Sabtu, Januari 02, 2010

:: Kapan suatu Dosa menjadi Besar? ::


Ketika hendak melakukan dosa, janganlah melihat kepada kecilnya dosa.
Namun lihatlah, kepada siapa dia berbuat dosa? Patutkah bagi seseorang
yang diciptakan dan diberi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sarana yang
lengkap dan cukup, lantas melanggar larangan-Nya? !

Sesungguhnya suatu dosa bisa menjadi besar karena hal-hal berikut:
1. Dosa yang dilakukan secara rutin. Sehingga dahulu dikatakan: "Tidak ada
dosa kecil jika dilakukan terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika
diikuti istighfar (permintaan ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala)."

2. Menganggap remeh suatu dosa. Ketika seorang hamba menganggap besar dosa
yang dilakukannya maka menjadi kecil di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Namun jika ia menganggap kecil maka menjadi besar di sisi Allah Subhanahu
wa Ta'ala. Disebutkan dalam suatu atsar bahwa seorang mukmin melihat
dosa-dosanya laksana dia duduk di bawah gunung di mana ia khawatir gunung
itu akan menimpanya. Sedangkan orang durhaka melihat dosa-dosanya seperti
lalat yang hinggap di hidungnya lalu dia halau dengan tangannya. (Shahih
Al-Bukhari no. 6308)

3. Bangga dengan dosa yang dilakukannya serta menganggap bisa melakukan
dosa sebagai suatu nikmat. Setiap kali seorang hamba menganggap manis
suatu dosa, maka menjadi besar kemaksiatannya serta besar pula pengaruhnya
dalam menghitamkan hati. Karena setiap kali seorang berbuat dosa, akan
dititik hitam pada hatinya.

4. Menganggap ringan suatu dosa karena mengira ditutupi oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan diberi tangguh serta tidak segera dibeberkan atau
diadzab. Orang yang seperti ini tidak tahu bahwa ditangguhkannya adzab
adalah agar bertambah dosanya.

5. Sengaja menampakkan dosa di mana sebelumnya tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga mendorong orang
yang pada dirinya ada bibit–bibit kejahatan untuk ikut melakukannya.
Demikian pula orang yang sengaja berbuat maksiat di hadapan orang.

"Semua umatku dimaafkan oleh Allah kecuali orang yang berbuat (maksiat)
terang-terangan. Dan di antara bentuk menampakkan maksiat adalah seorang
melakukan pada malam hari perbuatan (dosa) dan berada di pagi hari Allah
menutupi (tidak membeberkan) dosanya lalu dia berkata: 'Wahai Si fulan,
tadi malam aku melakukan begini dan begini.' Padahal dia berada di malam
hari ditutupi oleh Rabbnya namun di pagi hari ia membuka apa yang Allah
Subhanahu wa Ta'ala tutupi darinya." (HR. Al-Bukhari no. 6069 dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Ibnu Baththal rahimahullahu mengatakan: "Menampakkan maksiat merupakan
bentuk pelecehan terhadap hak Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasul-Nya, dan
orang–orang shalih dari kaum mukminin…" (Fathul Bari, 10/486)
Sebagian salaf mengatakan: "Janganlah kamu berbuat dosa. Jika memang
terpaksa melakukannya, maka jangan kamu mendorong orang lain kepadanya,
nantinya kamu melakukan dua dosa."

"Orang–orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian
yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang
berbuat yang ma'ruf." (At-Taubah: 67)

6. Dosa menjadi besar jika dilakukan seorang yang alim (berilmu) yang
menjadi panutan. (Lihat Taujihul Muslimin ila Thariq An-Nashri Wat Tamkin
hal. 29-32 karya Muhammad Jamil Zainu)

Dikutip dari
http://www.majalahs yariah.com/ syariah.php? menu=detil& id_online= 619

Tidak ada komentar: