Mendengarkan ceramah para ulama memang dapat menyejukkan hati. Hati yang tiap hari diguyur oleh kepentingan duniawi seakan terobati oleh fatwa-fatwa ulama. Namun demikian, di jaman seperti sekarang ini, sering para da’i banyak memberikan improvisasi dalam berda’wah agar menarik audiencenya. Sayangnya, kadang improviasasi itu lebih menonjol daripada ceramah itu sendiri akibatnya yang ditanngkap jama’ah adalah guyonannya.
Pada suatu acara di televisi lokal aku melihat seorang kyai melakukan da’wah dengan banyak guyonan yang khas dari model pengajian masyarakat pedesaaan. Materi yang disampaikan sebenarnya cukup menarik, sayangnya yang dijadikan contoh adalah togel. Togel jika sebagai contoh keburukan tentu saja baik namun jika untuk menjelaskan sifat tauhid, pantaskah?
Dalam ceramahnya sang kyai menjelaskan tentang kodok yang dibolak balik tetap saja dibaca kodok dalam bahasa Indonesia (benarkah?) ditulis katak dan jika dibalik juga tetap katak. Yang menyedihkan sang kyai mengatakan kodok dalam ramalan togel memiliki nomor 24 (hapal betul kyai ini). Lalu apa hubungannya?Menurut beliau penomoran itu tidak sembarangan tetapi memiliki makna. Yaitu 24 dari dua gabungan artinya dapt dibolak balik yaitu 12 dan 12. Nah 12 itu menurut beliau berasal dari (huruf arab) untuk kalimat syahadat. Yang masing-masing terdiri dari 12 huruf. Jadi kertas ramalan togel itu adalah bagian dari da’wah (hebat kan). 12 juga dapat dibaca 1 dan 2 dan ni digunakan dalam baris berbaris dengan lafal tu wa tu wa dst hebat ya.
Nah kalau ulama cara ceramahnya begini, bagaimana Islam akan berkembang dengan baik dan maju? Ulama tidak mengajarkan Al Qur’an dan al hadits tapi membenarkan bahwa togel juga dapat digunakan atau bagian dari syiar? Selama ceramah saya hampir tidak mendengar hadits yang disampaikan apalagi diriwayatkan oleh siapa? Kadang saya juga sering berpikir, apakah jamaah juga tahu apa itu perawi hadits? Siapa periwayat hadits? Apalagi siapa itu Abu Hurairah? Padahal warisan yang ditinggalkan Rasulullah SAW adalah Al Qur’an dan al Hadits bukan harta dan guyonan.
Ulama adalah panutan jamaah dalam beribadah. Kesalahan ulama akan menjadi kesalahan jamaah dan sulit diperbaiki. Andai saja para ulama dalam berceramah bukan ingin terkenal tapi ingin menyadarkan umat, tentulah tidak akan menggunakan model-model guyonan yang menyesatkan apalagi menggunakan contoh-contoh yang tidak semestinya.
Bagaimana akan mengenal apa itu bid’ah jika yang benar saja tidak tahu?Aku kadang jadi berpikir, apakah aku yang sok tahu saja? Atau aku yang iri dengan kehebatan sang kyai dalam berda’wah dengan penuh guyonan? Hanya Allah lah yang mengetahui hati ini.
Ya Allah jauhkan aku dari sifat iri. Dan bimbnglah hati ini agar selalu dalam petunjukMu.
Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar