Senin, Maret 31, 2008
INOVASI BAKPIA ; Isi Ampas Tahu, Gizi Tinggi
KR
BAKPIA isi kumbu kacang hijau sudah biasa. Tapi kalau bakpia isi ampas tahu, mungkin belum banyak dikenal. Bahkan, banyak yang tidak menyangka ampas tahu yang biasa digunakan untuk pakan ternak bisa menjadi makanan lezat. Hasil uji laboratorium juga menunjukkan makanan ini aman dikonsumsi dan kandungan gizinya cukup tinggi. Bakpia inovasi, isi ampas tahu ini sedang dikembangkan ibu-ibu anggota Kelompok Sendang Mulyo Kampung Dukuh, Gedongkiwo, Mantrijeron dibawah bimbingan Prima Tani Kota Yogya. Ketua kelompok Ira didampingi Ibu Wahono, kepada KR, Rabu (26/3) mengungkapkan inovasi bakpia ampas tahu ini memanfaatkan limbah padat produsen tahu yang ada di sekitarnya. Sekilas tidak ada yang beda dari bakpia isi ampas tahu dengan isi kumbu. Yang membedakan adalah isinya. Untuk menambah kelezatan bakpia ini ibu-ibu menerima pesanan rasa coklat, strawbery, jahe dan nanas. Cara membuatnya pun sama dengan bakpia biasa. ”Kalau tidak diberitahu banyak yang mengira bakpia biasa. Tapi ketika diberitahu kalau isinya ampas tahu langsung melet dan kaget tidak percaya,” katanya. Sebelum dilempar ke pasaran bakpia isi ampas tahu telah diuji di BPTP Yogya. Selain aman dikonsumsi kandungan gizinya cukup tinggi, yakni protein 5 persen, lemak 9,1 persen dan serat 9,1 persen. Kandungan serat yang tinggi ini sangat membantu kelancaran pencernaan. Namun karena belum banyak yang mengenal kue ini masih berimej buruk. ”Ampas tahu khan identik dengan tempe gembus dan pakan sapi. Padahal jika diolah bisa menjadi makanan bergizi,” ujar Detaser Prima Tani Kota Yogya, Antal Sutrisno. *Bersambung hal 27 kol 1 Harga jualnya pun relatif murah dibanding bakpia isi kacang hijau. Ketika harga kacang hijau meroket ampas tahu bisa dijadikan alternatif. Untuk mendapatkannya pun cukup mudah. Sedangkan harga jual tergantung dari rasanya antara Rp 7.500-10.000 per dos isi 10 biji. Bakpia isi ampas tahu ini merupakan salah satu program dalam Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang digagas oleh Departemen Pertanian Pusat. Namun karena terkendala pemasaran tidak setiap hari ibu-ibu berproduksi. Biasanya mereka berproduksi jika ada pesanan atau kegiatan. Dalam setiap kegiatan formal maupun non formal pihaknya sengaja menyuguhkan bakpia isi ampas tahu disandingkan dengan kue-kue lain. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk memasyarakatkan dan menghilangkan imej buruk. Selain rasanya tak kalah dari bakpia kacang hijau juga bermanfaat untuk kesehatan. (Anik Puspitosari)-n
sumber: http://222.124.164.132/web/detail.php?sid=157197&actmenu=35
Jumat, Maret 28, 2008
NDOFOOD RISET NUGRAHA 2008 DILUNCURKAN DENGAN 10 FOKUS PENELITIAN
Sumber: www.indofood.co.id
Jakarta, 13 Maret 2008. PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (Indofood) kembali mengundang para akademisi bersama bergandeng tangan untuk mengambil langkah konkret mencari solusi yang mengancam bangsa kita saat ini, yaitu krisis pangan. Salah satu langkah strategis adalah mencermati masalah ini secara obyektif dan ilmiah melalui riset-riset yang berbobot dalam program Indofood Riset Nugraha (IRN) 2008.
INDOFOOD RISET NUGRAHA merupakan kelanjutan dari program Bogasari Nugraha yang telah berlangsung sejak tahun 1998. Melalui program ini Indofood memberikan bantuan dana penelitian kepada kalangan akademisi baik mahasiswa maupun dosen berbagai strata dari perguruan tinggi negeri & swasta di seluruh Indonesia.
Setiap tahun tema yang diangkat berbeda, disesuaikan dengan kondisi dan isue aktual yang terjadi di masyarakat. Adapun tema tahun ini adalah "Penganekaragaman Pangan Berbasis Sepuluh Komoditi Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Perbaikan Gizi". Fokus Penelitian untuk IRN 2008 ini meliputi 1. Singkong (Manihot sp.), 2. Kelapa Sawit (Elaeis sp.), 3.Sagu (Metroxylon sp), 4. Jagung (Zea mays sp.), 5. Gandum/ Terigu (Triticum sp.),. 6. Pisang (Musa sp.), 7. Ubi Jalar (Ipomoea sp.), 8. Garut (Marantha sp.), 9. Kentang (Solarium sp.) dan 10. Kedelai (Glycine spp).
Wakil Direktur Utama Indofood, Franciscus Welirang menyatakan bahwa sebagai salah satu perusahaan pangan terbesar di Indonesia, Indofood peduli pada pengembangan dunia pangan. Lewat program inilah diharapkan dapat ikut mendorong lahirnya riset-riset unggul bagi kepentingan masyarakat, khususnya dalam upaya penganekaragaman pangan guna mencapai ketahanan pangan nasional. Program riset yang dilakukan oleh peserta IRN ini merupakan suatu riset publik, bukan company research yang berarti apa yang mereka hasilkan terbuka kepada publik. "Kami memang peduli dan memiliki komitmen untuk memacu pengembangan riset di kalangan akademisi khususnya di bidang penganekaragaman pangan. Menurut pendapat kami, tidak ada inovasi dan kreativitas tanpa riset. Tidak ada program pengembangan yang baik tanpa riset yang baik", kata Franciscus Welirang.
Kerjasama dengan Para Pakar
Dalam pelaksanaannya Indofood bekerjasama dengan para pakar terkemuka dari berbagai perguruan tinggi yang memiliki reputasi nasional dan internasional. Mereka adalah F.G Winarno (Prof. PhD. Teknologi Pangan) selaku Ketua Tim Penilai dengan para anggota yaitu Bayu Krisnamurthi (Dr, M.S., Ir, Sosial Ekonomi Pertanian), Bustanul Arifin (Prof, Dr,Ir, Sosial Ekonomi Pertanian), Budi Prasetyo Widyobroto (Dr, DESS., DEA, Ir,Peternakan), Eko Handayanto (Prof, Dr, Msc., Ir, Budidaya Pertanian), Abdurrachim Halim (Dr, Ir, Teknik Mesin) Widjaya Lukito (PhD, dr, SpGk, Gizi dan Kesehatan) serta Purwiyatno Hariyadi (PhD, Msc., Ir,Rekayasa Proses Pangan).
Terus Meningkat
Sejak digulirkan pada 1998, terjadi peningkatan antusiasme para mahasiswa, dosen dan peneliti, baik perorangan maupun kelompok. Mulai dari hanya 28 proposal yang masuk pada 1998, kini lebih dari 300 proposal dikirimkan ke Sekretariat Panitia. Dalam IRN 2006 lalu, sebanyak 1.025 proposal telah diterima oleh Panitia IRN dan setelah melewati proses seleksi akhirnya terpilih 34 mahasiswa, dosen dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang berhak menerima bantuan dana penelitian dari Indofood.
Audit
Para penerima Indofood Riset Nugraha ini tdak hanya menerima bantuan dana penelitian begitu saja, tapi memiliki kewajiban unyuk mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya lewat presentasi di depan Tim Penilai dalam Audit IRN. Audit ini merupakan syarat mutlak bagi para penerima dana IRN dimana mereka harus mempresentasikan sejauh mana kemajuan proyek penelitian yang dibiayai oleh Indofood. Dalam audit ini akan diketahui apakah penerima Indofood Riset Nugraha benar-benar melakukan penelitian sesuai jadwal yang telah mereka susun sebelumnya.
Program IRN ini, menurut Prof. F.G. Winarno, PhD merupakan satu-satunya program riset publik yang dilakukan oleh pihak swasta secara konsisten setiap tahunnya. Perhatian Indofood ini jelas merupakan angin segar bagi dunia penelitian di Indonesia. "Meskipun tema dari program ini adalah penganekaragaman pangan namun cakupan aspeknya cukup luas yang meliputi teknologi & produksi, kesehatan & gizi masyarakat sosial ekonomi & budaya serta bidang penelitian khusus. Oleh karena itu, kami mengundang para akademisi untuk memanfaatkan kesempatan ini", ujar Winarno mengakhiri pembicaraan.
Kamis, Maret 27, 2008
PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK ; Warga Dilalui Jaringan, Wajib Pasang
YOGYA (KR) - http://222.124.164.132/web/detail.php?sid=157187&actmenu=
Jika sebelumnya bukan merupakan kewajiban, saat ini warga Kota Yogyakarta yang huniannya dilalui jaringan air limbah domestik terpusat akan diwajibkan untuk menyambung ke jaringan tersebut. Aturan ini diterapkan, salah satunya mengingat kondisi air tanah di Kota Yogya sudah diambang jelek, di mana 80 persennya sudah tercemar bakteri Coli. "Makanya untuk melindungi dan tidak memperparah kondisi air tanah, sehingga kebutuhan air bersih sekaligus pelestarian lingkungan bisa terpenuhi, dibuatkan aturan baru tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik. Raperda mengenai hal ini, sudah masuk ke dewan dan masih dalam pembahasan. Apalagi Perda lama, yaitu Perda Nomor 9 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Assainering sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini," tandas Ika Rostika, Kabid Pengelolaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta bersama Suyana (Kabid Kebersihan) serta Budi Raharjo (Kabid Alat Perbekalan dan Retribusi) di Balaikota, Rabu (26/3). Dikatakan, dalam revisi tersebut, nantinya tarif langganan perbulan juga akan naik. Karena di Perda lama, dipatok tarif rumah tangga hanya sebesar Rp 500. "Kalau dengan retribusi sebesar itu, dengan 10.085 wajib retribusi (WR) yang saat ini menggunakan jaringan limbah domestik, hanya akan diperoleh pendapatan Rp 105 juta. Padahal biaya pemeliharaan jaringan setiap tahunnya cukup besar mencapai Rp 1,4 miliar," jelas Budi. Untuk itu, jika Raperda tersebut telah disetujui, retribusi untuk rumah tangga yang bangunannya di bawah 100 meter persegi dengan penghuni 1-5 jiwa akan dikenai pungutan Rp 3 ribu perbulan. Sedangkan tarif tertinggi dipatok Rp 110 ribu. Dengan patokan angka-angka tersebut, diharapkan seluruh pembiayaan penyelenggaraan jasa pengelolaan limbah di kota bisa terkaver. (Ret)-f Budi menjelaskan potensi WR yang akan menyambung jaringan sebanyak 13 ribu WR. Sedangkan kapasitas pipa jaringan yang saat ini tersedia bisa menampung 21 ribu WR. "Memang perlu waktu dan tidak ringan untuk menyadarkan masyarakat betapa pentingnya pengelolaan air limbah," sambung Ika. Ditambahkan, sistem penarikan retribusi yang selama ini melalui door to door, agar lebih efektif juga akan diganti dengan melakukan kerjasama dengan wilayah setempat, seperti PKK, RT/RW atau Karang Taruna. (Ret)
Rabu, Maret 26, 2008
Warga Sambut Wisata Kawasan Industri Alkohol
18/03/2008 08:57:56
PURWOKERTO (KR) -
Gagasan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Banyumas yang mewacanakan kawasan perajin minuman keras/ciu di Desa Wlahar Kecamatan Wangon Banyumas menjadi pusat pengembangan wisata Kawasan Industri Alkohol Rakyat mendapat sambutan positif masyarakat dan aparat pemerintah setempat. Kades Wlahar Jasmin, kepada wartawan, Sabtu (15/3) mengaku mendukung adanya upaya pengembangan wisata oleh Disparbud Banyumas dengan membuat Wlahar sebagai pusat wisata industri alkohol rakyat. "Kerajinan pembuatan alkohol rakyat atau ciu merupakan kegiatan home industry sejak zaman penjajahan Belanda. Jadi ini kerajinan turun temurun dari para leluhur. Jumlah perajin sekarang lebih dari 100 KK," kata Jasmin. Karena itu niat Disparbud untuk mengembangkan desanya sebagai pusat wisata industri alkohol merupakan hal yang patut disambut gembira. Pasalnya, selain nantinya para turis akan bisa melihat langsung cara pembuatan ciu, juga bakal tumbuh berbagai kebutuhan layanan wisata lainnya, seperti outlet souvenir, warung/restoran atau home-stay/hotel. Hal itu tentu bisa dijadikan sarana penyejahteraan rakyat. Ditanya tentang isu negatif tentang produksi ciu Desa Wlahar yang sering untuk sarana pesta mabuk, Jasmin menegaskan bahwa itu merupakan pengecualian yang harus dilarang. Pembuatan ciu yang hasil produknya tidak untuk diselewengkan, yakni hanya untuk keperluan medis/kesehatan saja, tentu tidak akan menjadi negatif nilainya. "Untuk itu realisasi dari wacana Disparbud kiranya dapat untuk membendung pandangan masyarakat yang negatif tersebut" tandasnya. Hal senada disampaikan Camat Wangon, Sudarso, mengatakan, untuk menjadikan desa wisata industri rakyat yang pertama kali dilakukan haruslah ada legalitas dari pemerintah daerah terlebih dahulu. Selain itu mekanisme penjualan/pemasaran produk alkohol juga harus benar-benar diperuntukkan pada hal-hal yang bermanfaat, misalnya untuk keperluan medis/kesehatan atau untuk memenuhi kebutuhan industri-industri farmasi yang ada. "Jadi jangan sampai produk diperjualbelikan secara bebas ke masyarakat" tandasnya. Setelah posisi home-industry legal, untuk menjadikan Walhar sebagai desa wisata industri rakyat amatlah mudah. (Ero) -c
Selasa, Maret 25, 2008
Fermentasi Asam Sitrat
Pendahuluan
Asam sitrat merupakan asam organic yang larut dalam air dengan citarasa yang menyenangkan dan banyak digunakan dalam industry pangan. Kebutuhan dunia akan asam sitrta terus meningkat dari tahun ke tahun dan produksi asam sitrat tiap tahun meningkat 2 – 3%. Hingga sampai tahun 1920, semua asam sitrat dihasilkan dari lemon dan jus jeruk. Namun kini asam sitrat juga dapat dihasilkan melalui fermentasi menggunakan mikroorganisme Aspergillus niger, yaitu jamur yang digunakan secara komersial pertama kali pada tahun 1923. Guna memenuhi permintaan yang terus meningkat, maka efisiensi proses ferementasi terus dipelajari. Pengukuran kesetimbangan massa dipelajari agar dpat ditentukan banyaknya substrat yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan.
Proses fermentasi asam sitrat terdiri dari dua tahap. Pertma fase pertumbuhan miselium dan kedua fase fermentasi pembentukan produk. Keduanya dikarakteristikkan oleh laju penyerapan karbohidrat. Pada fase pertama digunakan untuk pembentukan miselium dan pada tahap kedua karbohidrat diubah menjadi asam sitrat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi asam sitrat secara fermentasi
Selain mikrobia sebagai komponen utama dalam fermentasi, factor-faktor pendukung yang perlu diperhatikan adalah komposisi nutrisi media, Mangan dan logam lainnya, pH, kondisi lingkungan, tipe dan konsentrasi gula, pengaruh senyawa pengkhelat terhadap ion logam, ammonium nitrat dan aerasi.
Mikrobia
Saat ini produksi asam sitrat secara komersial menggunakan mutan Aspergillus niger, dan ada pula yang menggunakan Saccharomyces lipolytica, Penicillium simplicissimum, dan A. foeitidus.
Untuk meningkatkan kemampuan produksi sering dilakukan proses mutasi. Mutasi yang umum dilakukan adalah dengan iradiasi ultraviolet (1,6 X 102 J/m2/dt) dan nitrosamine (100 mg/ml) selama 5 – 45 menit. Kultur dipelihara dalam medium PDA.
Komposisi Nutrisi Media
Media fermentasi untuk biosintesis asam sitrat terdiri dari substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama terdiri dari substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorgaisme terutama sumber karbon, nitrogen dan fosfor. Selain itu air dan udara dapat pula dimasukkan sebagai substrat fermentasi
- Sumber Karbon
Media yang sering digunakan sebagai sumber karbon adalah berbagai karbohidrat dan limbah selulosa, inulin, kurma, molase tebu (digunakan dalam fermentasi kultur cair teraduk), whey kedelai, whey keju, sukrosa, glukosa, fruktosa, methanol.
Whey dari industry pengolahan susu sering digunakan sebagai medium dasar. Whey dapat ditambah sukrosa, glukosa atau fruktosa sekitar 5 – 10 % (b/v). Jika ditambah methanol berkisar 1 – 5 %. Riboflavin dapat ditambahkan sebesar 10 – 50 mg/L.
Molase yang digunakan untuk substrat fermentasi biasanya mengandung air 20%, gula 62 %, non-gula 10 % dan garam an-organik (abu) 8 %. Abu mengandung ion-ion seperti Mg, Mn, Al, Fe dan Zn dalam jumlah yang bervariasi. Karena kandungan gula cukup tinggi maka perlu diencerkan sehingga mengandung gula 25%. Larutan molase kemudian ditambah H2SO4 1N sebanyak 35 ml/L dan direbus selama ½ jam kemudian didinginkan, dinetralkan dengan air kapur (CaO) dan dijernihkan semalam. Cairan supernatant yang jernih diencerkan hingga kdar gula mencapai 15%. Selama fermentasi 144 jam dihasilkan asam sitrat sekitar 85 g/l, berat sel kering 20 g/l dan gula yang dikonsumsi 91 g/l.
- Sumber Nitrogen
Nitrogen jug mempengaruhi pembentukan asam sitrat karena nitrogen tidak hanya penting untuk laju metabolit dalam sel tetapi jug bagi pembentukan protein sel. Jumlah produksi asam sitrat mencapai maksimum jika konsentrasi ammonium nitrat sebesar 0,2%. Peningkatan konsentrasi justru menurunkan jumlah asam yang dihasilkan dan jamur tumbuh menyebar.
- Sumber Fofor
Sumber fosfat yang digunakan adalah triklasium fosfat.
- Konsentrasi ion Ferosianida
Konsentrasi ferosianida berpengaruh terhadap produksi asam sitrat. Penambahan ferosianida dilakukan 24 jam setelah inokulasi sebanyak 200 ppm. Jumlah sel yang dihasilkan berkurang dengan naikknya jumlah ferosianida.
- Vitamin
Vitamin yang sering ditambahkan adalah riboflavin.
Proses Fermentasi
- Fermentor
Dalam percobaan skala laboratorium sebaiknya digunakan Erlenmeyer 500 ml yang diisi 100 ml medium. Masing-masing Erlenmeyer diinokulasi dengan suspensi spora dan diinkubasi selama 20 hari pada suhu 300C.
Fermentor stainless stell berkapasitas 15 liter diisi medium 9 liter untuk pembuatan asam sitrat.
- Persiapan Kultur
Jika digunakan kultur stok A. niger maka kultur harus direaktivasi dan dikultivasi dengan cara goresan pada petridish menggunakan mediam padat PDA (Potato Dextrose Agar) yang telah diasamkan dengan asam tartart 10% dan diinkubasi selama 5 hari pada suhu 250C. Konidia yang dibentuk kemudian dicuci dua kali dengan air destilat steril. Suspensi konidia yang akan digunakan sebagai inokulum dalam proses fermentasi harus mengandung 108 spora/ml.
Untuk menumbuhkan konidia Aspergillus digunakan medium molase 100 ml (gula 15%, pH 6,0) dalam Erlenmeyer 1 liter yang bersisi glass bads dan telah disterilkan. 1 ml suspensi konidia dari agar miring dipindahkan secara aseptis, kemudian diinkubasi pada 300
+ 10C dalam incubator dengan kecepatan gojogan 200 rpm selama 24 jam. - Jumlah Inokulum
Jumlah inokulum yang digunakan jug merupakan factor yang penting untuk diperhatikan. Jumlah inokulum sebesar 1% cukup baik untuk fermentasi dalam fermentor teraduk.
- Fermentasi
Inokulum yang telah dibuat dimaukkan dalam fermentor produksi sebanyak 5% (v/v). inkubasi dilakukan pada suhu 300
+ 10C selama 144 jam. Kecepatan agitasi adalah 200 rpm dengan laju aerasi 1,0 – 4,0 vvm. Untuk mengendalikan terbentuknya buih secara berkala dilakukan penambahan minyak silikom steril. - Waktu Fermentasi
Waktu fermentasi yang maksimum untuk fermentasi asam sitrat tergantung kondisi fermentasi dan organism yang digunakan. Penggunaan A. niger dengan substrat molase embutuhkan waktu 144 jam setelah inokulasi.
- Suhu
Suhu medium fermentasi merupakan salad satu factor yang penting dalam produksi asam sitrat. Suhu 300C adalah suhu yang paling baik. Jika suhu medium rendah, aktivitas enzim jug rendah sehingga mempengaruhi produksi asam tetapi jika suhu meningkat di atas 300C, biosintesis asam sitrat akan menurun dan terjadi akumulasi produk samping seperti asam oksalat.
- pH
Pengaturan pH penting bagi keberhasilan proses fermentasi. Untuk fermentasi asam sitrat pH optimum adalah 6,0. Penurunan pH menyebabkan produksi asam sitrat berkurang. Hal ini disebabkan pada pH rendah ion ferosinida lebih toksik bagi pertumbuhan miselium. Pada pH yang tinggi terjadi akumulasi asam oksalat.
Daftar Pustaka
Ali, S., Ikram-ul-Haq., M.A. Qadeer, and J. Iqbal. 2002. Production of Citric Acid by Aspergillus niger Using Cane Molasses in a Stirred Fermentor. Electronic Journal of Biotechnology Vol 5 No 3.
Murad A. El-Holi and Khalaf S. Al-Delaimy. 2003.Citric acid production from whey with sugars and additives by Aspergillus niger. African Journal of Biotechnology Vol. 2 (10), pp. 356-359.
HILDEGARD KIEL,* RUMIA GUVRIN, AND YIGAL HENIS. 1981. Citric Acid Fermentation by Aspergillus niger on Low Sugar Concentrations and Cotton Waste. APPLED AND ENVIRONMENTAL MICROBIOLOGY, JUly 1981, p. 1-4
Senin, Maret 24, 2008
PRODUK-PRODUK FERMENTASI
Nur Hidayat
Produk fermentasi saat ini telah banyak tersedia di pasaran mulai dari makanan, minuman hingga obat-obatan. Ketersediaan produk fermentasi di pasaran lebih disebabkan kebutuhan masyarakat akan produk yang memiliki kelebihan daripada sekedar memenuhi kebutuhan. Produk pangan hasil fementasi yang telah lama dikenal dan dikonsumsi masyarakat misalnya tempe, tape, kecap, oncom dan sebagainya. Produk tersebut dikenal masayarakat secara umum, bahkan banyak yang tidak tahu bahwa produk tersebut adalah produk fermentasi. Tempe sebagai produk fermentasi dari kedelai lebih disukai daripada tahu yang juga terbuat dari kedelai. Saat ini produk pangan hasil fermentasi sering lebih menonjolkan aspek fermetasi atau mikrobia yang digunakannya. Contoh produk tersebut misalnya Yakult yang menonjolkan bakterinya daripada yogurt yang lebih menekannkan fungsi produknya.
Produk fermentasi selain dalam bidang pangan banyak pula aplikasinya dibidang non-pangan. Produk asam organik banyak dimanfaatkan untuk pangan dan non-pangan. Salah satu contohnya adalah asam sitrat yang secara luas digunakan dalam berbagai bidang. Asam sitrat dihasilkan secara fermentasi oleh berbagai mikroorganisme. Fermentasi alkohol yang semula diaplikasikan untuk produksi minuman kini dikembangkan untuk bidang farmasi dan energi.
Secara garis besar prduk fermentasi dibedakan atas produk pangan, kesehatan, energi dan lingkungan. Contoh produk makanan adalah keju, tape, kecap, tempe, oncom dan sebagainya. Produk kesehatan yang paling dominan adalah produksi antibiotika, vitamin dan alkohol. Dalam bidang energi misalnya produksi bioetanol, metanol, metana dan sebagainya. Dalam bidang lingkungan misalnya kompos, biopestisida, dan sebagainya.
Mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi kini lebih banyak mikroba yang telah mengalami modifikasi genetik daripada mikrobia murni. Hal ini disebabkan kemampuan mikrobia alami dalam memproduksi metabolitnya terbatas pada kemampuan metabolismenya dan tidak dapat digunakan untuk produk-produk baru yang dahulu tidak dapat dihasilkan secara fermentasi.
Teknik mutasi genetik banyak diterapkan pada kapang terutama untuk produksi antibiotika. Hasil antibiotika dari mikroorganisme yang telah mengalami proses mutasi berkali-kali mampu menghasilkan antibiotika di atas 10.000 kali dari kultur alaminya. Teknik mutasi juga digunakan untuk produksi asam malat dari kapang Monascus sp yang tadinya menghasilkan angkak dengan warna merah kini dapat digunakan untuk produksi asam malat tanpa warna merah sama sekali.
Penerapan rekayasa genetika dengan memanfaatkan plasmid, misalnya produksi interferon pada Escherichia coli yang mendapat potongan gen dari jasad tingkat tinggi.
Etanol yang digunakan untuk energi saat ini lebih banyak menekankan pada sumber karbon gula dengan fermentasi khamir. Perkembangan berikutnya menggunakan pati melalui proses sakarifikasi dan dilanjutkan fermentasi. Di Indonesia sakarifikasi dengan enzim dianggap mahal karena kita belum mampu memproduksi enzim. Dapatkan enzim diproduksi secara fermentasi?
Pemanfaatan berbagai limbah selulosa yang banyak kita jumpai, mestinya dapat dimanfaatkan menjadi etanol. Yaiu memalaui mikrobia penghasil selulolitik yang mampu menghasilkan alkohol. Adakah mikrobia ini atau haruskan dilakukan mutasi atau rekayasa genetika?
Senin, Maret 17, 2008
Kertas Masa Depandari Laut, tidak lagi dari Hutan..
Apa Kabar Industri Pulp dan Kertas Indonesia?
Kertas merupakan salah satu produk turunan selulosa yang memegang peranan cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Pemakaian kertas pertama kali diawali di China yang dibuat dari serat aneka tanaman seperti bambu, mulberi, willow, lontar, jerami, kapas dan lainnya. Perkembangan pembuatan kertas ini sangat cepat dan semakin lama teknik pembuatan kertas semakin canggih dan mampu menghasilkan berbagai jenis kertas seperti yang biasa dimanfaaatkan dewasa ini.
Industri kertas merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia dengan menghasilkan 178 juta ton pulp, 278 juta ton kertas dan karton, dan menghabiskan 670 juta ton kayu. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, kebutuhan akan kertas juga semakin meningkat. Pertumbuhan dalam dekade berikutnya diperkirakan antara 2% hingga 3.5% per tahun, sehingga membutuhkan kenaikan kayu log yang dihasilkan dari lahan hutan seluas 1 sampai 2 juta hektar setiap tahun.
Di Indonesia, industri pulp dan kertas terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dewasa ini industri pulp dan kertas Indonesia memiliki 80 perusahaan, besar dan kecil serta baru dan lama dengan nilai investasi mencapai US$ 16,00 milyar dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung sebanyak 178.624 orang serta devisa senilai US$ 2,817 milyar. Total kapasitas pabrik pulp mencapai 6,4 juta ton per tahun sementara pabrik kertas mencapai 10 juta ton per tahun. Semua jenis kertas telah diproduksi, bahkan terdapat kelebihan untuk diekspor, yaitu 45 % pulp dan 30 % kertas. Dengan besaran kemampuan produksi tersebut, maka Indonesia kini menempati peringkat 9 sebagai produsen pulp dan peringkat 12 dalam hal produksi kertas dunia. Pembangunan pabrik pulp dan kertas membutuhkan investasi yang besar. Satu pabrik pulp dengan kapasitas 1 juta ton membutuhkan investasi US$ 1 miliar. Dalam visi 2030 dan Road Map 2010 Industri Nasional tentang Revitalisasi Indutri dan Investasi yang dikeluarkan oleh KADIN pada tahun 2007 ini, menempatkan industri pulp dan paper sebagai satu dari tiga klaster industri unggulan penggerak pencipta lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan.
Konsumsi kertas perkapita juga bisa menjadi indicator kemajuan sebuah negara mengingat kertas merupakan sarana penting dalam pendidikan dan komunikasi. Konsumsi kertas perkapita di Indonesia saat ini masih sangat rendah sekitar 25 kilogram per tahun. Thailand mencapai 35 kilogram, Malaysia 106 kilogram, dan Singapura 180 kilogram.
Seperti dipahami bersama, bahwa industri pulp dan kertas akan terus berkembang pada masa yang akan datang, namun juga perlu diperhatikan akan bahan baku yang ketersediaan semakin menipis dan dampak dari proses pembuatan kertas terhadap lingkungan sekitar. Tantangan industri kertas dimasa depan juga tidaklah mudah. Industri kertas, selain membutuhkan kayu sebagai bahan baku utama, juga tergolong industry dengan tingkat konsumsi energy tinggi dan menghasilkan limbah yang cukup membahayakan bagi lingkungan. Industri ini perlu berbenah diri seiring dengan makin gencarnya evironmentall issues, sehingga industi pulp dan kertas mampu menjadi indutri yang berkelanjutan baik dari segi ekonomi, lingkungan dan energi. Catatan penting lain bagi insutri pulp dan kertas di Indonesia agar industri ini tidak lagi disebut sebagai "sunset industry adalah pasokan bahan baku kayu yang tidak cukup, kelebihan kapasitas industri perkayuan, inefisiensi industri, rendahnya daya saing produk, pangsa pasar yang terus menurun dan kurangnya produk yang memiliki nilai tambah, merupakan masalah yang selalu dihadapi industri ini sejak dulu dan saat ini semakin kompleks keadaannya. Departemen Kehutanan juga belum memiliki peta jalan (road map) pembangunan industri pulp dan kertas mengakibatkan produksi dan perdagangan komoditas itu kritis, bahkan target penanaman HTI seluas 700.000 ha pada 2007 hingga Juli baru 70.000-an ha. percepatan program hutan tanaman industri (HTI) yang ditargetkan mencapai 5 juta hektare (ha) pada 2009
How Paper is Made?
Kertas dihasilkan dari bahan kaya selulosa, dalam hal ini kayu yang banyak digunakan sebagai bahan utama pada mayoritas industri pulp dan kertas di dunia karena memiliki berbagai kelebihan dibandingkan sumber selulosa yang lain. Kayu merupakan merupakan polimer alami dimana 90-99% bobotnya berupa polimer. Dari jumlah itu, 65-75 % adalah golongan polisakarida. Sel kayu terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa membentuk kerangka yang dikelilingi oleh senyawa-senyawa lain yang berfungsi sebagai matrik (hemiselulosa) dan bahan-bahan yang melapisi (lignin).
Untuk menjadi produk kertas, kayu harus diproses melalui berbagai tahapan seperti pulping, bleaching, hingga menjadi lembaran-lembaran kertas dalam proses paper machine. Dalam proses pulping, metode yang digunakan juga sangat variatif, diantaranya dengan metode mekanik, kimia, semi kimia dan beberapa metode intermediate. Pemilihan metode sangat bergantung pada jenis bahan baku (sumber serat) yang digunakan dan tujuan produk akhir yang diinginkan, Produk akhir yang dihasilkan dapat berupa kertas budaya (kertas koran, kerta tulis cetak, dan lain-lain) dan kertas industri seperti kertas kantong semen, kertas duplex, kertas bungkus atau pengemas yang umumnya digunakan pada industri penerbitan, percetakan, pengemasan, industri rokok, dan jasa. Selain itu dapat juga dihasilkan kertas tissue, misalnya kertas sigaret dan kertas rumah tangga.
Tekanan masyarakat untuk mengolah limbah kertas, mengurangi penggunaan pohon dan pengolahan limbah industri selama ini telah direspon salah satunya dengan daur ulang kertas. Meskipun ini merupakan salah satu positive step tapi belum merupakan perfect answers, baik secara lingkungan maupun ekonomi. Hal ini disebabkan, dalam mengolah limbah kertas menghasilkan tinta cetak yang menyebabkan polusi dan dari sisi ekonomi, kertas hasil daur ulang dianggap inferior sebagai kertas baru karena serat-serat kertas yang menjadi lebih pendek sehingga kualitas menjadi menurun.
Berbagai penelitian yang lain juga telah dilakukan untuk mendapatkan sumber serat yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber bahan baku kertas dengan tidak mengurangi aspek mutu dari kertas yang dihasilkan. Jerami padi misalnya, seiring dengan kemajuan teknologi, batang padi saat ini semakin pendek untuk lebih mengoptimalkan pertumbuhan pada bagian biji-biji penghasil butir padi.
Bagasse yang merupakan by product dari industry gula nyatanya juga belum layak dari sisi ekonomi. Hal ini berbeda dengan industry kertas di China seperti PT Industri Kertas Asia Timur Guangxi di Kota Chongzuo yang mengembangkan caranya sendiri untuk membuat kertas dari ampas tebu sebagai bahan mentah, sehingga dapat menghemat sejumlah besar kayu. Bagasse memang mengandung serat selulosa yang dapat dibuat pulp. Potensi bagasse di Indonesia cukup besar, menurut data statistik Indonesia tahun 2002, luas tanaman tebu di Indonesia 395.399,44 ha, yang tersebar di Pulau Sumatera seluas 99.383,8 ha, Pulau Jawa seluas 265.671,82 ha, Pulau Kalimantan seluas 13.970,42 ha, dan Pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap ha tanaman tebu mampu menghasilkan 100 ton bagasse. Maka potensi bagasse nasional yang dapat tersedia dari total luas tanaman tebu mencapai 39.539.944 ton per tahun. Akan tetapi, saat ini, bagasse justru menjadi sumber energy utama bagi pabrik tebu dan jika dialihkan sebagai bahan baku kertas, maka diperlukan solar sebagai bahan bakar pengganti yang harganya cukup mahal. Kalkulasinya sebagai berikut: Kalau satu liter solar harganya Rp 3.600,-, sedangkan nilai kalor 1 ton bagasse kering setara dengan 598 liter solar, maka apabila dinilai dengan uang, 1 ton bagasse setara dengan Rp 2.152.800,-. Berarti lebih mahal dari harga Bahan Baku Serpih (BBS) kayu, yaitu setara Rp 600.000,- per ton. Permasalahan lain adalah, tebu merupakan tanaman semusim, sehingga tidak dipanen sepanjang tahun. Untuk menjamin rutinitas pasokan bagasse, maka diperlukan tempat penyimpanan yang luas. Kendalanya adalah bagasse bersifat kamba (bulky), sehingga memerlukan biaya transportasi dan penggudangan yang mahal. Pada saat penggudangan bagasse mudah terserang jamur dan serangga karena kandungan gula yang tersisa. Apabila dalam keadaan kering bagasse mudah terbakar.
Bambu yang juga diteliti untuk dijadikan sebagai sumber serat penghasil kertas nyatanya menghasilkan kertas dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kertas berbahandasar kayu.
Kertas dari Laut, Mungkinkah?
Selama ini kita mengenal kertas dihasilkan dari kayu yang ditebang dari pepohonan di hutan, dengan laju deforestrasi hutan yang cukup tinggi mencapai 1,18 juta hektar. Namun, yang sering dilupakan bahwasanya Indonesia tidak hanya hutan dan daratan saja, akan tetapi 3/4 dari luas Indonesia berupa perairan atau lautan. Banyak potensi yang belum dioptimalkan diantaranya adalah rumput laut yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas, pengganti kayu dari hutan. Luas laut Indonesia yang sesuai untuk budidaya rumput laut diperkirakan seluas, 1,1 juta ha yang sampai saat ini belum digarap dengan maksimal.
Kunci sukses transformasi rumput laut jadi kertas adalah ditemukannya serat atau fiber. Bila kayu mengandung serat selulosa, rumput laut mengandung serat agalosa selebar 3-7 mikrometer dan panjang 0,5-1 milimeter, dengan fleksibilitas tinggi, tidak ditemukan unsur lignin, dan mengandung substansi perekat cair. Dari penelitian mikroskop terlihat ukuran dan bentuk serat agalosa lebih homogen, tidak seperti serat selulosa yang bulat, lonjong, atau pipih. Homogenitas ini yang membuat kualitas kertas lebih baik, lebih fleksibel, lebih halus.
Jenis rumput laut yang umumnya dibudidayakan di Indonesia adalah jenis adalah Gracillaria untuk di tambak dan Euchema di laut. Dalam pembuatan kertas berbahan dasar rumput laut ini, jenis yang digunakan adalah alga merah (red seaweeds / Rhodophyceae) species Gracillaria. Gracilaria memiliki nama daerah yang bermacam-macam, seperti: sango-sango, rambu kasang, janggut dayung, dongi-dongi, bulung embulung, agar-agar karang, agar-agar jahe, bulung sangu dan lain-lain.
Gracilaria memiliki kelebihan dibandingkan jenis alga merah yang lain seperti Eucheuma Cottoni, Chondrus ( penghasil karaginan) dan Fulcellaria (penghasil fulceran). Kelebihan Gracilaria adalah seratnya lebih panjang berdasarkan hasil analisa seperti ditunjukkan pada Tabel berikut
Analisa Rumput Laut dari Jenis Eucheuma dan Gracilaria | ||||
Jenis analisa | E. spinosum | E. spinosum | E. spinosum | G. gigas |
Kadar air | 12,90 | 11,80 | 13,90 | 12,90 |
Protein (Crude protein) | 5,12 | 9,20 | 2,69 | 7,30 |
Lemak | 0,13 | 0,16 | 0,37 | 0,09 |
Karbohidrat | 13,38 | 10,64 | 5,70 | 4,94 |
Serat kasar | 1,39 | 1,73 | 0,95 | 2,50 |
Abu | 14,21 | 4,79 | 17,09 | 12,54 |
Mineral:Ca | 52,85 ppm | 69,25 ppm | 22,39 ppm | 29,925 ppm |
Fe | 0,108 ppm | 0,326 ppm | 0,121 ppm | 0,701 ppm |
Cu | 0,768 ppm | 1,869 ppm | 2,736 ppm | 3,581 ppm |
Pb | = | 0,015 ppm | 0,040 ppm | 0,190 ppm |
Vitamin B1 (Thiamin) | 0,21 mg/100g | 0,10 mg/100g | 0,14 mg/100g | 0,019 mg/100g |
Vitamin B2 (Riboflacin) | 2,26 mg/100g | 8,45 mg/100g | 2,7 mg/100g | 4,00 mg/100g |
Vitamin C | 43 mg/100g | 41 mg/100g | 12 mg/100g | 12 mg/100g |
Carrageenan | 65,75% | 67,51% | 61,52% | = |
Agar | = | = | = | 47,34% |
Proses pembuatan kertas dari rumput laut tidak berbeda daripada pembuatan kertas dari kayu. Ada lima proses pokok, yakni (1) penyiapan bahan baku; (2) pemasakan rumput laut; (3) ekstraksi rumput laut; (4) pemutihan; dan (5) pencetakan. Secara umum, proses produksi dimulai dari panen rumput laut merah, kemudian dijemur, dibersihkan, dan dipotong-potong. Lalu dimasukkan dalam tungku dan dimasak pada suhu tinggi (boiling) sehingga keluar ekstrak "inti" berupa agar untuk pangan. Ampas rumput laut— yang telah diambil agar-agarnya—kemudian diputihkan (bleaching) lalu dihancurkan menjadi bubur rumput laut merah (pulp). Bubur inilah yang kemudian diolah jadi kertas.
Beberapa kelebihan yang dimiliki rumput laut sebagai bahan dasar kertas adalah pertumbuhan massa rumput laut yang sangat tinggi, yakni 5-10 % sehari. Dengan masa panen 70 hari, pertumbuhan tersebut sangat pesat dibandingkan pohon sebagai bahan baku kertas konvensional, yang baru dapat dipotong minimal 7 tahun bahkan 15 tahun pada negara-negara subtropis. Untuk negara tropis seperti Indonesia, rumput laut dapat dipanen sepanjang tahun, sedangkan negara beriklim subtropis, panen rumput laut hanya dapat dilakukan selama 2 kali dalam setahun. Tentu hal ini merupakan point plus bagi rumput laut Indonesia.
Kelebihan lain dari kertas berbahan dasar rumput laut adalah minimnya komponen racun yang ada pada kertas. Berbeda dengan kertas konvensional yang menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses produksi, pengolahan kertas dari rumput laut diproses nyaris tanpa bahan kimia, kecuali pemutihan dengan klorin, sehingga hampir tidak ada limbah berbahaya yang dihasilkan. Dengan demikian proses ini aman bagi lingkungan dan tidak berdampak negatif bagi kesehatan. Setelah dilakukan pengujian, kertas rumput laut ini hanya mengandung 17 komponen racun, sedangkan kertas berbahan dasar kayu mengandung
40 komponen racun. Kondisi ini berpeluang menjadikan kertas berbahan dasar rumput laut sebagai bahan kemasan untuk produk pangan.
Tabel Negara Produser Rumput Dunia Utama, 1998 - 2002
Negara | 1998 | 1999 | 2000 | 2001 | 2002 | Kenaikan Rata-rata (%) |
Total (ton) | 1.845.643 | 1.925.348 | 1.980.758 | 2.225.783 | 2.574.640 | 8.81 |
Philipines | 656.632 | 673.361 | 678.743 | 760.640 | 884.066 | 7.91 |
China | 364.450 | 411.370 | 481.590 | 583.990 | 670.620 | 16.51 |
Taiwan | 14.770 | 15.327 | 12.529 | 15.628 | 16.799 | 4.44 |
Korea Rep | 190.979 | 205.706 | 130.488 | 167.909 | 223.650 | 8,26 |
Indonesia | 117.210 | 133.720 | 205.227 | 212.473 | 223.080 | 19.02 |
Chili | 68.386 | 31.278 | 33.471 | 65.538 | 71.648 | 14.47 |
Japan | 396.615 | 409.850 | 391.681 | 373.121 | 436.031 | 2.76 |
Lainnya | 36.601 | 44.736 | 47.029 | 46.484 | 48.746 | 7,76 |
Lainnya | 36.601 | 44.736 | 47.029 | 46.484 | 48.746 | 7,76 |
Sumber Statistical Year Book FAO 2002.
Pada akhirnya, dengan menjadikan rumput laut sebagai bahan baku kertasm aka meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomi rumput laut itu sendiri yang selama ini hanya diekspor dalam bentuk kering tanpa dilakukan pengolahan lanjutan. Hal ini menyebabkan harga rumput laut Indonesia jatuh dipasar internasional. Kajian singkat yang dilakukan oleh PT. Bank Ekspor Indonesia (BED pada tahun 2006 menunjukkan rata-rata komoditi rumput laut Indonesia di pasaran dunia terpaut pada harga 496 US$/ton. Harga rumput laut Indonesia termasuk yang paling murah jika dibandingkan dengan Negara eksportir lainnya, rumput laut Cina memiliki harga 1,943 US$/ton, rumput laut Korea 2,984 US$/ton, rumput laut Chile 680US$/ton. Kelemahan harga rumput laut Indonesia disebabkan oleh karena sebagian besar rumput laut kita diekspor dalam bentuk mentah (raw material), padahal value-added rumput laut mentah yang diolah memberikan premium yang sangat tinggi. Sebagai contoh, Cina dan Korea mengolah rumput laut menjadi bahan makanan dan supplemen mendapat apresiasi harga yang tinggi di Jepang. Keuntungan lain dari olahan rumput laut adalah pengenaan tarif yang lebih rendah, bahkan nol, dibanding dalam bentuk mentah yang dapat dikenakan tarif hingga 40% di Jepang.
Kertas: industri yang tidak akan pernah mati
Meskipun marak issue paperless pada masa yang akan datang dengan semakin majunya teknologi digital, penetrasi internet dan semakin murahnya teknologi digital, kertas akan tetap dibutuhkan. Bukankah keberadaan computer pada awal kemunculannya diharapkan bisa mengubah arah hidup menjauh dari kebutuhan kertas? tapi nyatanya konsumsi kertas semakin meningkat. Inovasi kertas harus terus dikembangkan. Mungkin kita perlu belajar dari salah satu perusahaan kertas Italia, Cartiera
Favini yang cukup produktif menciptakan kertas-kertas inovatif, diantaranya kertas dari limbah tekstil, kertas dari efluen alga (50.000 ton alga sebagai bahan baku kertas setara dengan 30.000 ton kayu), limbah pertanian (limbah pemrosesan gula dan maizena dengan pemanfaatan tongkol jagung, dedaunan dan tangkai). Perusahaan Favini juga sudah menemukan cara menggunakan residu-residu lain yang hanya mempunyai sedikit atau tanpa isi serat, seperti sisa pulp dari proses pengepresan jeruk atau anggur. Dalam hal ini pulp akan dikeringkan dan dibentuk menjadi tepung yang kemudian bisa digunakan untuk menggantikan ssejumlah selulosa kayu dan pengisi-pengisi mineral di dalam proses kertas. Perusahaan memberi nama-nama produk-produk tersebut sesuai bahan asli, sebagai contoh, "kertas jeruk", "kertas lemon" dan "kertas anggur". Dan lebih ekstrim serta mengejutkan, ECOFAVINI juga berhasil menciptakan apa yang disebut Smog Paper. Pabrik kertas seperti diketahui menghasilkan pengotor-pengotor berbahaya. yang ekuivalen dengan polusi dari 30 mobil bepergian pada 50kph. Perusahaan ini sudah menemukan teknologi untuk menjadikan gas-gas ini harmless (disebut smog flour). Dengan cara yang sama seperti vegetable flour, dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi kertas.
Selain itu, ide dari Jepang berikut juga layak untuk terus dikaji sebagai salah satu usaha untuk melakukan penghematan kayu dan memanfaatkan kertas bekas menjadi produk yang bernilai ekonomi dan bernilai guna tinggi, yakni dengan mengubah kertas menjadi kayu. Ide ini sebenarnya merupakan upaya memperpanjang usia pemanfaatan satu barang, sehingga bisa menghemat pemakaian bahan dari alam. Konsepnya sesungguhnya sangat sederhana. Jika dalam pembuatan kertas, zat lignin yang ada di kayu dihilangkan, maka untuk mengubah kertas menjadi kayu dilakukan dengan cara mengembalikan lignin tadi pada kertas daur ulang. Namun, kertas tentu tidak bisa berkali-kali didaur ulang, karena lama-kelamaan seratnya menjadi pendek. Kayu buatan ini punya beberapa kelebihan antara lain sangat mudah dibentuk, karena bisa dicetak seperti plastik, namun tetap memiliki sifat fisik sebagai kayu. Kekuatan kayu tersebut dapat diatur kekuatannya berdasarkan jumlah lignin yang ditambahkan. Jadi prosesnya bahan serat ini dibentuk dulu baru kemudian ditambahkan lignin. Bahan kayu buatan ini bersifat biodegradable karena memang tersusun dari zat-zat yang sama seperti kayu alamiah sehingga ramah terhadap lingkungan.
Jadi, teruslah berinovasi!
ria@alkahfia
-Lagi belajar nulis-
Pemantik Ide
----------, 2004. Algae Paper – Italy. The Earth Report from TVE.org
----------, 2007. Agenda 2020
Technology Vision. http://www.agenda2020.org/Tech/vision.htm. Tanggal akses: 25 Oktober 2007
----------, 2007. Visi 2030 Dan Roadmap 2010 Industri Nasional. http://www.kadin-indonesia.or.id/id/berita_isi.php?news_id=1847. Tanggal akses: 11 November 2007
----------. 2007.Inovasi Material Kertas Dari Lulusan Sastra. mAthA inggin bixara.blogspot
----------. Perkembangan Perusahaan Guangxi Perhatikan Pelestarian Lingkungan . http://indonesian.cri.cn/1/2007/10/19/1@72896.htm. Tanggal akses: 30 Oktober 2007
Dahuri, R. 2004. Industri Bioteknologi Perairan dan Kemakmuran Bangsa.
http://www.dkp.go.id/ content.php?c=4485. tanggal akses: 5 November 2007
Fauzi, A, 2005. Siaran Pers. No.:S.563/II/PIK-1/2005. Pemanfaatan Ampas Tebu (Bagasse) Untuk Bahan Baku Pulp Dan Kertas Masih Hadapi Kendala. http://www.dephut.go.id/ INFORMASI/HUMAS/2005/563_05.htm. Tanggal akses: 27 Oktober 2007
Industri Pulp dan Kertas: Berpotensi, tapi Sepi Investasi. Warta Ekonomi. 2007. http://www.wartaekonomi.com/indikator.asp?aid=6728&cid=25
Istiani, Sri et al. 1985. Manfaat Dan Pengolahaan Rumput Laut. Seafarming Workshop Report. Bandar Lampung 28 Oktober – 1 November 1985
Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan. Terjemahan. UGM Press. Jogjakarta.
Sutarto, 2006. Tak Ada Investasi Baru di Industri Pulp dan Kertas.http://www.tempointeraktif.com/ hg/ekbis/2006/01/19/brk,20060119-72606,id.html
Tambunan, E. 2007. Dephut belum memiliki Peta Jalan Industri Pulp. http://www.greenomics.org/ news%5CNews_20070822_bi.doc. Tanggal akses: 21 November 2007
Wardhany, FR. 2007. Revitalisasi industri kehutanan. http://www.pbbinfo.com/index.php? option=com content&task =view &id=53&Itemid=1. Tanggal akses: 6 Oktober 2007