Oleh: Uswatun Hasanah
PENGANTAR
Sebagaimana kita ketahui ibadah Haji merupakan rukun Islam kelima
(setelah mengikrarkan dua kalimah syahadat, shalat, puasa dan menunaikan
zakat). Jadi haji hukumnya wajib bagi yang mampu. Hukum wajib disini
bukan hanya sekedar dipahami sebagai ‘mendapat pahala jika dikerjakan
dan berdosa jika ditinggalkan’ dalam pengertian yang sempit, tapi
marilah kita kembangkan pemahaman ibadah yang diwajikan ini dari sisi
pendidikan akhlak dibalik amaliah ritualnya. Tentang ‘pahala dan dosa,
surga-neraka‘ sementara tidak kita pikirkan karena bukan ranah kita
sebagai makhluk tapi kita pasrahkan sepenuhnya pada Allah sang Pencipta
Yang Maha Kuasa dan Maha Adil. Yang perlu kita pikirkan dan pahami
adalah bahwa yang diwajibkan Allah kepada kita tentang rukun islam yang
lima tidak lain adalah sebagai PAKET PENDIDIKAN (Modul Mata Kuliah
Wajib) dari Allah sang Pencipta, Maha Guru kepada makhlukNYA sebagai
pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan
akhirat.
PAKET PENDIDIKAN (Rukun Islam) ini diberikan sang Maha Guru yang kasih
sayangNya tanpa batas kepada kita makhlukNya (sang murid) dengan
pesan-pesan penting dalam bentuk simbol-simbol dalam ritual ibadah demi
kepentingan kita selama hidup di dunia dan akhirat yang baik. Kita
sebagai murid harus selalu belajar tanpa henti memaknai dan memahami
PAKET PENDIDIKAN ini seiring dengan perkembangan pemikiran kita agar
limpahan kasih sayangNya dapat kita tangkap dan nikmati setiap saat.
Selanjutnya pesan-pesan penting dariNya diikhtiarkan mewujud dan
terproyeksikan dalam perbuatan keseharian kita dan limpahan kasih
sayangNya yang tercurah ke kita mengalir ke sekitar dan akan terasakan
indahnya hidup ini, MaasyaAllah.
Ibadah Haji adalah rukun Islam terakhir yang waktu dan tempat
pelaksanaannya tertentu dan kebetulan jauh dari tempat tinggal kita,
sehingga pengalaman dan pemahaman tentang ritual haji sangat terbatas
setidaknya bagi diri pribadi saya sendiri. Menyadari keterbatasan ini
dan meyakini bahwa Allah menghendaki ‘sesuatu’ lewat prosesi haji serta
yang diwajibkan hanya sekali seumur hidup maka saya berburu buku untuk
dapat menangkap pesan-pesan penting dalam ritual haji sebelum saya
berangkat melaksanakannya. Dalam proses berburu inilah saya mudah dan
sering menangis, mengagumi sang Maha Guru dalam mendidik makhlukNya
dengan kesempurnaan yang tiada tara karena tidak mungkin saya ketahui
dan rasakan tanpa saya pergi haji. Dari pengalaman ini saya merasakan
betapa pentingnya bekal ilmu dan pemahaman makna simbolik ritual haji
sebelum berangkat.
Pemahaman dan pengalaman pribadi yang terbatas inilah yang akan saya share kepada teman-teman.
Hikmah I
MIQAT
Batas Kehidupan (Waktu dan Ruang)
Dalam hidup berumah tangga, bagi saya pergi haji merupakan prioritas
kedua setelah memiliki rumah tinggal. Kenapa demikian? Saya ingin
mendahulukan kebutuhan yang pokok (hal yang diwajibkan) sedini mungkin
agar segera menikmati hidup secara tenteram damai. Untuk mewujudkan ini
perlu perjuangan karena bagi kami ongkos haji tidak sedikit dan juga ada
yang mengganjal dalam pikiran terkait dengan taqdir sebagai wanita
yaitu mensturasi dan pengasuhan anak selama ditinggalkan. Karena saya
ingin kesempurnaan dalam melaksanakan ibadah dan alamiah dalam memenuhi
panggilaNya. Alhamdulillah, Dia yang Maha Pemberi Petunjuk melalui
berbagai tausiah dan bacaan-bacaan, mengantarkan pada keyakinan bahwa
apa yang ditaqdirkan kepada saya sebagai wanita maupun ibu bukanlah
penghalang karena sejatinya sang Maha Guru akan memberikan pelajaran
kepada muridNya sesuai kebutuhan dan kemampuannya dan Dialah yang Maha
Tahu. Atas ijinNya saya mendaftar pada bulan Februari 2000 dan berangkat
awal 2001. Ada hal unik dan luar biasa sebenarnya pada proses mendaftar
hingga menjelang keberangkatan, tapi tidak perlu diceritakan disini
supaya tidak terlalu panjang dan bersifat sangat pribadi.
Sebelum berangkat haji muncul pikiran nakal dalam diri saya sebagai
murid:’apa sih sebetulnya yang ingin disampaikanNya lewat prosesi haji?.
Setelah pergi haji, barulah saya mendapatkan jawaban bahwa : Haji
adalah ‘Workshop Agung’ yang dirancang oleh Allah SWT berisi rangkuman
amalan yang sarat dengan simbol-simbol yang harus diproyeksikan ke dalam
kehidupan untuk mencapai insan muttaqin.
Marilah kita simak satu persatu materi ‘Workshop Agung’ ini dan
sebelumnya , agar materi workshop dapat dicerna, dipahami dan dinikmati
dengan baik maka sebelum mendaftar haji sebaiknya luruskan dulu motivasi
berhaji, yaitu tulus karena Allah serta komitmen yang kuat untuk
perbaikan diri.
Materi workshop tak lain adalah rukun haji itu sendiri yang meliputi :
I MIQAT
Miqat, secara harfiah berarti batas. Dalam prosesi haji, miqat dibagi 2
yaitu miqat Zamani ( batas waktu yaitu syawal – dzulhijjah) dan miqat
Makani( batas tanah atau tempat. Bir Ali dari arah Madinah dan Yalamlam,
sebuah bukit di sebelah selatan Mekah, merupakan miqat bagi jama’ah
yang datang dari arah Yaman dan Asia serta tempat-tempat miqat yang lain
yang bisa dijumpai dibuku manasik).
Pemahaman makna miqat dalam prosesi haji ini sangat menarik. Sejak awal
mendaftar haji, setiap jemaah telah mempersiapkan diri dalam rangka
memenuhi panggilan Allah. DitaqdirkanNya kita hidup didunia ini
sejatinya adalah perjalanan menuju panggilanNya, yang dibatasi oleh
waktu yaitu sebatas umur hidup kita dan ruang sebatas bumi kita
berpijak. Dalam batasan waktu dan ruang inilah Allah memberi guideline,
pedoman hidup agar dalam menapaki waktu dan tempat, hidup tidak sia-sia
dan sesat. Guideline itu tergambar dalam prosesi haji yang akan dibahas
berikutnya.
Bersambung…………….. (biar tidak terlalu panjang)
Selasa, Juni 26, 2012
Kamis, Juni 14, 2012
Allah Maha Kaya dan Maha Penyantun
Firman Allah SWT
dalam Al Qur’an surah Al Baqarah 263:
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf
lebih baik darisedekah yang diiringi sesuatu yang menyakitkan (perasaan
penerima). Allah Maha kaya lagi Maha Penyantun”
Sifat Allah Maha
Kaya dan maha Penyantun terangkai sekaligus dalam ayat ini, suatu yang mestinya
ada pada diri orang-orang yang memperoleh kelebihan dari Allah SWT.
Penggabungan dua sifat yang sangat indah.
Allah Maha Kaya
arena Allah lah yang memiliki langit dan bumi dengan segala isinya. Kita diberi
kesempatan oleh Allah sebagai makhluk yang mulia agar mampu mengolah sumberdaya
alam yang disediakan Allah untuk kita semua.
Kemampuan manusia
untuk mengolah alam sering menjadikan manusia serakah, seakan semua yang ia
usahakan adalah hasil perjuangannya sehingga ia anggap aneh jika orang lain
harus mendapatkan dari jerih payahnya.
Ia lupa bahwa
semua yang ada di bumi dan langit adalah milik Allah SWT. Bahkan sebenarnya ia
juga tak akan dapat memperoleh sesuatu tanpa adanya campur tangan orang-orang
disekelilingnya baik secara langsung atau tidak langsung.
Oleh sebab itu,
sifat penyantun menjadi hal yang penting untuk kita miliki.
Sifat penyantun
dapat diartikan sebagai sifat yang andap asor, sifat yang tidak menonjolkan
diri, sifat yang menghormati dan menghargai orang lain. Seorang yang santun
umumnya disenangi dan disegani orang lain.
Kata menyantuni
diarikan memberikan sesuatu kepada yang lain dengan penuh kasih. Menyantuni
sering diartikan memberikan sesuatu kepada kelompok yang sering kita anggap
lebih rendah posisinya misal menyantuni anak yatim , menyantuni fakir miskin
dan sebagainya. Oleh sebab itu sedekah yang diiringin dengan kata-kata yang
menyakitkan tidak dapat dikatakan menyantuni dan bukan perbuatan santun jauh
dari sifat santun. Sehingga amatlah tepat ketika ayat ini dimulai dengan “Perkataan yang baik dan pemberian maaf – dua sifat yang menunjukkan jiwa yang
santun – lebih baik dari sedekah – pemberian
dari orang yang memeiliki kelebihan/kaya – yang diiringi sesuatu yang
menyakitkan – bentuk lain
kesombongan, suatu sikaf yang dibenci Allah.
Semoga Allah member kita sifat santun
sehingga kita menjadi santun dalam perbuatan dan mampu menyantuni dengan harta
yang diamanahkan kepada kita.
Ya Allah hanya kepada-Mu lah kami memohon.
Langganan:
Postingan (Atom)