Selasa, Februari 19, 2008

Laboratorium di Indonesia Belum Penuhi Standar Internasional

Sabtu, 16 Februari 2008 | 17:41 WIB

Laporan Wartawan Kompas, Elok Dyah Messwati

JAKARTA, SABTU - Khusus untuk pemeriksaan virologi, tidak ada satu pun laboratorium rujukan yang terakreditasi di Indonesia yang memenuhi standar internasional. Bila benar emerging infectious diseases merupakan ancaman, maka tugas negara adalah membuat regulasi yang baik dan menyediakan laboratorium rujukan yang handal setidaknya untuk level B dan C.

Bila tidak, maka Indonesia tidak bisa dilibatkan dalam surveilans internasional. Demikian pidato Pratiwi P Sudarmono saat pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Mikrobiologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Jakarta, Sabtu (16/2).

Pemerintah harus bersungguh melakukan revitalisasi laboratorium mikrobiologi klinik di rumah sakit dan mengatur tata cara kerja laboratorium rujukan secara nasional. Jika tidak maka praktik kedokteran di Indonesia, khususnya untuk menangani penyakit infeksi, pada dasarnya tidak berubah dari praktik kedokteran seabad yang lalu. Hal ini sekaligus menandai ketidaksiapan Indonesia menghadapi tantangan (re)emerging infectious diseases dan ancaman bioterorisme dari sisi mikrobiologi klinik.

Menyadari keterbatasan peralatan dan sumber daya manusia di laboratorium mikrobiologi klinik, di hampir semua negara di dunia, diberlakukan sistem rujukan laboratorium nasional. Laboratorium dibagi dalam empat level. Level A adalah laboratorium mikrobiologi klinik yang mampu secara rutin melakukan identifikasi mikroba dengan pewarnaan dan melakukan biakan berbagai patogen yang sering ditemukan sebagai penyeban infeksi di rumah sakit tersebut serta uji resistensi terhadap antibiotika.

Laboratorium level B adalah laboratorium rujukan, seharusnya merupakan laboratorium yang khusus ditunjuk untuk memeriksa bakteri tertentu seperti tuberkulosis atau virus. Laboratorium ini harus sudah mempunyai fasilitas BSL3. Laboratorium lebel B harus mampu melakukan diagnostik cepat dengan peralatan yang lebih canggih misalnya mikroskop fluoresens, dan bisa mengonfirmasi hasil dari laboratorium level A.

Bila ada dugaan adanya agen infeksi yang lebih berbahaya maka harus dirujuk lagi ke laboratorium level C yang dapat melakukan berbagai uji yang lebih canggih seperti PCR, molecul typing, strain typing dan pemeriksaan toksin. Level terakhir adalah level D untuk mikroba yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan harus dilakukan di BSL4. Di sini biasanya dapat dilakukan koleksi mikroba sebagai inventory, seperti halnya CDC di Amerika Serikat.
Sampai sekarang sistem rujukan mikrobiologi seperti di atas belum dilakukan secara tegas di Indonesia. Hal ini dinilai Pratiwi Sudarmono sangat memprihatinkan karena tidak semua penyakit infeksi di Indonesia dapat langsung ditangani oleh laboratorium mikrobiologi klinik di rumah sakit. (LOK)

Tidak ada komentar: