Selasa, Februari 16, 2010

Proses Produksi Tempe

Tempe secara mikrobiologis pada dasarnya dibuat melalui dua tahap proses, pertama adalah perendaman dan kedua adalah fermentasi jamur. Dalam fermentasi jamur bisanya tumbuh pula bakteri patogenik dan bakteri ini dapat dihambat oleh asam yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang ada selama perendaman (Nout et al, 1987, 1988). Selain asam laktat kini juga diketahui adanya senyawa antagonis lain yaitu bacteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram negative (Vandenbergh, 1993; Stiles, 1996).

Pada proses perendaman tradisional, keberadaan bakteri asam laktat tidak dapat diprediksikan. Ketergantungan pada alam dan tempat yang dipakai merendam kedelai menjadikan kondisi asam yang diharapkan kadang tidak tercapai karena lambatnya pertumbuhan (Nout and Rombouts, 1990).

Permasalahan yang ada saat ini adalah tempe dari kedelai lokal lebih cepat busuk dibandingkan kedelai impor. Hal ini disebabkan kedelai lokal memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan kedelai impor sehingga dengan proses yang sama, maka kedelai lokal menjadi lebih lunak dan mempercepat pembusukan pada saat fermentasi.

Proses yang cukup berperan dalm kualitas tempe adalah perendaman. Perendaman yang makin lama akan makin memperlunak biji kedelai setelah perebusan dan kedelai menjadi lebih mudah busuk oleh bakteri kontaminan yang ada pada inokulum. Pengurangan waktu perendaman dan jumlah air yang digunakan perlu dilakukan agar kedelai tidak menjadi terlalu lunak sehingga tempe yang dihasilkan dapat lebih tahan lama dan jumlah limbah yang dihasilkan dapat diminimalkan.

Perendaman kedelai dengan cara inokulasi lactobacillus plantarum disamping dapat mencegah kontaminan, juga mampu menurunkan pH dan mempermudah proses pengupasan.

Wang et al (1972) melaporkan bahwa Rhizopus oligosporus dari tempe menghasilkan sejumlah antibakteri ketika ditumbuhkan pada medium kedelai. Mulyowidarso, et al (1989) melaporkan bahwa pada tempe ditemukan Bacillus pumilus dan B. brevis sebanyak 100 juta lebih.

Morita et al (2004) melaporkan bahwa Rhizopus sp MKU 24 mampu menghasilkan substansi antibacterial yang mampu melawan B. subtilis dan Micrococcus luteus. Kobayashi et al (1992) melaporkan bahwa antibiotic yang dihasilkan R. oligosporus IFO 8631 hanya mampu melawan spesies Bacillus.

Penambahan bakteri pada inokulum tempe akan mempengaruhi kualitas tempe. Penggunaan Bacillus sp yang dicampur dengan Rhizopus peka akan menghambat pertumbuhan jamur jika jumlah bakteri mencapai 108 namun tidak berpengaruh jika jumlah bakteri hanya 102 (Fukuda et al, 2008). Panggunaan bakteri asam laktat pada inokulum tempe belum dilaporkan.

Tidak ada komentar: