Senin, Maret 17, 2008

Kertas Masa Depandari Laut, tidak lagi dari Hutan..

Apa Kabar Industri Pulp dan Kertas Indonesia?

Kertas merupakan salah satu produk turunan selulosa yang memegang peranan cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Pemakaian kertas pertama kali diawali di China yang dibuat dari serat aneka tanaman seperti bambu, mulberi, willow, lontar, jerami, kapas dan lainnya. Perkembangan pembuatan kertas ini sangat cepat dan semakin lama teknik pembuatan kertas semakin canggih dan mampu menghasilkan berbagai jenis kertas seperti yang biasa dimanfaaatkan dewasa ini.

Industri kertas merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia dengan menghasilkan 178 juta ton pulp, 278 juta ton kertas dan karton, dan menghabiskan 670 juta ton kayu. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, kebutuhan akan kertas juga semakin meningkat. Pertumbuhan dalam dekade berikutnya diperkirakan antara 2% hingga 3.5% per tahun, sehingga membutuhkan kenaikan kayu log yang dihasilkan dari lahan hutan seluas 1 sampai 2 juta hektar setiap tahun.



 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Di Indonesia, industri pulp dan kertas terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dewasa ini industri pulp dan kertas Indonesia memiliki 80 perusahaan, besar dan kecil serta baru dan lama dengan nilai investasi mencapai US$ 16,00 milyar dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung sebanyak 178.624 orang serta devisa senilai US$ 2,817 milyar. Total kapasitas pabrik pulp mencapai 6,4 juta ton per tahun sementara pabrik kertas mencapai 10 juta ton per tahun. Semua jenis kertas telah diproduksi, bahkan terdapat kelebihan untuk diekspor, yaitu 45 % pulp dan 30 % kertas. Dengan besaran kemampuan produksi tersebut, maka Indonesia kini menempati peringkat 9 sebagai produsen pulp dan peringkat 12 dalam hal produksi kertas dunia. Pembangunan pabrik pulp dan kertas membutuhkan investasi yang besar. Satu pabrik pulp dengan kapasitas 1 juta ton membutuhkan investasi US$ 1 miliar. Dalam visi 2030 dan Road Map 2010 Industri Nasional tentang Revitalisasi Indutri dan Investasi yang dikeluarkan oleh KADIN pada tahun 2007 ini, menempatkan industri pulp dan paper sebagai satu dari tiga klaster industri unggulan penggerak pencipta lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan.

Konsumsi kertas perkapita juga bisa menjadi indicator kemajuan sebuah negara mengingat kertas merupakan sarana penting dalam pendidikan dan komunikasi. Konsumsi kertas perkapita di Indonesia saat ini masih sangat rendah sekitar 25 kilogram per tahun. Thailand mencapai 35 kilogram, Malaysia 106 kilogram, dan Singapura 180 kilogram.

Seperti dipahami bersama, bahwa industri pulp dan kertas akan terus berkembang pada masa yang akan datang, namun juga perlu diperhatikan akan bahan baku yang ketersediaan semakin menipis dan dampak dari proses pembuatan kertas terhadap lingkungan sekitar. Tantangan industri kertas dimasa depan juga tidaklah mudah. Industri kertas, selain membutuhkan kayu sebagai bahan baku utama, juga tergolong industry dengan tingkat konsumsi energy tinggi dan menghasilkan limbah yang cukup membahayakan bagi lingkungan. Industri ini perlu berbenah diri seiring dengan makin gencarnya evironmentall issues, sehingga industi pulp dan kertas mampu menjadi indutri yang berkelanjutan baik dari segi ekonomi, lingkungan dan energi. Catatan penting lain bagi insutri pulp dan kertas di Indonesia agar industri ini tidak lagi disebut sebagai "sunset industry adalah pasokan bahan baku kayu yang tidak cukup, kelebihan kapasitas industri perkayuan, inefisiensi industri, rendahnya daya saing produk, pangsa pasar yang terus menurun dan kurangnya produk yang memiliki nilai tambah, merupakan masalah yang selalu dihadapi industri ini sejak dulu dan saat ini semakin kompleks keadaannya. Departemen Kehutanan juga belum memiliki  peta jalan (road map) pembangunan industri pulp dan kertas mengakibatkan produksi dan perdagangan komoditas itu kritis, bahkan target penanaman HTI seluas 700.000 ha pada 2007 hingga Juli baru 70.000-an ha. percepatan program hutan tanaman industri (HTI) yang ditargetkan mencapai 5 juta hektare (ha) pada 2009


 

How Paper is Made?

Kertas dihasilkan dari bahan kaya selulosa, dalam hal ini kayu yang banyak digunakan sebagai bahan utama pada mayoritas industri pulp dan kertas di dunia karena memiliki berbagai kelebihan dibandingkan sumber selulosa yang lain. Kayu merupakan merupakan polimer alami dimana 90-99% bobotnya berupa polimer. Dari jumlah itu, 65-75 % adalah golongan polisakarida. Sel kayu terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa membentuk kerangka yang dikelilingi oleh senyawa-senyawa lain yang berfungsi sebagai matrik (hemiselulosa) dan bahan-bahan yang melapisi (lignin).

Untuk menjadi produk kertas, kayu harus diproses melalui berbagai tahapan seperti pulping, bleaching, hingga menjadi lembaran-lembaran kertas dalam proses paper machine. Dalam proses pulping, metode yang digunakan juga sangat variatif, diantaranya dengan metode mekanik, kimia, semi kimia dan beberapa metode intermediate. Pemilihan metode sangat bergantung pada jenis bahan baku (sumber serat) yang digunakan dan tujuan produk akhir yang diinginkan, Produk akhir yang dihasilkan dapat berupa kertas budaya (kertas koran, kerta tulis cetak, dan lain-lain) dan kertas industri seperti kertas kantong semen, kertas duplex, kertas bungkus atau pengemas yang umumnya digunakan pada industri penerbitan, percetakan, pengemasan, industri rokok, dan jasa. Selain itu dapat juga dihasilkan kertas tissue, misalnya kertas sigaret dan kertas rumah tangga.

Tekanan masyarakat untuk mengolah limbah kertas, mengurangi penggunaan pohon dan pengolahan limbah industri selama ini telah direspon salah satunya dengan daur ulang kertas. Meskipun ini merupakan salah satu positive step tapi belum merupakan perfect answers, baik secara lingkungan maupun ekonomi. Hal ini disebabkan, dalam mengolah limbah kertas menghasilkan tinta cetak yang menyebabkan polusi dan dari sisi ekonomi, kertas hasil daur ulang dianggap inferior sebagai kertas baru karena serat-serat kertas yang menjadi lebih pendek sehingga kualitas menjadi menurun.

Berbagai penelitian yang lain juga telah dilakukan untuk mendapatkan sumber serat yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber bahan baku kertas dengan tidak mengurangi aspek mutu dari kertas yang dihasilkan. Jerami padi misalnya, seiring dengan kemajuan teknologi, batang padi saat ini semakin pendek untuk lebih mengoptimalkan pertumbuhan pada bagian biji-biji penghasil butir padi.

Bagasse yang merupakan by product dari industry gula nyatanya juga belum layak dari sisi ekonomi. Hal ini berbeda dengan industry kertas di China seperti PT Industri Kertas Asia Timur Guangxi di Kota Chongzuo yang mengembangkan caranya sendiri untuk membuat kertas dari ampas tebu sebagai bahan mentah, sehingga dapat menghemat sejumlah besar kayu. Bagasse memang mengandung serat selulosa yang dapat dibuat pulp.  Potensi  bagasse di Indonesia cukup besar, menurut data statistik Indonesia tahun 2002, luas tanaman tebu di Indonesia 395.399,44 ha, yang tersebar di Pulau Sumatera seluas 99.383,8 ha, Pulau Jawa seluas 265.671,82 ha, Pulau Kalimantan seluas 13.970,42 ha, dan Pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha.  Diperkirakan setiap ha tanaman tebu mampu menghasilkan 100 ton bagasse. Maka potensi bagasse nasional yang dapat tersedia dari total luas tanaman tebu mencapai 39.539.944 ton per tahun. Akan tetapi, saat ini, bagasse justru menjadi sumber energy utama bagi pabrik tebu dan jika dialihkan sebagai bahan baku kertas, maka diperlukan solar sebagai bahan bakar pengganti yang harganya cukup mahal. Kalkulasinya sebagai berikut: Kalau satu liter solar harganya Rp 3.600,-,  sedangkan nilai kalor 1 ton bagasse kering setara dengan 598 liter solar, maka apabila dinilai dengan uang, 1 ton bagasse setara dengan Rp 2.152.800,-. Berarti lebih mahal dari harga Bahan Baku Serpih (BBS) kayu, yaitu setara Rp 600.000,- per ton.  Permasalahan lain adalah, tebu merupakan tanaman semusim, sehingga tidak dipanen sepanjang tahun. Untuk menjamin rutinitas pasokan bagasse, maka diperlukan tempat penyimpanan yang luas.  Kendalanya adalah bagasse bersifat kamba (bulky), sehingga memerlukan biaya transportasi dan penggudangan yang mahal.  Pada saat penggudangan bagasse mudah terserang jamur dan serangga karena kandungan gula yang tersisa. Apabila dalam keadaan kering bagasse mudah terbakar.

Bambu yang juga diteliti untuk dijadikan sebagai sumber serat penghasil kertas nyatanya menghasilkan kertas dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kertas berbahandasar kayu.


 

Kertas dari Laut, Mungkinkah?

Selama ini kita mengenal kertas dihasilkan dari kayu yang ditebang dari pepohonan di hutan, dengan laju deforestrasi hutan yang cukup tinggi mencapai 1,18 juta hektar. Namun, yang sering dilupakan bahwasanya Indonesia tidak hanya hutan dan daratan saja, akan tetapi 3/4 dari luas Indonesia berupa perairan atau lautan. Banyak potensi yang belum dioptimalkan diantaranya adalah rumput laut yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas, pengganti kayu dari hutan. Luas laut Indonesia yang sesuai untuk budidaya rumput laut diperkirakan seluas, 1,1 juta ha yang sampai saat ini belum digarap dengan maksimal.

Kunci sukses transformasi rumput laut jadi kertas adalah ditemukannya serat atau fiber. Bila kayu mengandung serat selulosa, rumput laut mengandung serat agalosa selebar 3-7 mikrometer dan panjang 0,5-1 milimeter, dengan fleksibilitas tinggi, tidak ditemukan unsur lignin, dan mengandung substansi perekat cair. Dari penelitian mikroskop terlihat ukuran dan bentuk serat agalosa lebih homogen, tidak seperti serat selulosa yang bulat, lonjong, atau pipih. Homogenitas ini yang membuat kualitas kertas lebih baik, lebih fleksibel, lebih halus.

Jenis rumput laut yang umumnya dibudidayakan di Indonesia adalah jenis adalah Gracillaria untuk di tambak dan Euchema di laut. Dalam pembuatan kertas berbahan dasar rumput laut ini, jenis yang digunakan adalah alga merah (red seaweeds / Rhodophyceae) species Gracillaria. Gracilaria memiliki nama daerah yang bermacam-macam, seperti: sango-sango, rambu kasang, janggut dayung, dongi-dongi, bulung embulung, agar-agar karang, agar-agar jahe, bulung sangu dan lain-lain.

Gracilaria memiliki kelebihan dibandingkan jenis alga merah yang lain seperti Eucheuma Cottoni, Chondrus ( penghasil karaginan) dan Fulcellaria (penghasil fulceran). Kelebihan Gracilaria adalah seratnya lebih panjang berdasarkan hasil analisa seperti ditunjukkan pada Tabel berikut


 

Analisa Rumput Laut dari Jenis Eucheuma dan Gracilaria

Jenis analisa

E. spinosum
(Bali)%

E. spinosum
(Sul Sel)%

E. spinosum
(Bali)%

G. gigas
(Bali)%

Kadar air

12,90

11,80

13,90

12,90

Protein (Crude protein)

5,12

9,20

2,69

7,30

Lemak

0,13

0,16

0,37

0,09

Karbohidrat

13,38

10,64

5,70

4,94

Serat kasar

1,39

1,73

0,95

2,50

Abu

14,21

4,79

17,09

12,54

Mineral:Ca

52,85 ppm

69,25 ppm

22,39 ppm

29,925 ppm

Fe

0,108 ppm

0,326 ppm

0,121 ppm

0,701 ppm

Cu

0,768 ppm

1,869 ppm

2,736 ppm

3,581 ppm

Pb

=

0,015 ppm

0,040 ppm

0,190 ppm

Vitamin B1 (Thiamin)

0,21 mg/100g

0,10 mg/100g

0,14 mg/100g

0,019 mg/100g

Vitamin B2 (Riboflacin)

2,26 mg/100g

8,45 mg/100g

2,7 mg/100g

4,00 mg/100g

Vitamin C

43 mg/100g

41 mg/100g

12 mg/100g

12 mg/100g

Carrageenan

65,75%

67,51%

61,52%

=

Agar

=

=

=

47,34%


 

Proses pembuatan kertas dari rumput laut tidak berbeda daripada pembuatan kertas dari kayu. Ada lima proses pokok, yakni (1) penyiapan bahan baku; (2) pemasakan rumput laut; (3) ekstraksi rumput laut; (4) pemutihan; dan (5) pencetakan. Secara umum, proses produksi dimulai dari panen rumput laut merah, kemudian dijemur, dibersihkan, dan dipotong-potong. Lalu dimasukkan dalam tungku dan dimasak pada suhu tinggi (boiling) sehingga keluar ekstrak "inti" berupa agar untuk pangan. Ampas rumput laut— yang telah diambil agar-agarnya—kemudian diputihkan (bleaching) lalu dihancurkan menjadi bubur rumput laut merah (pulp). Bubur inilah yang kemudian diolah jadi kertas.

Beberapa kelebihan yang dimiliki rumput laut sebagai bahan dasar kertas adalah pertumbuhan massa rumput laut yang sangat tinggi, yakni 5-10 % sehari. Dengan masa panen 70 hari, pertumbuhan tersebut sangat pesat dibandingkan pohon sebagai bahan baku kertas konvensional, yang baru dapat dipotong minimal 7 tahun bahkan 15 tahun pada negara-negara subtropis. Untuk negara tropis seperti Indonesia, rumput laut dapat dipanen sepanjang tahun, sedangkan negara beriklim subtropis, panen rumput laut hanya dapat dilakukan selama 2 kali dalam setahun. Tentu hal ini merupakan point plus bagi rumput laut Indonesia.

Kelebihan lain dari kertas berbahan dasar rumput laut adalah minimnya komponen racun yang ada pada kertas. Berbeda dengan kertas konvensional yang menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses produksi, pengolahan kertas dari rumput laut diproses nyaris tanpa bahan kimia, kecuali pemutihan dengan klorin, sehingga hampir tidak ada limbah berbahaya yang dihasilkan. Dengan demikian proses ini aman bagi lingkungan dan tidak berdampak negatif bagi kesehatan. Setelah dilakukan pengujian, kertas rumput laut ini hanya mengandung 17 komponen racun, sedangkan kertas berbahan dasar kayu mengandung
40 komponen racun. Kondisi ini berpeluang menjadikan kertas berbahan dasar rumput laut sebagai bahan kemasan untuk produk pangan.


 

Tabel Negara Produser Rumput Dunia Utama, 1998 - 2002

Negara

1998

1999

2000

2001

2002

Kenaikan Rata-rata (%)

Total (ton)

1.845.643

1.925.348

1.980.758

2.225.783

2.574.640

8.81

Philipines

656.632

673.361

678.743

760.640

884.066

7.91

China

364.450

411.370

481.590

583.990

670.620

16.51

Taiwan

14.770

15.327

12.529

15.628

16.799

4.44

Korea Rep

190.979

205.706

130.488

167.909

223.650

8,26

Indonesia

117.210

133.720

205.227

212.473

223.080

19.02

Chili

68.386

31.278

33.471

65.538

71.648

14.47

Japan

396.615

409.850

391.681

373.121

436.031

2.76

Lainnya

36.601

44.736

47.029

46.484

48.746

7,76

Lainnya

36.601

44.736

47.029

46.484

48.746

7,76

Sumber Statistical Year Book FAO 2002.


 

    Pada akhirnya, dengan menjadikan rumput laut sebagai bahan baku kertasm aka meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomi rumput laut itu sendiri yang selama ini hanya diekspor dalam bentuk kering tanpa dilakukan pengolahan lanjutan. Hal ini menyebabkan harga rumput laut Indonesia jatuh dipasar internasional. Kajian singkat yang dilakukan oleh PT. Bank Ekspor Indonesia (BED pada tahun 2006 menunjukkan rata-rata komoditi rumput laut Indonesia di pasaran dunia terpaut pada harga 496 US$/ton. Harga rumput laut Indonesia termasuk yang paling murah jika dibandingkan dengan Negara eksportir lainnya, rumput laut Cina memiliki harga 1,943 US$/ton, rumput laut Korea 2,984 US$/ton, rumput laut Chile 680US$/ton. Kelemahan harga rumput laut Indonesia disebabkan oleh karena sebagian besar rumput laut kita diekspor dalam bentuk mentah (raw material), padahal value-added rumput laut mentah yang diolah memberikan premium yang sangat tinggi. Sebagai contoh, Cina dan Korea mengolah rumput laut menjadi bahan makanan dan supplemen mendapat apresiasi harga yang tinggi di Jepang. Keuntungan lain dari olahan rumput laut adalah pengenaan tarif yang lebih rendah, bahkan nol, dibanding dalam bentuk mentah yang dapat dikenakan tarif hingga 40% di Jepang.


 

Kertas: industri yang tidak akan pernah mati

Meskipun marak issue paperless pada masa yang akan datang dengan semakin majunya teknologi digital, penetrasi internet dan semakin murahnya teknologi digital, kertas akan tetap dibutuhkan. Bukankah keberadaan computer pada awal kemunculannya diharapkan bisa mengubah arah hidup menjauh dari kebutuhan kertas? tapi nyatanya konsumsi kertas semakin meningkat. Inovasi kertas harus terus dikembangkan. Mungkin kita perlu belajar dari salah satu perusahaan kertas Italia, Cartiera
Favini yang cukup produktif menciptakan kertas-kertas inovatif, diantaranya kertas dari limbah tekstil, kertas dari efluen alga (50.000 ton alga sebagai bahan baku kertas setara dengan 30.000 ton kayu), limbah pertanian (limbah pemrosesan gula dan maizena dengan pemanfaatan tongkol jagung, dedaunan dan tangkai). Perusahaan Favini juga sudah menemukan cara menggunakan residu-residu lain yang hanya mempunyai sedikit atau tanpa isi serat, seperti sisa pulp dari proses pengepresan jeruk atau anggur. Dalam hal ini pulp akan dikeringkan dan dibentuk menjadi tepung yang kemudian bisa digunakan untuk menggantikan ssejumlah selulosa kayu dan pengisi-pengisi mineral di dalam proses kertas. Perusahaan memberi nama-nama produk-produk tersebut sesuai bahan asli, sebagai contoh, "kertas jeruk", "kertas lemon" dan "kertas anggur". Dan lebih ekstrim serta mengejutkan, ECOFAVINI juga berhasil menciptakan apa yang disebut Smog Paper. Pabrik kertas seperti diketahui menghasilkan pengotor-pengotor berbahaya. yang ekuivalen dengan polusi dari 30 mobil bepergian pada 50kph. Perusahaan ini sudah menemukan teknologi untuk menjadikan gas-gas ini harmless (disebut smog flour). Dengan cara yang sama seperti vegetable flour, dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi kertas.

Selain itu, ide dari Jepang berikut juga layak untuk terus dikaji sebagai salah satu usaha untuk melakukan penghematan kayu dan memanfaatkan kertas bekas menjadi produk yang bernilai ekonomi dan bernilai guna tinggi, yakni dengan mengubah kertas menjadi kayu. Ide ini sebenarnya merupakan upaya memperpanjang usia pemanfaatan satu barang, sehingga bisa menghemat pemakaian bahan dari alam. Konsepnya sesungguhnya sangat sederhana. Jika dalam pembuatan kertas, zat lignin yang ada di kayu dihilangkan, maka untuk mengubah kertas menjadi kayu dilakukan dengan cara mengembalikan lignin tadi pada kertas daur ulang. Namun, kertas tentu tidak bisa berkali-kali didaur ulang, karena lama-kelamaan seratnya menjadi pendek. Kayu buatan ini punya beberapa kelebihan antara lain sangat mudah dibentuk, karena bisa dicetak seperti plastik, namun tetap memiliki sifat fisik sebagai kayu. Kekuatan kayu tersebut dapat diatur kekuatannya berdasarkan jumlah lignin yang ditambahkan. Jadi prosesnya bahan serat ini dibentuk dulu baru kemudian ditambahkan lignin. Bahan kayu buatan ini bersifat biodegradable karena memang tersusun dari zat-zat yang sama seperti kayu alamiah sehingga ramah terhadap lingkungan.

Jadi, teruslah berinovasi!

ria@alkahfia

-Lagi belajar nulis-


 

Pemantik Ide

----------, 2004. Algae Paper – Italy. The Earth Report from TVE.org

----------, 2007. Agenda 2020
Technology Vision. http://www.agenda2020.org/Tech/vision.htm. Tanggal akses: 25 Oktober 2007

----------, 2007. Visi 2030 Dan Roadmap 2010 Industri Nasional. http://www.kadin-indonesia.or.id/id/berita_isi.php?news_id=1847. Tanggal akses: 11 November 2007

----------. 2007.Inovasi Material Kertas Dari Lulusan Sastra. mAthA inggin bixara.blogspot

----------. Perkembangan Perusahaan Guangxi Perhatikan Pelestarian Lingkungan . http://indonesian.cri.cn/1/2007/10/19/1@72896.htm. Tanggal akses: 30 Oktober 2007

Dahuri, R. 2004. Industri Bioteknologi Perairan dan Kemakmuran Bangsa.
http://www.dkp.go.id/ content.php?c=4485. tanggal akses: 5 November 2007

Fauzi, A, 2005. Siaran Pers. No.:S.563/II/PIK-1/2005. Pemanfaatan Ampas Tebu (Bagasse) Untuk Bahan Baku Pulp Dan Kertas Masih Hadapi Kendala. http://www.dephut.go.id/ INFORMASI/HUMAS/2005/563_05.htm. Tanggal akses: 27 Oktober 2007

Industri Pulp dan Kertas: Berpotensi, tapi Sepi Investasi. Warta Ekonomi. 2007. http://www.wartaekonomi.com/indikator.asp?aid=6728&cid=25

Istiani, Sri et al. 1985. Manfaat Dan Pengolahaan Rumput Laut. Seafarming Workshop Report. Bandar Lampung 28 Oktober – 1 November 1985

Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan. Terjemahan. UGM Press. Jogjakarta.

Sutarto, 2006. Tak Ada Investasi Baru di Industri Pulp dan Kertas.http://www.tempointeraktif.com/ hg/ekbis/2006/01/19/brk,20060119-72606,id.html

Tambunan, E. 2007. Dephut belum memiliki Peta Jalan Industri Pulp. http://www.greenomics.org/ news%5CNews_20070822_bi.doc. Tanggal akses: 21 November 2007

Wardhany, FR. 2007. Revitalisasi industri kehutanan. http://www.pbbinfo.com/index.php? option=com content&task =view &id=53&Itemid=1. Tanggal akses: 6 Oktober 2007

2 komentar:

setyasafam mengatakan...

selamat pagi mas saya gaya, bisa mohon informasi, temen saya ingin membuat pabrik tissue, temen saya itu sedang mencari2 bahan baku tissue yang murah bisa saa tahu dimana saya bisa dapatkan harga sekalian bahan bakunya terima kasih, jika ada kirim kan semua ke setyasa@yahoo.com, terima kasih mas

setyasafam mengatakan...

saya gaya satrya setyasa, temen saya ngin membuat pabrik tissue bisa mohon informasi, dmn saya bisa dapatkan bahan baku dan harganya brp, jika ada kirim ke setyasa@yahoo.com, terima kasih