Selasa, Oktober 28, 2008

Lubang Resapan Biopori Sebagai Alternatif Penanganan Limbah Organik (Sampah)


Oleh: Sri Suhartini, STP. M.Env.Mgt


 

Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan salah satu teknologi tepat guna yang bermanfaat untuk mengatasi permasalahan sampah organik dan juga genangan air di Indonesia. Lubang ini berbentuk silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 - 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm. Teknologi LRB diciptakan oleh Ir Kamir R. Brata, MSc dari Bagian Konservasi Tanah dan Air, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Upaya sosialisasi inovasi teknologi LRB mendapat dukungan dari berbagai pihak. Tidak tanggung-tanggung, beberapa pemegang kekuasaan di Indonesia juga turut andil dalam kegiatan sosialisasi inovasi teknologi LRB ini. Sebut saja, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mulai membuat lubang resapan Biopori di kediamannya. Menteri Lingkungan Hidup (LH) Rachmat Witoelar juga ikut andil dalam memberikan dukungan penuh terhadap program sosialisasi LRB di seluruh Indonesia.

Saat ini, LRB mulai banyak diterapkan di beberapa kota besar di Indonesia. Pemerintah Provinsi Kota Jakarta, misalnya, telah membuat sebanyak 17 ribu LBR dari target 78 juta lubang (Tempo Interaktif, 2008). Demikian juga Pemkot Kota Bogor yang menargetkan pembuatan sebanyak 22.400 LBR di 68 kelurahan dimulai sejak peringatan Hari Bumi 22 April 2008 (Sinar Harapan, 2008).

Pada prinsipnya, teknologi LRB sangat mudah untuk diterapkan karena pembuatannya yang sederhana, tidak memerlukan lahan yang luas, dan dapat dibuat dimana saja seperti halaman rumah, perkantoran, di dasar saluran air (got), batas antara tanaman dan teras, atau pada tanah lapang berumput. Selain itu, biaya yang dibutuhkan relatif sedikit yaitu Rp 175.000 untuk membeli alat bor Lakonserva buatan IPB, sehingga masyarakat bisa langsung membuat LRB di halamannya.

Salah satu kemampuan dari LRB ini, selain dapat mengurangi resiko terjadinya banjir, adalah mengubah sampah organik menjadi kompos. Hal itu disebabkan karena sampah dalam LRB akan diurai oleh mikroorganisme melalui proses dekomposisi menjadi kompos. Menurut William (2005), kompos merupakan hasil akhir perombakan limbah organik, termasuk limbah makanan, yang kaya akan kandungan bahan organik (seperti N, P, dan K). Mekanisme pengomposan yang terjadi dalam lubang ini hampir sama dengan proses pengomposan pada umumnya.

Pengomposan merupakan proses terkendali penguraian bahan hayati sampah secara biologi (dengan bantuan mikroorganisme) sehingga mampu mengurangi volume timbunan sampah hingga 75%. Dengan melalui proses ini maka lubang resapan biopori berfungsi sebagai "pabrik" pembuat kompos, disamping sebagai lubang peresap air. Sebagai pabrik pembuat kompos, maka potongan sampah organik rumah tangga, potongan rumput atau vegetasi lainnya, dan sejenisnya perlu dimasukkan ke dalam lubang biopori. Hal ini dilakukan untuk memancing binatang-binatang kecil seperti cacing atau rayap masuk ke dalam lubang dan membuat rongga biopori sebagai saluran-saluran kecil.

Selain itu, bahan organik tersebut juga akan digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai sumber energi untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Penyediaan sumber energi dari sampah organik ini akan meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah yang sejalan pula dengan peningkatan biopori yang terbentuk.

Sampah organik perlu ditambahkan ke dalam LRB secara periodik karena sampah lambat laun akan menyusut. Jika LRB telah penuh dengan sampah yang terdekomposisi (kompos), maka kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan kondisioner tanah untuk pertanian.

Teknologi LRB merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan sampah organik. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan pengomposan dalam lubang tersebut yang dapat mengurangi volume timbunan sampah organik, waktu proses pengomposan yang lebih cepat dibandingkan dengan proses anaerob, pengoperasian yang sangat mudah, dan mengurangi terjadinya greenhouse gassess yang ditimbulkan dari pembakaran sampah organik. Selain itu, secara tidak langsung, pembuatan LRB juga mampu meningkatkan umur penggunaan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) karena adanya pengurangan pembuangan sampah organik yang dimanfaatkan sebagai sumber energi pada LRB.

Pada dasarnya, pembuatan lubang resapan biopori relatif lebih mudah untuk dipraktekkan jika dibandingkan dengan sumur resapan yang memerlukan lahan luas dan biaya bahan yang cukup besar. Hanya saja, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya memelihara keseimbangan lingkungan masih rendah. Oleh karena itu, komitmen bersama baik antara individu, masyarakat, pemerintah dan organisasi pencinta lingkungan mutlak diperlukan untuk kesuksesan penerapan teknologi tepat guna ini.

dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar: