Selama ini kita selalu mengatakan bahwa Al Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh umat manusia baik yang beriman ataupun yang tidak. Hal ini sering dikaitkan oleh keyakinan bahwa Al Qur’an adalah kitab yang dibawa oleh Nabi akhir Jaman yaitu Rasulullah SAW. Benarkah demikian?
Dalam Al Qur’an mungkin kita menemukan banyak penjelasan dan saya juga bukan ahli tafsir. Hanya saya akan lebih memfokuskan pengertian awal yaitu sebagaimana tertera dalam Al Qur’an Al Baqarah ayat 2: “Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”
Disini kita sebagai umat Islam sudah semestinya tidak ragu sedikitpun terhadap kandungan Al Qur’an dan menjadikannya sebagi petunjuk. Sayangnya kadang kita lebih sering menjadikan Al Qur’an sebagai bacaan atau hafalan untuk memperoleh pahala dan bukan menjadikannya petunjuk dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita banyak mengandalkan kemampuan diri atau bantuan orang lain. Kita lebih kagum pada kata-kata para motivator dibandingkan dengan apa yang teedapat dalama Al Qur’an. Dan hanya orang – orang yang bertakwalah yang menggunakan Al Qur’an sebagai petunjuk. Siapa orang yang bertakwa itu? Al Qur’an menyebutkan dalam banyak ayat. Namun setidaknya dapat kita lihat di ayat berikutnya: (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka (Al Baqarah:3) .
Ayat di atas jelas menunjukkan bahwa orang bertakwa adalah mereka yang beriman kepada yang gaib. Suatu halyang sering diabaikan oleh orang-orang yang merasa dirinya adalah orang berpengetahuan atau sering menyebut dirinya orang cerdik pandai. Allah adalah hal yang gaib begitu juga dengan apa yang ditakdirkan kepada kita. Hanya mereka yang menggunakan hatinya yang mampu mendalami dan meyakini bahwa apa yang ada adalah bagian dari hal yang gaib. Ini memiliki implikasi bahwa orang yang bertakwa selalu penuh harap dan do’a. ia tidakmenjadi sombong terhadap apa yang ia peroleh karena ia yakin semua adalah atas kehenda-Nya. Oleh sebab itu sangatlah wajar kalau cirri orang beriman yang kedua adalah mereka yang mendirikan shalat.
Orang mukmin yang mendirikan shalat pada hakekatnya adalah mereka yang mempercayai hal yang gaib dan menjadikan Al Qur’an sebagi petunjuknya. Mendirikan shalat hanya dilakukan oleh mereka yang benar-benar yakin. Mereka tidak sekedar menjalankan ibadah shalat semata tapi menjadikan shalat sebagai langkah hidupnya. Ia benar-benar melangkah dari apa yang ia do’akan dalam shalat atau sesudahnya kemudian melakukan kehidupan. Ia menyempurnakan shalatnya dengan shalat sunah. Sehingga alangkah anehnya jika kita menyebut diri sebagai orang bertakwa tapi lalai dalam shalat termasuk shalat sunah di dalamnya. Hanya orang-orangyang berimanlah yang mampu melakukan shalat sunah. Banyak dari kita tidak melaksanakan shalat sunah dengan anggapan itukan bukan wajib jadi kita tidak harus melaksanakan. Sama dengan ketika ditegur bahwa merokok itu tidak baik, maka ia bilang kan merokok itu makruh kenapa saya harus meninggalkan kan bukan haram?
Tingkatan kita dalam bertakwa menunjukkan sejauh mana kita melaksanakan yang sunah dan meninggalkan yang makruh. Tingkat yang rendah adalah yang hanya menjalankan yang wajib dan meninggalkan yang haram dengan tidak melaksanakan yang sunah. Semoga kita tidak lebih rendah dari itu.
Setelah ada kesadaran bathin sehingga mampu mendirikan shalat maka langkah tersebut akan dicerminkan dalam keikhlasan dalam bersedekah dari rizki yang kita terima. Rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan-Nya menjadikan kita suka bersedekah karena kita yakin semua adalah dari Allah dan dalam harta kita ada bagian dari orang miskin. Itulah bukti kita sebagai insan yang bertakwa.
Maaf bila ada yang tidak berkenan dan sekali lagi ini bukanlah tafsir tapi pencerahan diri untuk menjadi lebih baik dengan memahami dan mengamalkan ayat-ayat dari Allah SWT yang tertulis dalam Al Qur’an.
wassalam