun baunya yang tidak enak berada dalam kadar yang terendah.

Saat membuat jus, Anda dapat mencampurnya dengan buah-buahan yang lain seperti anggur atau apel sehingga aromanya yang tidak sedap ini dapat berkurang. Yang perlu diingat adalah jangan mengkonsumsi jus mengkudu bersama dengan air kopi, teh, atau minuman berakohol.

Khasiat jus mengkudu akan mulai tampak setelah Anda mengkonsumsinya selama beberapa hari.

Semoga tips ini berguna
Salam sejahtera

Tim Makanan.us & ResepMasakan.us

Selasa, November 01, 2011

Empat bekal Spiritual Ibadah Haji

Kultum subuh Ust Khusnul Fathoni
(Ahad, 23 Oktober 2011)

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah (lillah), yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS 3:97)

"Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (QS 2:197)

Ibadah haji adalah ibadah istimewa. Oleh karena itu perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, tidak cukup dengan mempelajari manasik haji, tetapi perlu juga difahami dan dihayati bekal spiritual yang diperlukan untuk kesempurnaan ibadah haji tersebut. Paling tidak ada empat bekal spiritual yang diperlukan dalam melaksanakan ibadah haji:

1. Bekal niat.
Niat sangat menentukan dalam kehidupan kita, termasuk ibadah haji. Tak ada satu ayatpun dalam Al Quran yang secara tersurat menekankan niat melaksanakan suatu ibadah, kecuali ibadah haji. “… walillahi ‘alaannaasi hijjul bayti manistathaa’a lilyhi sabbiilaan wa man kafara fainnallaha ghaniyyun ‘anil ’aalamiina” (QS 3:97). Perintah untuk ibadah-ibadah lain seperti shalat, puasa, zakat, tidak ada kata "lillah" (karena Allah) seperti itu.
Bekal utama dan pertama yang diperlukan dalam melaksanakan ibadah haji adalah niyat ikhlas semata-mata mencari ridla Allah. Jangan heran kalau salah memasang niyat, jangan-jangan ibadah kita itu ditolak Allah. Bayangkan kalau kita bertamu ke rumah orang, lalu tuan rumah menolak kehadiran kita... Sebaliknya, kalau niyat kita benar maka Allah menyatakan "Orang yang pergi berhaji adalah tamuKu, apapun yang diminta pasti Aku berikan..." Jadi janganlah kita berangkat haji hanya karena ingin mendapat gelar "haji", prestise, atau hal-hal lain. Kita harus ikhlas karena Allah.
Menurut ulama tasawuf ada 3 klasifikasi derajat keikhlasan seseorang, yaitu:
a. Ikhlasul 'abdi (keikhlasan buruh pada majikannya), yaitu ikhlas karena mengharapkan balasan berupa upah, gaji, bonus dsb. Ini derajat yang paling rendah. Misalnya mengharapkan pahala 100 ribu kali lipat kalau shalat di Masjidil Haram. Menurut Nurcholish Madjid, jangan jadikan pahala itu sebagai tujuan, tapi jadikanlah sekadar motivasi.
b. Ikhlasul muhibbin (keikhlasan seseorang kepada apa yang dicintainya). Keikhlasan ini setingkat lebih tinggi, rela mengerjakan perintah karena kecintaannya pada yang menyuruh.
c. Ikhlasul 'aarifiin (keikhlasan orang-orang yang arif), yaitu taat melakukan sesuatu bukan karena mengejar pahala dan mengharapkan surga atau takut neraka, tetapi karena semata-mata mengharapkan ridla Allah.

2. Bekal taqwa.
Bekal taqwa dalam berhaji ini disuruh langsung oleh Allah dalam firman QS 2:197 di atas: "Berbekallah kamu, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa, bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (uulil albaab)".
Mengapa tidak cukup bekal ikhlas saja, tetapi harus pula disertai dengan bekal taqwa? Karena dalam ibadah haji ini merupakan "ta'abudi" (ibadah yang menuntut ketaatan secara penuh/total, tidak ada tawar-menawar, tidak boleh ditambah, tidak boleh dikurangi). Ibadah haji tidak perlu dirasional-rasionalkan, karena banyak yang tidak mungkin dirasionalkan. Karena sejak berangkat, mengenakan pakaian ihram dari miqat, kita sudah harus melepaskan symbol-simbol prestise berupa pakaian kita, semata-mata karena ketaatan kita pada Allah swt. Juga melaksanakan thawaf tujuh kali berjalan keliling Ka’bah, dan sa’I berjalan dari Shafa ke Marwah tujuh kali, semuanya harus kita laksanakan semata-mata karena ketaatan kita pada Allah swt. Pengamat Barat mengatakan bahwa tidak ada ritual ibadah yang demikian ditaati sepenuhnya selain ibadah haji. Tanggal 8 Dzulhijjah, semua jamaah meninggalkan Makkah menuju Mina, dan tanggal 9 Dzulhijjah semuanya menuju Arafah. Tidak ada alasan untuk tidak menaatinya.

3. Bekal sabar dan tawakkal.
Sabar dan tawakkal ini selalu bergandengan. Bekal ini sudah harus kita miliki mulai kita berangkat meninggalkan rumah, menuju asrama haji Sukolilo... Di sana keadaannya tentu berbeda dengan rumah kita, semua harus antre, masuk kamar yang berisi 3-4 tempat tidur susun berkasur tipis, semalam menginao di sana... kita rasakan bagaimana nyamuknya, bagaimana gerahnya udara, dsb. Kita menerima paspor, kartu kesehatan, boarding pass, living cost, dicek satu-persatu, harus antre. Diperlukan kesabaran... Masuk ke bus-bus yang ditentukan, juga harus sabar, menunggu semua penumpang lengkap 1 kloter (450 orang) bus baru bisa berangkat. Di pesawat pun juga harus sabar. Dalam perjalanan yang makan waktu sekitar 10 jam itu dituntut kesabaran. Mendarat di bandara King Abdul Aziz, juga dituntut kesabaran, karena semua penumpang dicek satu persatu paspornya, menunggu dan mencari koper masing-masing, perlu kesabaran. Di pemondokan pun dituntut untuk sabar, karena mungkin saja kita terpisah dari kelompok kita. Semuanya harus kita terima dengan penuh kesabaran dan berserah diri (tawakkal) kepada Allah.

Berserah diri pada Allah (tawakkal) akan memberikan ketenangan dan kekhusyukan dalam beribadah. Jangan sampai apa yang kita tinggal di tanah air mengganggu kekhusyukan dalam beribadah.

4. Bekal penghayatan makna dan pesan moral haji.
a. Al hajj madrasatul hayat (Ibadah haji adalah pelajaran hidup). Dalam ibadah haji kita dapat mempelajari kehidupan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Ibu Siti Hajar, Nabi Muhammad, penduduk Mekkah dan Madinah, bahkan bangsa-bangsa lain dari seluruh penjuru dunia yang tentunya sangat berbeda dengan kita dalam hal warna kulit, postur tubuh, bahasa, cara berpakaian, dll. Oleh karena itu sepulang haji nanti kita seharusnya menjadi paling dewasa dalam menghadapi perbedaan-perbedaan.
b. Ali Syariati mengatakan, haji adalah merupakan proses evolusi sempurna menuju Allah. Proses ini kita lalui sebagai manusia. Jangan berhenti hanya "sebagai" manusia, tetapi terus berproses untuk "menjadi" manusia sempurna ketika menuju Allah nanti.
c. Wuquf di padang Arafah, harus difahami sesuai makna sebenarnya wuquf, yaitu mewakafkan hidup kita ini kepada Allah swt, sebagaimana doa iftitah yang kita baca pada saat shalat: "inna shalaati wa nusukii, wamahyaaya, wama maati lillaahi rabbil 'aalamiin (sesungguhnya dhalatku, ibadatku, hidup dan matiku semata hanya untuk Allah seru sekalian alam)".
Sedangkan "arafah" artinya mengenal (ta'aruf). Di situ kita berkesempatan untuk lebih mengenal Rabb (Tuhan) kita, mengenal nafs (diri) kita, mengenal (urusan) dunia kita, dan mengenal musuh-musuh kita. Oleh karena itu sebaiknya kita isi saat-saat wuquf di Arafah itu dengan bermuhasabah (evaluasi diri), dan banyak-banyak berdoa untuk diri kita, keluarga kita, karib kerabat kita, bangsa kita dsb, termasuk doa-doa yang dititipkan oleh sanak saudara kita...

Wallahua'lam

Selasa, Oktober 25, 2011

Pemasaran Iblis

HD Iriyanto

(Inspirator Metamorphosis; Dosen STMIK AMIKOM Yogyakarta)

Salam Metamorfosa, Salam Perubahan…

Hari Jumat pekan lalu, menjadi hari yang cukup istimewa bagi saya. Bukan karena saya mendapatkan undian berhadiah, melainkan karena saya kedatangan tamu yang berilmu. Tamu saya tadi adalah seorang doktor lulusan Timur Tengah, yang sehari-harinya mencurahkan perhatian kepada pengembangan pesantren, dan membina pengembangan bisnis yang dijalankan oleh UMKM.

Di tengah perbincangan yang kami lakukan, saya mendapatkan bahan renungan yang sekarang saya bagikan kepada Anda. Bahan renungan itu kurang lebih bagini. Kalau para pemasar produk atau jasa sukses menawarkan produk atau jasanya yang memiliki kualitas bagus, itu hal yang biasa. Kalau para ustad, kyai, atau ulama sukses memasarkan ajakan atau ajaran berbuat baik, itu juga hal yang biasa. Tetapi kalau iblis sukses memasarkan kesesatan dan kemungkaran kepada manusia, itu baru namanya luar biasa.

Para pembaca yang siap berubah menjadi lebih baik…

Apa yang membuat iblis tersebut sukses? Menurut tamu saya tadi, karena iblis menawarkan kenikmatan atau kesenangan yang bersifat segera atau instan. Sedangkan para nabi dan rasul yang dilanjutkan oleh para ulama, kyai, ustad, dan guru atau dosen lebih banyak menawarkan kebaikan yang dampaknya lebih untuk jangka panjang.

Saya pun teringat dengan berbagai peristiwa yang sering menimpa orang yang hendak mencari pekerjaan, mencari kesembuhan, atau orang yang pengin memperoleh rizqi atau kekayaan dalam waktu singkat. Mereka semua pada umumnya terjebak dan tertipu pada iming-iming jangka pendek. Karena tergiur dengan proses yang cepat, tanpa harus bersusah payah, mereka pun menerima tawaran tersebut, kendati menurut akal sehat iming-iming tersebut sebenarnya termasuk kategori tidak masuk akal.

Cobalah Anda amati iklan-iklan penyembuhan atau seminar-seminar bisnis. Tabib A menawarkan sanggup menyembuhkan berbagai penyakit dalam waktu singkat. Tabib B mengaku bisa membantu mempercepat suami istri yang belum memiliki keturunan, hanya dengan dua kali terapi. Bahkan sampai hari ini di Jogja masih terpampang iklan seminar hypnosis yang nempel di tiang-tiang traffic light, yang menjanjikan kepada orang cara instan untuk menguasai kemampuan hypnosis. Belum lagi yang menggunakan cara gila untuk menjadi pengusaha, atau yang mengajak masyarakat untuk tidak usah takut berhutang.

Ketika pada akhirnya orang mau menerima berbagai penawaran tadi, sebagian dari mereka pun merasa kecewa karena menganggap telah menjadi korban penipun atau kebohongan. Namun anehnya tidak membuat orang kapok. Masih saja datang berbondong-bondong orang yang menginginkan segala sesuatunya dengan cara-cara instan, yakni cara-cara yang (maaf) dipakai iblis untuk menawarkan kemaksiatan, kesesatan, dan kemungkaran.

Hanya orang-orang yang selalu memohon perlindungan Allah SWT dan diikuti oleh keikhlasan untuk mengikuti sunatullah-Nyalah yang akan terbebas dari pemasarannya iblis. Semoga kita menjadi salah satu di antaranya. Keep spirit & be better.

Minggu, Oktober 02, 2011

Hak Anak

  1. saat lahir kumandangkan adzan dan iqomah di telinganya agar ia mendengar suara pertama adalah takbir.
  2. Gembirakan dengan aqiqah dan bagikan ke tetangga
  3. berikan nama yang baik
  4. didik anak untuk mengenal Allah
  5. tumbuhkan dengan yang halal dan toyib
  6. ajarkan anak sesuai dengan zamannya bukan zaman orang tuanya
  7. nikahkan anak dengan yang shalih atau shalihah
anak adalah titipan Allah untuk menguji kita sejauh mana kita mampu mendapatkan amanah.
selamat menjadi oarng tua yang penuh kasih sayang

Selasa, September 27, 2011

Faedah-faedah Menyambung tali silarurrahim

  1. Menjadikan Allah sebagai penyambung antara keduanya
  2. menjadi sebab masuk ke dalam syurga
  3. sebagai bentuk menjalankan perintah Allah (QS Ar Raad)
  4. Bukti beriman kepada Allah
  5. Termasuk amalan yang dicintai Allah
  6. melaksanakan wasita Rasulullah SAW
  7. menjadikan panjang umur dan lapang rizqi
  8. pahala di dunia disegerakan dan disimpan untuk akherat
  9. akhlaq yang afdol

Sabtu, September 17, 2011

Sejarah Asal Mula Halal Bihalal, Sungkem dan Makna Unjung-unjung (silaturahmi)

Seorang budayawan terkenal Dr Umar Khayam (alm), menyatakan bahwa tradisi Lebaran merupakan terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya tersebut demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Akhirnya tradisi Lebaran itu meluas ke seluruh wilayah Indonesia, dan melibatkan penduduk dari berbagai pemeluk agama. Untuk mengetahui akulturasi kedua budaya tersebut, kita cermati dulu profil budaya Islam secara global. Di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Asia (selain Indonesia), sehabis umat Islam melaksanakan salat Idul Fitri tidak ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan.

Yang ada hanyalah beberapa orang secara sporadis berjabatan tangan sebagai tanda keakraban.

Menurut tuntunan ajaran Islam, saling memaafkan itu tidak ditetapkan waktunya setelah umat Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadan, melainkan kapan saja setelah seseorang merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah SWT lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (Alquran Surat Ali Imran ayat 134).

Budaya sungkem


Dalam budaya Jawa, seseorang “sungkem” kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang terpuji. Sungkem bukannya simbol kerendahan derajat, melainkan justru menunjukkan perilaku utama. Tujuan sungkem, pertama, adalah sebagai lambang penghormatan, dan kedua, sebagai permohonan maaf, atau “nyuwun ngapura”. Istilah “ngapura” tampaknya berasal dari bahasa Arab “ghafura”.

Para ulama di Jawa tampaknya ingin benar mewujudkan tujuan puasa Ramadan. Selain untuk meningkatkan iman dan takwa, juga mengharapkan agar dosa-dosanya di waktu yang lampau diampuni oleh Allah SWT. Seseorang yang merasa berdosa kepada Allah SWT bisa langsung mohon pengampunan kepada-Nya. Tetapi, apakah semua dosanya bisa terhapus jika dia masih bersalah kepada orangorang lain yang dia belum minta maaf kepada mereka?

Nah, di sinilah para ulama mempunyai ide, bahwa di hari Lebaran itu antara seorang dengan yang lain perlu saling memaafkan kesalahan masingmasing, yang kemudian dilaksanakan secara kolektif dalam bentuk halal bihalal. Jadi, disebut hari Lebaran, karena puasa telah lebar (selesai), dan dosa-dosanya telah lebur (terhapus).

Dari uraian di muka dapat dimengerti, bahwa tradisi Lebaran berikut halal bihalal merupakan perpaduan antara unsur budaya Jawa dan budaya Islam.

Sejarah halal bihalal


Sejarah asal mula halal bihalal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, bahwa tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Dalam rangka menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.

Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal. Kemudian instansi-instansi pemerintah/swasta juga mengadakan halal bihalal, yang pesertanya meliputi warga masyarakat dari berbagai pemeluk agama.

Sampai pada tahap ini halal bihalal telah berfungsi sebagai media pertemuan dari segenap warga masyarakat. Dan dengan adanya acara saling memaafkan, maka hubungan antarmasyarakat menjadi lebih akrab dan penuh kekeluargaan.

Karena halal bihalal mempunyai efek yang positif bagi kerukunan dan keakraban warga masyarakat, maka tradisi halal bihalal perlu dilestarikan dan dikembangkan. Lebih-lebih pada akhir-akhir ini di negeri kita sering terjadi konflik sosial yang disebabkan karena pertentangan kepentingan.

Makna Idul Fitri


Ada tiga pengertian tentang Idul Fitri. Di kalangan ulama ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada kesucian. Artinya setelah selama bulan Ramadan umat Islam melatih diri menyucikan jasmani dan rohaninya, dan dengan harapan pula dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT, Maka memasuki hari Lebaran mereka telah menjadi suci lahir dan batin.

Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada fitrah, atau naluri religius. Hal ini sesuai dengan Alquran Surat Al-Baqarah ayat 183, bahwa tujuan puasa adalah agar orang yang melakukannya menjadi orang yang takwa atau meningkat kualitas religiusitasnya.

Ada pula yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada keadaan di mana umat Islam diperbolehkan lagi makan dan minum siang hari seperti biasa. Di kalangan ahli bahasa Arab, pengertian ketiga itu dianggap yang paling tepat.

Dari ketiga makna tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam memasuki Idul Fitri umat Islam diharapkan mencapai kesucian lahir batin dan meningkat kualitas religiusitasnya. Salah satu ciri manusia religius adalah memiliki kepedulian terhadap nasib kaum yang sengsara. Dalam Surat Al-Ma’un ayat 1 -3 disebutkan, adalah dusta belaka kalau ada orang mengaku beragama tetapi tidak mempedulikan nasib anak yatim. Penyebutan anak yatim dalam ayat ini merupakan representasi dari kaum yang sengsara.

Oleh karena itu dapat kita pahami, bahwa umat Islam yang mampu wajib memberikan zakat fitrah kepada kaum fakir miskin, dan pemberian zakat tersebut paling lambat sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri. Aturan ini dimaksudkan, agar pada waktu umat Islam yang mampu bergembira ria merayakan Idul Fitri jangan ada orang-orang miskin yang sedih, atau sampai menangis, karena tidak ada yang dimakan.

Agama Islam sangat menekankan harmonisasi hubungan antara si kaya dan si miskin. Orang-orang kaya diwajibkan mengeluarkan zakat mal (harta), untuk dibagikan kepada delapan asnaf (kelompok), di antaranya adalah kaum fakir miskin.

Dari uraian di muka dapat disimpulkan, bahwa Idul Fitri merupakan puncak dari suatu metode pendidikan mental yang berlangsung selama satu bulan untuk mewujudkan profil manusia yang suci lahir batin, memiliki kualitas keberagamaan yang tinggi, dan memelihara hubungan sosial yang harmonis.

Minggu, Februari 20, 2011

Keutamaan Shalat berjamaah

dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat" (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits di atas menunjukkan bahwa Islam mengajarkan pada umatnya untuk menjalin kebersamaan, menghilangkan sifat individualis.
shalat berjamaah menjadikan kita saling kenal dengan tetangga
shalat berjamaah menjadikan kita mau dipimpin
dalam shalat berjamaah seorang pimpinan (imam) harus tahu kondisi jamaahnya. itulah teladan bagi pimpinan
makmum boleh menegur pimpinan dengan cara yang santun, bukan seperi sekarang sedikit2 demo, protes dan seakan pimpinan adalah tempat segala kesalahan dan makmum adalah segala kebenaran.
Dalam shalat berjamaah makmum harus merapatkan shaf, bukan saling gontok2an seakan ia yang paling berhak dalam barisan shaf.
Ah ..................
andai kegiatan shalat berjamaah diterapkan dalam kehidupan keseharian kita,mungkin negeri ini, akan damai dan Islam benar2 sebagai rahmatan lil alamin
semoga.........